Merenungkan Saat Kematian

Al-Harits Al-Muhasibi
CELAKALAH engkau, wahai jiwa (an-nafs), saat ini engkau menjadi lengah, sementara Allah melihatmu… [Hindari] dari yang sedikit yang tidak bertahan lama dan hilang dalam sekejap mata.

Harus dibaca juga..

CELAKALAH engkau, jiwa! Tahukah engkau jika sesuatu yang tertutup itu dibukakan? Tidakkah engkau takut, pada saat napas telah sampai di tenggorokan utusan-utusan Allah berdatangan dan langit dengan citra-citra yang niengerikan, wajah yang masam dan kabar gembira (busyra) akan datangnya azab? Apakah pada saat itu penyesalan akan berguna bagimu? Atau kesedihanmu akan berbalas, atau tangismu akan mendatangkan belaskasih?

Celakalah engkau, wahai jiwa, segeralah bertobat untuk menjemput ajal Pergunakalah sebaik-baiknya kehidupan setiap saat karena sesungguhnya perjalananmu akan menguras daya upayamu, dan engkau setiap waktu smakin dekat pada pertemuan dengan-Nya.

Celakalah engkau, jiwa, bersungguhsungguhlah dan berusahalah untuk bersedih hati, dengan itu semoga saja engkau dapat selamat dan Kepedihan yang lebih dahsyat.

Celakalah engkau, wahai jiwa! Risaukanlah pikiranmu dengan dosa-dosa yang telah engkau lakukan di masa lalu, dan biasakanlah menangis! Keluarkanlah air matamu, sebelum ia mengalir deras di neraka Jahannam.

Celakalah engkau, hai jiwa! Mintalah pertolongan kepada Yang paling Pengasih di antara para pengasih! Mengadulah kepada Yang paling Pemurah di antara para pemurah. Tetaplah memohon pertolongan. Panjangnya masa pengaduan (syikayah)-mu janganlah membuatmu jemu, mudah-mudahan Dia akan mengasihani kelemahanmu, sehingga Dia berkenan memberikan pertolongan, sebab musibah dan cobaan-cobaan yang menimpamu begitu besar dan telah sampai pada puncaknya, sementara seruanmu sudah cukup lama.

Upaya-upayamu tidak lagi bermanfaat, jalan-jalan yang membimbing (‘ilal)-mu sudah tidak ada lagi, maka tidak ada lagi jalan keluar; tidak ada yang bisa dimintai pertolongan. Tidak ada yang bisa menjauhkan [dari azab Tuhanmu] dan tidak ada jalan keselamatan, kecuali dari Tuhan Pelindungmu.

Maka rendahkanlah dirimu kepada-Nya, dan tundukkanlah wajahmu sesuai dengan besar dan banyaknya dosa yang engkau lakukan; karena Dialah Yang mengasihi orang yang merendahkan diri dan yang tidak berdaya; Yang memberikan pertolongan kepada pemohon doa yang menyesali diri; dan Yang mengabulkan doa orang yang ditimpa kesulitan, karena —demi Allah— engkau amat begitu tergantung kepada-Nya, dan membutuhkan rahmat-Nya. Maka, bersungguh-sungguhlah memohon jalan keluar kepada-Nya, dan adukanlah kepada-Nya atas besarnya musibah, karena Yang dimintai (al-Mathiub) itu adalah Yang Maha Pemurah, Yang Diharap dalam doa (al-Mas’ul) itu adalah Yang Maha Dermawan, dan Yang dituju untuk dimintai pertolongan (al-Mustaghas) adalah Yang memiliki kelembutan kasih.

Hendaklah engkau selalu meminta pertolongan kepada-Nya, karena Dia akan menolongmu. Dan sungguh dengan permintaanmu akan pertolongan-Nya itu, Dia akan mengaruniakan pertolongan kepadamu. Jika engkau menyatakan permintaan tanpa henti, Dia akan menyempurnakan apa yang Dia karuniakan untukmu, mengabulkan permohonan, dan menyegerakan pertolongan, karena —demi Allah— jalan-jalanmu telah sempit, jalur-jalur telah tertutup, segala cara tak berguna, segala nasihat tidak mempan, dan celaan tidak bisa menyadarkanmu.

Hendaklah engkau terlihat oleh Tuhan Pelindungmu sebagai di antara yang mengalami kesempitan, bimbang, dan sungguh-sungguh memerlukan bantuan, karena, jika Dia lebih mempertimbangkan pada betapa besarnya kesalahan-kesalahanmu, sudah pasti tidak akan menolongmu. Sebaliknya, jika Dia menangguhkan dengan kemurahan-Nya untuk memberi hukuman kepadamu, Dia akan menyegerakan pemenuhan (ijabah) doa-doamu.

Doa yang lebih efektif bagi orang tidak pantas untuk dikabulkan dan diberi pertolongan, adalah yang sungguh- sungguh mengharap (thami’), kepada Yang Maha Dermawan (al-Jawwad) yang tidak diwarnai dengan amalan-amalan yang buruk (as-sayyi’at), sehingga Dia tidak memberi hukuman atas kesalahan-kesalahan (khathaya), dan berkenan memberi pertolongan kepada siapa saja yang memanjatkan doa. Padahal, pada dirinya sendiri si pemanjat doa itu tidak berhak untuk dikabulkan doanya, namun lebih karena yang memotivasinya untuk tunduk (tadharru’) adalah ma’rifat-nya akan kemurahan Yang diharap dalam setiap doa, kedermawanan dan Yang dimintai segala permohonan, dan kasih dan Yang dituju untuk memberikan pertolongan.

