Keteladanan Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i
Mari kita renungkan, agar diri kita dijauhkan dari kesombongan, egoism, kekerasan, sikap yang jauh dari kasih saying, melalui sekelumit kisah teladan Syeikh Ahmad ArRfa’I, dari sekian tak terhingga perilaku kemuliaannya:
1. Beliau sering mengunjungi tempat orang-orang berpenyakit kusta. Tidak sekedar mengunjungi, tetapi mencuci bersih pakaian orang-orang berpenyakit kusta yang sangat menjijikkan menurut umumnya orang. Orang-orang itu dirawat beliau, dan diberi makanan, dan makan bersama-sama dengan mereka tanpa sedikit pun merasa jijik.
2. Ketika Syaikh Ahmad Al Rifa’i seringkali dating dari bepergian memabawa kayu bakar. Kayu-kayu itu beliau bagikan kepada orang-orang sakit, orang buta, orang-orang tua dan orang yang membutuhkannya. Syaikh Ahmad Rifa’i berkata, “Mendatangi orang-orang yang semacam itu adalah wajib bagi kita dan bukan sekedar sunnah. Nabi Saw bersabda : “Barang siapa yang memuliakan orang tua muslim, maka Allah akan meluluhkan orang untuk memuliakannya jika ia sudah tua”.
3. Beliau selalu menunggu lewatnya orang buta, ketika ada orang buta lewat dipegangnya dan dituntun serta diantar sampai ke tujuan. Bahkan kasisayangnya pada semua makhluk, juga kepada binatang. Dikisahkan ada seekor anjing menderita penyakit kusta. Kemana saja anjing itu pergi, ia selalu diusir orang. Anjing itu kemudian dipelihara oleh Syaikh Ahmad Al-Rifa’i. Anjing itu dimandikan dengan air panas, lalu diberi obat dan makanan, sampai anjing itu sembuh . Kalau ada orang yang bertanya tentang apa yang telah diperbuatnya Syaikh Ahmad Rifa’i selalu berkata , “Aku selalu membiasakan pekerjaan yang baik.”
4. Suatu ketika beliau dihinggapi nyamuk, dan dibiarkannya nyamuk itu, siapa pun tak diizinkan mengusirnya. “Biarkanlah dia meminum darah yang dibagikan Allah kepadanya,” katanya.
5. Ada seekor kucing sedang nyenyak tidur di atas lengan bajunya. Waktu shalat telah masuk. Syaikh Ahmad Rifa’i lalu menggunting lengan bajunya itu karena ia tidak sampai hati mengejutkan kucing yang sedang lelap tidur itu. Seusai shalat, lengan bajunya itu diambil dan dijahit lagi.
6. Jika ada orang minta dituliskan wafak kepadanya, maka Syaikh Ahmad Rifa’i akan mengambil kertas lalu ditulis tanpa pena. Anehnya, sewaktu ada orang memberikan kertas yang pernah ditulisnya tanpa pena setahun sebelumnya, ia menolak untuk menulis ulang di atas kertas itu sambil menjelaskan bahwa kertas itu sudah pernah ditulisinya.
7. Syaikh Ahmad Rifa’i ialah ia tidak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Apabila ia dimaki orang, ia hanya menundukkan kepala dan bersujud mencium bumi dan menangis serta meminta maaf kepada orang yang memakinya. Syaikh Ahmad Rifa’i pernah dikirimi surat oleh Syeikh Ibrahim al-Basity yang isi suratnya merendahkan martabatnya. Syaikh Ahmad Rifa’i berkata kepada orang yang menyampaikan surat itu, “Coba bacalah surat itu!” Ternyata isi surat itu adalah “Hai orang yang buta sebelah, hai Dajjal, hai orang yang membikin bid’ah, dan berbagai macam caci-maki yang menyakitkan hati.” Setelah pembawa surat itu selesai membacanya, maka surat itu diterimakan kepada Syaikh Ahmad Rifa’i, dan setelah membaca Syaikh Ahmad Rifa’i berkata : “Ini semua benar, semoga Allah membalas kebaikan kepadanya.”
Lalu Syaikh Ahmad Rifa’i berkata dengan bersyair, “Maka tidaklah aku peduli kepada orang yang meragukan aku yang penting menurut Allah, aku bukanlah orang yang meragukan.” Sebentar kemudian Syaikh Ahmad Rifa’i berkata : “Tulislah sekarang jawaban balasanku yang berbunyi :
“Dari orang rendah kepada Tuanku Syaikh Ibrahim. Mengenai tulisan Tuan seperti yang tertera dalam surat, memang Allah telah menjadikan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya dan aku mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah kepadaku dengan mendo’akan dan memaafkanku.”
Setelah surat balasan ini sampai pada Syaikh Ibrahim al-Basity dan dibaca isinya, kemudian Syaikh Ibrahim pergi. Menurut cerita, tidak ada seorang pun yang tahu ke mana syaikh itu pergi.
8. Kisah menggemparkan yang pernah dialami Syaikh Ahmad Rifa’i melakukan ibadah Haji dan ketika berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw. Saat itu terlihat tangan menjulur dari dalam kubur Nabi Saw bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi Saw tersebut. Kejadian itu disaksikan oleh banyak orang yang berziarah ke Makam Nabi Saw tersebut. Semua orang takjub dan terheran-heran dengan peristiwa aneh itu.
Setelah menyaksikan keajaiban gurunya, salah seorang murid Syaikh Ahmad Rifa’i berkata, “Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Qutub!”. Syaikh Ahmad Rifa’i menjawab, “Sucikan asumsimu tentang kequtuban”. Lalu murid itu berkata lagi, “Tuan Guru adalah Ghauts!”. Syaikh Ahmad Rifa’i menjawab lagi, “Sucikan dugaanmu tentang Ghautsiyah”.
Menurut Al-Imam Asy-Sya’rani, jawaban-jawaban Syaikh Ahmad Rifa’i atas simpulan muridnya adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad Al-Rifa’i sejatinya telah melampaui “Maqaamat” dan “Athwar”, karena ketinggian derajatnya , kualitas maqam-nya, dan dekatnya dengan Allah sehingga tidak diketahuinya maqam, meski terdapat beberapa maqam.
Tentang waktu wafatnya Syaikh Ahmad Rifa’i tidak terdapat keseragaman. Sebagian menyatakan Syaikh Ahmad Rifa’i wafat tahun 578 H di al-Batha’ih, yang lain menyatakan Syaikh Ahmad Rifa’i wafat di Umm Ubaidah pada 22 Jumadilawwal 578 H atau 23 September 1183 M. Namun ada pula yang menyatakan Syaikh Ahmad Rifa’i wafat pada hari Kamis, waktu Dhuhur, tanggal 12 Rabbiul awwal 570 H dengan mengucapkan dua kalimah syahadat.