Allah Swt berfirman: ” Sebab itu sampaikanlah berita-berita gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik dantaranya.” (Q.s.Az-Zumar:7-8).
Huruf alif dan laam pada kata al-Qaul di atas mengandung pengertian umum dan menyeluruh (ta’mim wal istighraq). Sedangkan dalil di atas menekankan bahwa Allah swt. Memuji kepada mereka karena mengikuti kata-kata paling baik.
Allah swt. berfirman:
“Maka, mereka berada dalam taman surga, senantiasa bergembira.” (Q.s. Ar-Ruum:15).
Dalam sebuah tafsir, ditegaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan dalilnya Sama’ (mendengarkan dan menyimak).
Ketahuilah, bahwa mendengarkan (Sama’) syair dengan nada yang indah, apabila pendengar tidak meyakini, syair tersebut tidak menjurus pada hal-hal yang haram, dan tidak mendengarkan sebagai obyek yang tercela dalam syariat, tidak pula menarik pada emosi hawa nafsu, tidak pula memberi peluang pada nafsunya, maka penyimakan tersebut diperkenankan secara umum.
Tidak ada perbedaan pandangan, adanya beberapa syair yang didendangkan di hadapan Rasulullah saw dan Rasul saw. menyimaknya, bahkan tidak mengingkari mereka dalam mendendangkan syair tersebut.
Apabila menyimaknya tanpa nada yang indah diperkenankan, hukum pun tidak berubah, yakni didendangkan dengan nada yang indah. Inilah realita situasionalnya.
Lalu, bagi para penyimak terdorong mencintai kepatuhan dan mengingat apa yang telah dijanjikan Allah swt. bagi hamba-Nya yang bertaqwa, dalam derajat-derajat yang lebih tinggi. Penyimak tersebut dimungkinkan sekali agar bisa menjaga dari kesalahan-kesalahan, menyampaikan kepada hatinya seketika, sebagai kejernihan intuitif, dicintai oleh agama, dan dipilih oleh syariat. Sebab pernah ada sabda Rasulullah saw yang mendekati bait-bait syair, walaupun Rasul saw tidak bermaksud membuat syair.
Anas bin Malik r.a. berkata, “Ketika orang-orang Anshar menggali parit, mereka mendendangkan syair:
Kamilah orang-orang yang baiat kepada Muhammad
untuk berjuang sepanjang hayat.
Kemudian Rasulullah saw menjawab:
Duhai Allah, tiada kehidupan sejati
Melainkan kehidupan akhirat.
Muliakanlah orang-orang Anshar dan Muhajirah
Wacana yang keluar dari Rasul saw tersebut bukanlah wacana syair, tetapi mendekati bahasa syair. Sejumlah ulama salaf dan para tokohnya terbiasa mendengarkan bait-bait syair yang didendangkan dengan lagu.
Di antara yang memper-bolehkan mendendangkan dengan lagu adalah Imam Malik bin Anas, dan Ulama Hijaz. Mereka semua memperkenankan nyanyian.
Sedangkan nyanyian yang digunakan oleh penggembala untuk gembalanya (hida’) mereka sepakat atas kebolehannya. Banyak hadist dan atsar sahabat yang berkaitan dengan nyanyian tersebut. Sebuah riwayat dari Ibnu Jurayj, bahwa dia memperkenankan Sama’. Lalu dikatakan padanya, “Bila kelak hari kiamat engkau didatangkan, kemudian didatangkan kebajikan dan keburukanmu, maka pada dua sisi yang mana posisi Sama’ Anda?”
Beliau menjawab, “Bukan dalam kebajikan, juga bukan dalam keburukan.” Artinya, Jurayj menggolongkan sebagai perbuatan mubah.
Parit (Khandaq) adalah parit yang digali oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya di Madinah al-Munawwarah. Hal itu terjadi pada tahun 626 M, yang dijadikan sebagai benteng. Musuhnya adalah suku Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan. Pertempuran ketika itu disebut dengan Perang Khandaq.
Sementara Imam asy-Syafi’i r.a. tidak mengharamkan penyimakan lagu-lagu syair. Hanya saja makruh bagi orang awam, walaupun lagunya telah digubah, ataupun sepanjang penyimakannya diarahkan untuk permainan yang bisa menolak kesaksian, digunakan untuk hal-hal yang bisa menjatuhkan harga diri, dan tidak dipertautkan dengan hal-hal yang diharamkan, maka tetap makruh.