Orang-orang yang Terpilih
| Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Riwayat dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala ridho kepadamu tiga hal; Dia
ridho kepadamu bahwa kamu menyembahNya, dan tidak
melakukan kemusyrikan kepadaNya sedikit pun; hendaknya
kamu berkait semua dengan Tali Allah dan tidak terpisah-pisah
dan hendaknya kamu memberikan nasehat kepada orang yang
diangkat oleh Allah sebagai pemimpin kamu.” (Hr. Ahmad).
Dan Allah tidak suka kepadamu (tiga hal): Katanya
dan katanya; banyak bertanya dan menelantarkan harta.
(Hr Ahmad dalam Musnadnya).
Hadits ini menunjukkan detil-detil aturan Ma’rifat kepada Allah Ta’ala dimana sang ‘arif tak lagi menghindar pada yang lainNya, karena rahasia terliput di dalamnya, yaitu tangga-tangga bagi orang yang dipilihNya dalam rangka menuju kepadaNya.
Sesungguhnya Allah mempunyai para hamba yang dipilih untuk ma’rifat kepadaNya, dan memberikan wilayah istimewa untuk mencintaiNya, dan memilih mereka untuk gabung bersamaNya, dan memuliakan mereka untuk mesra dengan mereka, mendekatkan mereka untuk munajat kepadaNya, membangkitkan mereka untuk dzikir kepadaNya, dan menggerakkan lisan mereka untuk bicara dengan hikmah
dariNya, memberikan rasa indah dari piala-piala cintaNya,
serta memberikan kemuliaan di atas makhluk-makhlukNya.
Sehingga para hamba itu tidak ingin pindah ke lain hati, tidak
ingin menambatkan jaminan kecuali kepadaNya, tidak ingin
pula yang lainNya sebagai penolong dan tempat pasrah dirinya.
Mereka melampaui yang lainnya, bukan karena banyaknya amal
ibadah. Tetapi melalui kehendak yang benar menuju Allah dan
rasa yaqin yang bagus disertai rasa wara’ yang sungguh-sungguh,
memutuskan hatinya hanya bagi Allah dan membersihkan
rahasia jiwanya dari segala hal selain Allah Ta’ala.
Kemudian Allah memberikan instisari rasa konsumsi ma’rifat,
lalu menempatkan pada hadirat KemahasucianNya. Serasa
tak sabar untuk tidak mengingatNya dan tak pernah kenyang
dengan kebajikanNya dan tidak pernah merasa istirahat jika
bertumpu pada yang lainNya.
Betapa elok mereka itu. Namun betapa sedikit jumlah
mereka itu. Betapa agung kehadiran mereka itu. Dengan
mereka itu Allah menjaga cintaNya hingga sampai melimpah pada pandangan-pandangan mereka.
Betapa indahnya apa yang mereka raih itu. Mereka adalah
kaum Zuhud yang menghindari apa yang disenangi oleh kaum
yang alpa. Mereka adalah yang mesra bergembira, di mana
orang-orang bodoh malah merasa ketakutan. Mereka adalah
hamba-hamba yang rindu, di mana orang-orang yang lalai lari
darinya.
Mereka adalah yang memandang dengan mata hati,
menembus hakikat yang tersembunyi. Ruh-ruh mereka muncul
di alam malakut. Hasrat mereka hanya dalam sirrnya, dan sirr
mereka hanya ada di sisiNya, denganNya mereka mendengar,
denganNya mereka memandang, denganNya mereka
berkehendak, denganNya mereka bergerak. Hati mereka
dengan segala kemesraannya senantiasa penuh dengan cinta
kepadaNya.
Abu Yazid al-Bisthamy ra. mengatakan: “Kebanyakan
manusia berlindung dari Iblis, padahal Iblis berlindung dariku.”
Abu Yazid ditanya, “Bagaimana ini? Sedangkan Rasulullah
al-Mustofa Saw. saja diperintahkan untuk berlindung dari Iblis,
melalui firman Allah Ta’ala, ”Katakan, Oh Tuhan, aku berlindung
kepadaMu dari rekayasa syetan..”
Abu Yazid menjawab: “Allah Ta’ala, dalam ayat tersebut,
sesungguhnya memerintahkan agar berpegang teguh kepada
Allah, menyerahkan perkara hanya kepadaNya, tentu berbeda
berlindung dari Iblis dan berpegang teguh kepada Allah.
Sedangkan Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya hamba-hambaKu tiada bagimu kemampuan
(menggoda) bagi mereka.”
Dzun Nuun al-Mishry menegaskan, “Bagi seorang ‘arif
(orang yang ma’rifat) ada dua: Api (Naar) dan Cahaya (Nur).
Api cinta dan rasa takut (khasyyah) dan cahaya ma’rifat. Secara
lahiriyah dibakar oleh api cinta dan rasa takut, dan batinnya di
cahayai oleh nur ma’rifat.”
