Nafsu, memang awal pertama yang menjadi hijab antara hamba dengan Allah swt, dan terus menerus ingin musyrik, ingin jauh, ingin menghindar dari Allah swt. Bahkan kalau perlu nafsu ingin membuat Allah swt, tunduk padanya, bukannya ia tunduk pada Allah Ta’ala.
Nafsu terus merusak harkat dan kehormatan agama dengan memanfaatkan agama, Nabi, Allah Ta’ala, untuk memberikan keuntungan duniawi. Bahkan nafsu pun terus menerus
membuat transaksi dibalik bursa akhirat yang luhur, dibalik kata syiar dan jubah religi, bahkan dibalik kata “perjuangan”, kemudian dengan selingkuhnya ditukar dengan dunia. Seluruh ubudiyah seorang hamba hanya ditimbang dengan untung rugi dunianya. Na’udzubillah!
Seorang hamba telah merasa menanjak derajatnya di hadapan Allah, dan terus berambisi untuk naik derajatnya, sampai pada titik ia baru menyadari bahwa seluruh perjalanan ruhaninya tak lebih dari nafsu yang menjijikkan.Karenanya nafsu harus ditinggalkan, dan segeralah menuju Gerbang Allah Ta’ala, maka nafsu akan tunduk dengan sendirinya.
Awal ketundukannya adalah Muthmainnahnya nafsu, lalu hanya ingin kembali kepadaNya, kemudian hanya ingin meraih ridho dan terlimpahi ridhoNya. Nafsu memang mendorong pada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati olehNya.