WAJAH GANDA (1)
Oleh Syekh Ahmad Ar-Rifaiy
Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang berwajah dua di dunia, berlisan dua, berada
dalam neraka.” (Hr. Abu Dawud dan Ibnu Hibban)
Berdasar hadits di atas itulah, kaum ‘arifun hanya
memalingkan wajahnya kepada Allah Ta’ala. Tak ada dua
wajah bagi kaum ‘arifun. Dari rahasia ini pula, kaum ‘arifun
mengambil kesimpulan bahwa mereka tidak boleh mengambil
dua guru Mursyid dalam thariqatnya. Mereka mengatakan,
manakala dijumpai seorang Mursyid lebih kamil dan lebih
utama dalam thariqat menuju Allah yang lebih benar dalam
mengikuti jejak Rasulullah Saw. maka seorang murid harus
Tidak Berwajah Ganda
berpegang pada Mursyid yang utama tadi. Bahkan para syeikh
dan anak-anaknya sekalipun harus mengikuti jejak Mursyid
yang utama tadi dalam thariqat. Hal ini merupakan bagian dari
keagungan ma’rifat kepada Allah Ta’ala.
Tingkat Kaum ‘arifun
Ketahuilah saudaraku, kaum ‘arifun itu bertingkat dan
beragam dan dengan tangga yang berjenjang-jenjang, serta
derajat yang berbeda berwarna, serta posisi yang bermacammacam.
• Di antara mereka ada yang mengenal Allah melalui Sifat
qudrot, maka dia sangat takut kepadaNya.
• Ada yang mengenal Allah melalui Sifat KaruniaNya, maka
dia sangat berbaik sangka (husnudzon) kepada Allah.
• Ada yang mengenalnya melalui Muroqobah, maka
dia mengokohkan kebenaran hatinya.
• Ada yang mengenalnya melalui KeagunganNya, lalu ia
meneguhkan rasa takut dan cinta.
• Ada yang mengenalnya melalui Sifat Maha Mencukupi, lalu
ia sangat fakir kepadaNya.
• Ada yang mengenalNya melalui Sifat Maha SendiriNya, lalu
ia meneguhkan kebeningan hatinya.
• Ada yang mengenalNya melalui Allah, lalu dia bersambung
terus menerus denganNya.
Karena itu:
• Kualitas kema’rifatan rasa takut, tergantung kadar
kema’rifatannya atas QudrotNya.
• Kualitas rasa Husnudzon, tergantung pada kadar
kema’rifatannya pada Sifat Anugerah Ilahi.
• Kualitas rasa pembenaran dengan kejujuran hati
tergantung kadar kema’rifatan Muroqobahnya.
• Kualitas rasa takut penuh cinta, tergantung
kema’rifatannya atas Keagungan Allah.
• Kualitas rasa butuh kepada Allah, tergantung
kema’rifatannya atas maha MencukupiNya.
• Kualitas rasa bening jiwa, tergantung kadar kema’rifatan
atas Sifat Maha Sendirinya Allah.
• Kualitas wushul, tergantung kadar kema’rifatannya
kepada Rabb Ta’ala.
Begitu pula kalangan “Ahli Langit” dalam beribadah, dalam
dataran derajat maqom yang berbeda. Ada sebagian maqomnya
adalah Rasa Malu, Rasa Hormat, ada pula maqomnya adalah
taqarrub dan kemesraan, ada pula yang maqomnya memandang
Anugerah. Bahkan ada yang Muroqobah, Haibah, sebagaimana
firman Allah Ta’ala:
“Dan tak ada dari Kami melainkan baginya adalah Maqom
tertentu..” (Qs. Ash-Shoffaat 164).
Kalangan ahli ma’rifat pada umumnya (awam), mengenal
Allah mengikuti jejak Rasulullah Saw. dan membenarkan dalam
hati mereka, mengamalkan dengan badan mereka, namun
kadang mereka berbuat dosa dan maksiat, lalu hidup di dunia
penuh dengan kebodohan dan sembrono, dan kala itu mereka
dalam bahaya besar, kecuali jika Allah merahmati mereka.
Ada kalangan manusia di atas mereka, yang mengenal Allah
melalui dalil bukti, yaitu kalangan ilmuwan, pemikir dan filsuf,
yang meyakiniNya dengan Tauhid melalui argumen dan efek
Sifat RububiyahNya, di mana mereka mengambil dalil dengan
sesuatu yang nyata atas yang tersembunyi, dan mereka meyakini
keabsahan dalil pembuktian itu.
Mereka berada dalam jalan yang baik, namun mereka ini
sering terhijab dari Allah Ta’ala karena lebih terdindingi oleh
dalil pembuktian mereka sendiri.
Sedangkan kalangan khusus dari ahli ma’rifat adalah dari
mereka yang memiliki rasa yaqin, mengenal Allah melalui
Allah Swt. Mereka bersiteguh dengan ma’rifatnya, sama sekali
tidak disertai argumen dalil atau dilatari oleh sebab akibat.
Dalil mereka hanya Rasulullah Saw. Imam mereka hanyalah AlQur’an. Cahaya mereka senantiasa melimpah di arena mereka.