Dunia menangis pada orang ‘arif dengan airmata kefanaannya,
akhirat tersenyum kepadanya dengan usia keabadiannya,
bagaimana syetan mampu mendekat kepada mereka, lahir
maupun batin? Kecuali sekedar lewat yang cepat kilat belaka?
Atau seperti angin lalu saja?
• Jika syetan datang melalui pandangan mata, maka api
pelajaran ruhani (‘ibrah) membakarnya.
• Jika syetan datang melalui nafsunya, maka api khidmah
kepada Allah membakarnya.
• Jika syetan datang dari arah akalnya maka api renungan
telah membakarnya.
• Jika syetan datang dari arah qalbunya, maka api rindu
dan cinta telah membakarnya.
• Jika syetan datang dari arah sirrnya (rahasia jiwanya)
maka api taqqarrub dan musyahadah telah membakarnya.
Kadang rasa takut dan cinta telah membakar hatinya, dan
pula dipadamkan oleh cahaya ma’rifat. Jika api takut dan cinta
menyatu dengan cahaya ma’rifat, semilir lembutnya angin
Ilahiyah muncul dari sutera kemesraan dan taqarrub, lalu
muncullah kebeningan llahi pada hamba, keakuannya lebur
dalam Uluhiyah sebagaimana sang hamba di zaman Azali dulu.
Abu Sulaiman ra. mengatakan, “Orang ‘arif itu bisa dibuka
jiwanya ketika ia tidur, yang melebihi dibukanya orang biasa
yang sedang sholat sekali pun. Dan lebih dari itu ia melewati
dua alam (dunia dan akhirat) tanpa ia menoleh sedikit pun
kepada selain DiriNya.”
Syeikh abu Bakr al-Wasithy mengatakan, “ Lingkaran kaum
‘arif dengan yang Dicinta (Allah) berkisar pada empat hal:
1. Kegembiraan Ma’rifat: Yang berbaur dengan pandangan
akan keindahan ‘Inayah.
2. Kemanisan Khidmah: Berbaur dengan ingatan anugerah.
3. Kemesraan bersamaNya: Berbaur dengan kelezatankelezatan kedekatan padaNya.
4. Ketakutan berpisah: Berbaur dengan perwujudan hakikat kesempurnaan QudratNya.
Dzun Nuun al-Mishry mengatakan, “Orang ‘arif itu
antara kebajikan dan dzikir, dimana Allah tak pernah bosan
melimpahkan kebajikannya dan ‘arif tak pernah kenyang
dengan dzikir kepadaNya.”
Sebagian Sufi pernah ditanya tentang firman Allah Ta’ala:
“Dan sesungguhnya, Dialah yang membuatmu tertawa dan
menangis…”
Allah menciptakan tawa-ria kepada ‘arifin melalui
kegembiraan ma’rifat kepadaNya, dan menciptakan tangis
kepadaNya atas ketakutan akan pisah denganNya, dan
Allah mematikan yang dikehendakiNya melalui pedang
pemotongNya, dan menghidupkan yang dikehendakiNya
melalui ruh kesinambungannya, agar para makhluk tahu bahwa
Dialah Yang Maha Bertindak apa yang DikehendakiNya.
Aisyah ra. ditanya, “Bagaimana orang beriman yang ma’rifat
besok dihisab?” Lalu beliau menjawab, “Bagi orang ‘arifun tidak
dihisab, tetapi mereka ditegur”.
Diceritakan bahwa suatu hari Nabi Sulaiman as. melihat
kerajaannya, lalu Allah memerintahkan angin untuk membuka
auratnya, lalu Sulaiman berkata kepada angin, “Hai kembalikan
bajuku!” Lalu angin berkata, “Kembalikan hatimu ketempatnya!”
Amboi. Indahnya bagi kaum ‘arifin, di mana Allah
mengenalkan diriNya pada mereka sebelum mereka
mengenalNya, dan memuliakan mereka sebelum mereka
mengenal kemuliaan.
Mereka adalah jiwa-jiwa dimana dirinya adalah bernuansa
ruhaniyah, hati mereka adalah samawiyah (serba langit), hasrat
mereka senantiasa dalam ridhoNya, dada mereka bergetar,
qalbu mereka penuh rasa takut dan mata mereka berlinang.
Mereka merenung lalu mereka mengetahui, mereka
menemukan lalu berangkat, lantas cahaya qalbunya dibukakan
oleh Allah.
Ada kaum yang dipilihkan untuk DiriNya
Dipilih dari zaman yang dahulu
Dipilih dari zaman sebelum fitrah diciptakan
pada mereka ada titipan hikmah dan pencerahan
Dari Buku Menjelang Ma’rifat, yang di translate oleh KHM Luqman Hakim