Maka pikirkanlah ketaatan kepada Tuhanmu yang telah engkau tinggalkan, dan usia yang telah kau habiskan tanpa taqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhan.

Betapa tidak seberapa ketaatanmu kepadaNya … Betapa sedihnya karena ketiadaan ridha-Nya … Betapa besarnya penyesalan atas apa yang telah terlihat oleh pengawasan Allah. Betapa lamanya kepiluanmu, jika Dia mengharamkanmu untuk berada di sisi-Nya di akhirat, sebagaimana Dia telah mengharamkan bagimu dan ketulusan ber-mu’amalah dengan-Nya ketika di kehidupan dunia … Dan betapa menderitanya dirimu dalam panasnya Jahannam, jika Dia belum mengampunimu.

PERIHAL AZAB NERAKA DAN TOBAT
CELAKALAH engkau! Ingatlah, apa yang sedang menimpa orang-orang yang pantas menerima azab-Nya, yaitu kobaran api neraka yang membakar di sekujur anggota tubuh meraka, sampai menuju biji-biji mata dan masuk ke seisi perut mereka.

Celakalah engkau! Apa pandanganmu tentang sakit yang diderita hati seorang manusia, ketika api neraka membakar matanya dan menjalar ke seluruh anggota tubuhnya?

Bagaimana dengan api yang menjalar ke usus dan ulu hatinya?

Bagaimana ketika lidah api merangsak masuk ke rongga jantungnya, lalu api tersebut melalap seluruh anggota jasadnya?

Celakalah engkau! Apakah engkau merasa aman, jika ini akan menjadi perihal dan atributmu — dan singkatnya, semua itu menjadi kondisi spiritual (hati)-mu esok hari?

Celakalah engkau! Kasihilah tubuhmu yang lemah. Jangan engkau mempertaruhkannya [untuk terjerumus dalam suatu bahaya, peny.]. Berbelas kasihlah karena kecilnya peluang kesanggupanmu, dan janganlah berbohong.

Jika engkau tidak mengasihi tubuhmu sendiri, siapa lagi yang akan mengasihinya? Dan jika engkau tidak berbelas kasih kepadanya, lalu kepada siapa lagi engkau berbelas kasih?

Demi Allah, jika engkau bertobat, kembali kepada-Nya dan taat, aku tidak bisa menjamin bahwa Dia tidak akan mengembalikanmu kepada keadaan semula dan memaafkanmu. Maka mintalah maaf kepada-Nya — sehingga Dia tidak menghalaumu — dan engkau tidak akan mendapatkan maaf itu selain dari-Nya.

Bergegaslah meminta pertolongan kepadaNya sebagaimana laiknya orang yang begitu cemas di saat akan binasa. Tunduklah dengan ketidakberdayaanmu kepada-Nya sebagaimana laiknya ketidakberdayaan orang yang akan tenggelam. Mohonlah kepadanya, seperti laiknya permintaan bantuan orang yang mendekati kehancuran, karena permohonan orang yang meminta bantuan itu didengar, dan Allah-lah Yang menyeru [hamba-hamba-Nya untuk berdoa] dan mengabulkan doa itu. Hanya Yang Maha Pemurah yang memberikan karunia karena adanya permintaan bantuan (al-istighatsah), dan terketuk karena adanya permohonan (ath-thalab), Dia tidak menghendaki — kepada siapa saja yang memintaNya — untuk tidak mengabulkan doa itu.

Akan tetapi, hendaklah orang yang mendapatkan karunia itu berdoa sesuai dengan kesulitan yang dihadapinya. Hendaklah dia mengulang-ulang dalam permohonannya itu sesuai dengan derajatnya yang miskin [di hadapan Allah], karena tanpa dilakukan secara berulang-ulang (taqshir) dalam doanya itu menjadi alasan tertolaknya orang-orang yang memohon pertolongan.

Adapun bagi orang yang dibukakan pintu oleh Allah untuk memohon, dan diberi karunia untuk berendah diri kepada-Nya, betapa besar karunia yang diberikan kepadanya itu, dan dia sadar bahwa dirinya diberi karunia yang tak pantas baginya. Kemudian, dia terus- menerus dan mengulang-ulang permohonanya, tentu saja Allah tidak akan mengecewakan doanya itu, dan menghalang-halangi pemenuhan (ijabah)-nya.

Yang Maha Pemurah memiliki rasa segan — dengan kemurahan dan kedermawananNya — untuk menolak orang yang menginginkan dan mengadu kepada-Nya.

Teruskanlah, jangan sampai engkau merasa jera. Karena orang yang berada dalam keadaan sepertimu tidak pernah jera ber-tadharru’ (merendahkan diri), karena begitu parahnya kemiskinannya dan dahsyatnya musibahnya.

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.