Ke-ma’shum-an Para Syeikh
Tidak seyogyanya murid meyakini bahwa para syeikh (guru ruhani).itu ma’shum (terjaga dari dosa). Seharusnya murid berhati-hati dengan tetap husnudzan kepada para syeikh. Menjaga diri bersama Allah swt. dalam batas-batas yang berkaitan dengan perintah dan ilmu, dengan sikap membedakan antara mana yang terpuji dan mana yang tercela.
Murid dan Harta Dunia
Setiap murid, yang di dalam hatinya masih tersisa kepentingan harta dunia, maka meraih harta tersebut diperbolehkan. Tetapi bila dalam hatinya masih ada ikhtiar terhadap hal-hal yang keluar dari hartanya, kemudian ia berharap agar bisa mengkhususkan dari harta itu untuk kebaikan, berarti si murid itu telah memaksa dirinya. Lebih bahaya lagi bila ia kembali secepatnya kepada dunia. Sebab tujuan murid adalah membuang ketergantungan (selain Allah swt.), yaitu keluar dari dunia, bukannya berupaya untuk kepentingan amal-amal kebajikan. Sangat tercela, bila murid keluar dari obyek harta dan modalnya, lantas dia sendiri justru menjadi tawanan pekerjaannya. Karena itu seyogyanya dia menyamakan sikapnya, baik harta itu ada ataupun tidak, sampai dirinya tidak terganggu bayang-bayang kemiskinan, tidak membuat orang lain gelisah, walaupun orang lain itu Majusi.
Penerimaan Syeikh pada Murid
Penerimaan hati syeikh terhadap murid, merupakan bukti paling benar atas kebahagiaannya. Bila seseorang ditolak oleh hati syeikh, maka tidak diragukan lagi, dalam beberapa waktu penolakan itu akan menjadi nyata.
Bergaul dengan Orang yang Banyak Bicara
Salah satu penyakit yang amat pelik dalam tharikat ini adalah bergaul dengan orang yang banyak bicara (omong kosong). Sebab hati akan disibukkan dengan persoalan makhluk. Padahal Allah swt. berfirman:
“Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal di sisi Allah adalah perkara besar.” (Q.s. An-Nuur:15).
Fath al-Mushaly berkata, “Aku berguru kepada tiga puluh syeikh. Rata-rata mereka tergolong Wali Abdal.2 Semuanya berwasiat padaku
( ‘Abdal adalah golongan auliya’ yang saleh, dimana dunia tidak pernah sunyi dari mereka. Apabila salah seorang di antara mereka wafat, Allah swt. akan menggantikun posisi Abdal melalui orang yang diangkat-Nya. )
ketika aku berpisah dengan mereka, `Takutlah kalian bergaul dengan orang yang banyak obrolannya,’ kata para syeikh itu.”
Apa yang mereka ucapkan tentang berbagai keragu-raguan dan dongeng-dongeng dari orang tua, lebih baik kita turunkan tirai atas semua itu. Sebab cerita-cerita itu menjadi cermin kemusyrikan dan teman kekufuran. Na’udzubillahi Ta’ala dari datangnya keburukan.
Dengki
Di antara penyakit murid adalah hasrat yang memasuki nafsunya, berupa kedengkian terhadap sesama teman, dan merasa emosi atas keistimewaan yang diberikan oleh Allah swt. pada temannya dalam tharikat ini. Sementara dia sendiri tidak mendapatkan seperti yang diraih oleh yang lain. Ketahuilah, bahwa semua perkara itu telah dibagi oleh Allah swt. Hamba hanya bisa selamat, apabila si hamba lebih mencukupkan diri pada Wujud Allah swt. Yang Haq, dan menerima apa pun ketentuan dari Kemurahan dan Kenikmatan-Nya.
Prioritas
Ketahuilah, bahwa kewajiban murid apabila sudah sepakat terjun, harus memprioritaskan yang lain secara total dibanding diri sendiri. Baik orang yang lapar ataupun orang yang kenyang harus diprioritaskan, dibanding dirinya. Dia juga harus merasa menjadi murid setiap orang yang jelas sebagai syeikh, walaupun dia sendiri lebih pandai dari orang tersebut.
Gerak
Adapun etika murid dalam sama’, maka bagi murid tidak diperkenankan bergerak-gerak dalam sima’ yang muncul karena ikhtiarnya sendiri. Apabila muncul bisikan ruhani, sedangkan dirinya tidak mampu menahan gerak, maka sekadar ekspresi luapan bisikan yang menyebabkan gerak, masih ditolerir. Apabila luapan ruhani yang datang tadi sudah hilang, dia harus tetap duduk dan tenang. Apabila dia meneruskan gerak untuk menarik ekstase, tanpa adanya limpahan dan desakan/darurat, maka gerak dalam sima’nya tidak dibenarkan. Bila masih kembali demikian, berarti dia tidak mendapatkan keterbukaan hakikat.
Pergi dan Berpindah Tempat
Apabila murid diuji dengan pangkat kedudukan atau pergaulan omong kosong, serta mulai jatuh cinta pada wanita, sementara tidak ada syeikh yang menunjukkan jalan keluarnya, dia boleh pergi dan pindah tempat.
Di antara para syeikh berkata, “Bila seorang `arif berbicara mengenai ilmu pengetahuan, maka masa bodohkan dia: Sebab seharusnya seorang `arif mengkabarkan tentang tahapan-tahapan, bukan ilmu pengetahuan. Bagi yang ilmunya lebih dominan dibanding tahapan-tahapannya, maka dia adalah pakar ilmu, bukannya penempuh suluk.”