Allah swt. berfirman:
“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (Q.s. A1-Mu’min: 35).
“Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong.”(Q.s. Al-Mu’min: 76).
Nabi saw bersabda, “Bahwa Allah swt. telah berfirman (dalam Hadis Qudsi):
‘Keagungan adalah sarung-Ku dan Kebesaran adalah selendang-Ku. Siapa yang mencopot Ku dalam dua sifat itu, maka dia akan Ku binasakan’.”
Sabdanya pula:
“Tidak akan masuk surga orang yang hatinya terdapat rasa takabur walau hanya sebesar biji sawi.”
“Sesungguhnya orang-orang yang sewenang-wenang dan takabur, kelak pada hari Kiamat akan dikumpulkan dalam bentuk semut kecil yang diinjak-injak manusia karena hinanya mereka di sisi Allah swt.”
Rasul saw bersabda kepada Bilal, “Sebenarnya di neraka Jahannam ada jurang yang disebut Habhab, sudah menjadi hak Allah swt. jika para diktator dimasukkan di jurang itu. Engkau harus takut wahai Bilal, jika engkau tergolong penghuni jurang itu.”
Dalam doanya Nabi saw. memohon, “Ya Allah, aku mohon perlindungan-Mu dart tiupan takabur.”
Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mau memandang kepada orang yang memanjangkan pakaiannya sebagai wujud kesombongan. “
Nabi saw juga bersabda, “Barangsiapa yang meninggikan dirinya dan sombong dalam berjalan, maka dia akan menemui Allah, sedang Dia murka kepadanya. “
Sabdanya, “Barangsiapa yang suka memaafkan, maka Allah akan selalu menambah kemuliaan kepadanya, dan barangsiapa bertawadhu ; maka Allah akan meninggikannya.”
Beliau juga bersabda, “Betapa bahagianya, orang yang tawadhu; padahal dia tidak miskin.”
Sabdanya pula, ‘ Allah swt. berfirman kepada Nabi Musa as, ‘Sesungguhnya Aku hanya menerima salat hamba-Ku yang tawadhu’ kepada keagungan-Ku, tidak menyombongkan diri kepada makhluk-Ku, selalu mengaitkan hatinya dengan rasa takut kepada-Ku, menghabiskan siangnya dengan dzikir kepada-Ku dan mengekang nafsunya demi Aku’. “
Nabi saw. bersabda, ‘Apabila seorang hamba tawadhu ; Allah akan mengangkatnya sampai ke langit yang ketujuh.”
Sabdanya, “Tawadhu’ itu tidak akan menambah derajat hamba, kecuali Allah meninggikan derajat itu. Maka, bertawadhu’lah kamu sekalian, niscaya Allah akan mencintai kalian.”
Sabdanya pula, “Sungguh, yang membuatku takjub, seseorang membawa bekal di tangannya, kemudian diberikan kepada keluarganya sebagai upaya jerih payahnya, untuk menahan diri dari takabur.”
Hakikat Takabur
Hakikat takabur adalah merasa diri lebih sempurna dari yang lainnya.
Sifat takabur akan menimbulkan kehinaan dan bisa mengganggu akidah. Karenanya, Nabi saw. bersabda, ‘Aku berlindung dari hembusan takabur.” Karena itu pula, para sahabat pernah minta ijin kepada Umar r.a. agar memberi nasihat ummat setelah subuh. Umar r.a. menjawab, “Aku lebih takut ada hembusan yang melambungkan sampai ke bintang Tsuraya.”
Sebab, hembusan tersebut berpengaruh pada aktivitas lahiriah, seperti duduk di tempat yang tinggi, jalan di depan, melihat dengan pandangan sinis dan marah jika ada orang tidak mengucapkan salam, atau kepada orang yang tidak menghormatinya, lebih banyak menentang kalau dinasihati, menentang kebenaran bila diberi pandangan, dan memandang orang awam seperti memandang khimar.
Takabur tergolong dosa besar. Bahkan orang yang hatinya ada sebesar dzarah ketakaburan, tidak akan masuk surga. Sebab di dalam takabur ada tiga macam kotoran:
Pertama, takabur itu bertentangan dengan sifat-sifat khusus Allah swt, di mana sifat tersebut (takabur) adalah pakaian Allah swt, sebagaimana firman Allah swt. Keagungan tidak layak, kecuali hanya bagi-Nya. Lalu dari sisi mana, keagungan layak bagi hamba yang hina, yang tidak memiliki dirinya, apalagi menguasai yang lainnya?
Kedua, takabur seringkali membuat orang menolak kebenaran dan cenderung meremehkan orang lain. Nabi saw menjelaskan soal takabur dengan sabdanya, “Takabur, muncul dari masa bodoh terhadap kebenaran, menganggap rendah manusia, dan merasa lebih benar. Takabur menutup pintu kebahagiaan, begitu juga merendahkan makhluk.”
Sebagian sufi berkata, “SesungguhnyaAllah swt. menyembunyikan tiga perkara dalam tiga hal:
1) Menyembunyikan ridha-Nya dalam ketaatan kepada-Nya. Maka, janganlah merendahkan sedikit pun terhadap taat, siapa tahu ridha Allah ada di dalamnya.
2) Menyembunyikan dendamnya dalam maksiat kepada-Nya, maka janganlah meremehkan sekecil apa pun maksiat itu, barangkali di dalamnya tersembunyi dendam-Nya.
3) Menyembunyikan kewalian dalam diri hamba-hamba-Nya, maka janganlah merendahkan seseorang, siapa tahu orang itu wali Allah swt.
Ketiga, takabur dapat menghalanginya dari perilaku mulia dan terpuji. Sebab, orang yang takabur tidak akan pernah merasa mencintai orang lain sebagaimana la mencintai dirinya sendiri.
Ia juga tidak bisa merendah, tidak bisa meninggalkan antagonisnya, dengki dan amarahnya. Ia tidak bisa menahan diri, lembut dalam bicara, dan tidak mampu meninggalkan riya’. Secara global setiap perilaku tercela, senantiasa dilalui oleh orang takabur, dan tidak ada perilaku terpuji, kecuali harus meninggalkan sifat takabur tersebut.