Syeikh Abdul Qadir Al Jilany
Orang yang berdzikir mestinya selalu punya wudlu yang sempurna. Ketika berdzikir semestinya dengan hentakan yang kuat dan suara keras, hingga meraih cahaya dzikir dalam batin
orang-orang yang berdzikir tersebut, sehingga hati mereka menjadi hidup dengan cahaya-cahaya itu, suatu kehidupan yang abadi-ukhrawi, sebagaimana firmanNya : “Mereka tidak merasakan di dalamnya kematian kecuali kematian yang pertama (di dunia).” (Ad-Dukhan: 56) Sabda Rasulullah saw:
“Para Nabi dan para wali itu senantiasa sholat di kuburan mereka, sebagaimana mereka sholat di rumah-rumah mereka.” Yakni, mereka senantiasa munajat dalam kuburnya, dari dimensi sang hamba, dan senantiasa meraih hidayah ma’rifat dari arah Allah Azza wa-Jalla.
Maka sang a’rif senantiasa meraih kehormatan menuju kepada Allah Ta’ala dengan bertambahnya munajat kepadaNya dalam kuburnya, seperti sabda Rasulullah saw :
“Orang yang sholat itu bermunajat pada Tuhannya. (Hr. Malik, dalam al-Muwatha’)
Demikian juga, hati yang hidup itu tidak tidur, maka hati yang hidup juga tidak mati, seperti sabda Nabi saw :
“Mataku tidur dan hatiku tidak tidur.” (Hr. Bukhari )
“Siapa yang mati dalam kondisi mencari ilmu, maka Allah membangkitkannya dalam kuburnya dua malaikat yang mengajarkan ilmu ma’rifat, dan ketika bangkit dari kuburnya ia menjadi orang alim dan orang yang arif.”
Dimaksud dengan dua malaikat adalah keruhanian Nabi dan wali. Karena para malaikat itu tidak masuk dalam alam ma’rifat, dan tidak mengajarinya. Nabi saw, bersabda :
“Betapa banyak orang yang mati sebagai orang alim (berilmu) dan kelak di hari qiamat bangkit jadi orang bodoh dan tolol.”
Dalam firman Allah swt :
“Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik di dalam kehidupan dunia dan kamu menikmatinya. Maka hari ini kamu sekalian dibalas dengan siksaan yang hina atas kesombonganmu yang kamu lakukan.” (Al-Ahqaaf:20)
Rasulullah saw, bersabda:
“Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya.”
“Niat orang beriman itu lebih baik dari amalnya. Dan niat orang fasik itu lebih buruk ketimbang amalnya.”
Karena niat itu merupakan fondasi amal, seperti dalam hadits disebutkan: “Bangunan yang benar di atas fondasi yang benar adalah benar. Sedangkan bangunan yang rusak di atas fondasi yang ruak adalah rusak.”
Allah swt. Berfirman :
“Siapa yang menghendaki ladang akhirat, Kami menambahkan baginya pada ladangnya. Dan siapa yang menginginkan ladang dunia, Kami memberinya. Namun di akhirat tidak meraih bagian.” (Asy-Syuuro: 20)
Kewajiban hamba –ahli taqin – adalah meraih kehidupan qalbu ukhrawiyah, sebelum maut menjemput, sebagaimana sabda Nabi saw:
“Siapa yang mencari dunia dengan amal-amal akhirat, maka ia tidak mendapatkan sama sekali pahala di akhirat.”
Dunia adalah lading akhirat, jika tidak bertanam di dunia ia tidak panen di akhirat. Dan dimaksud dengan “Ladang” adalah bumi semesta wujud ini, bukan cakrawala.