Syekh Abu Nashr as-Sarraj —rahimahullah— berkata: Sebagian kaum Sufi ada yang bercerita: Aku pernah tinggal bersama asy-Syibli dan aku rnendengarnya berkata, “Allah memerintah bumi untuk menelanku jika dalam diriku ada keutamaan sejak sebulan atau dua bulan untuk menuturkan jibril dan Mikail a.s.”
Aku mendengar al-Hushri berkata: Asy-Syibli berkata kepadaku: “Jika dalam benak Anda pernah terbersit untuk menuturkan Jibril dan Mikail maka Anda telah syirik.”
Sementara itu aku melihat banyak orang yang mengingkari apa yang dikatakan asy-Syibli, karena Jibril dan Mikail memiliki posisi khusus di sisi Allah, dimana mereka termasuk malaikat yang didekatkan kepada Allah (al-muqarrabin).
Dalam sebuah hadis disebutkan, “Aku melihat Jibril seperti alas pelana yang lusuh. Akhirnya aku tahu bahwa ia memiliki keutamaan ilmu dan rasa takut pada Allah lebih dariku.” (al-Hadis).
Mereka kemudian bertanya: Kalau Rasulullah saja menyatakan keutamaan Jibril atas dirinya, lalu bagaimana seseorang bisa mengatakan sebagaimana di atas?
Aku akan menjawabnya — semoga Allah memberi taufik: Sesungguhnya ucapan orang yang sedang wajd dan tak mampu mengendalikan dirinya karena dzikir kepada Allah Swt. adalah bersifat global dan tidak terinci. Bisa jadi ucapan yang bersifat global ada pendahuluan yang tidak sampai kepada orang yang mendengarnya. Ini berbeda dengan ucapan yang bersifat terinci, dimana ia diucapkan secara jelas dan terinci. Sedangkan ucapan yang bersifat global tidak demikian.
Sementara ucapan yang dikisahkan dari asy-Syibli tersebut masih bersifat umum yang ada pendahuluan sebelumnya. Jika seorang yang berakal sehat mendengar mukadimah sebelumnya tentu ia tidak akan bermaksud keji terhadap apa yang diucapkan asy-Syibli. Tapi jika ia tidak mendengar pendahuluannya maka wajar saja ia akan berniatjahat seperti itu lalu hatinya mengingkari.
Abu Muhammad an-Nassaj menuturkan: Ada seseorang datang pada asy-Syibli. Ia bertanya tentang bentuk rupa jibril a.s. Kemudian asy-Syibli menjelaskannya: Aku pernah mendengar dalam sebuah riwayat, bahwaJibril a.s. mampu berbahasa tujuh ratus bahasa, ia juga memiliki tujuh ratus sayap. Di antara sayap-sayap tersebut ada dua sayap. Jika salah satunya direntangkan maka akan menutupi ke seluruh bagian timur, dan jika satunya lagi direntangkan akan menutupi seluruh bagian barat. Lalu mengapa Anda bertanya tentang malaikat yang dunia ini bisa hilang ditutupi oleh kedua sayapnya dan Anda ingin melihat bentuk rupanya yang jelas akan menutup seluruh ufuk? Kemudian asy-Syibli berkata kepada orang tersebut, “Ya!”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa bentuk rupa Jibril ketika berada di sisi Kursi seperti rantai yang ada di atas baju besi. Kursi, Jibril dan ‘Arasy bersama seluruh makhluk di alam malakut jika tampak kepada orang-orang berilmu (ma’rifat) mereka hanya seperti pasir di hamparan yang tandus.
Kemudian ia berkata: Wahai orang yang bertanya, ini adalah ilmu yang dimunculkan. Kemudian apakah ilmu-ilmu seperti ini akan sanggup dipikul oleh jasad, atau mampu dibawa oleh tubuh, atau bisa ditangkap oleh akal, atau bisa dilihat oleh penglihatan mata atau bisa masuk ke dalam lubang telinga? Dengan itu semua akan kelihatan, bahwa semua dari-Nya, dengan-Nya dan kepadaNya. Allah memilih untuk menutupi Kerajaan-Nya yang tidak akan cukup untuk yang lain. Dan andaikan dibukakan sebesar dzarrah dari ilmu tersebut, maka tak akan ada rumah yang bisa tetap di bumi, pepohonan tidak akan sanggup bertahan, lautan tak akan sanggup mengalir, malam tak akan bisa gelap dan siang tidak akan bisa memancarkan sinar. Namun Dia Mahabijaksana lagi Mahatahu, bahwa mereka tidak akan sanggup memikul semua itu.
Lebih lanjut asy-Syibli mengatakan: Wahai orang yang bertanya, sesungguhnya Anda bertanya tentang Jibril a.s. dan kondisinya, maka Allah akan memerintah bumi untuk menelanku jika dalam diriku ada keutamaan sejak sebulan atau dua bulan untuk menuturkan jibril dan Mikail as.
Jelaslah bagi kita, apabila ucapan tersebut merupakan ucapan yang masih terkait dan memiliki mukadimah sebagaimana yang telah kami sebutkan, sehingga maknanya menjadi jelas dan gamblang. Kemudian orang yang berusaha mencari kesalahan orang lain bermaksud untuk mengutip sebagian ucapan yang menjadi kontroversial, lalu dengan sengaja menuturkannya kepada orang lain yang sama sekali tidak tahu apa maksudnya, sehingga lidahnya menghujat wali-wali Allah dan orang-orang khusus tanpa dasar dan alasan yang benar, maka tindakan ini adalah termasuk dosa besar. Semoga Allah memberi taufik kepada kita.
TENTANG KONDISI SPIRITUAL ASY-SYIBLI YANG DIINGKARI OLEH BANYAK ORANG
Syekh Abu Nashr as-Sarraj —rahimahullah— berkata: Di antara kondisi spiritual asy-Syibli yang mereka ingkari adalah, bahwa ia pernah mengenakan pakaian yang sangat mahal, tapi kemudian ia melepas dan membakarnya di atas api.
Disebutkan bahwa ia pernah mengambil sepotong anbar (sejenis parfum) lalu ia bakar di atas api. Kemudian menyerap asapnya di bawah ekor keledai. Disebutkan bahwa ia berkata: Andaikata dunia ini (senilai) sesuap nasi yang ada di mulut anak kecil, maka kami akan menyayangi anak kecil tersebut.
Sebagian orang menuturkan: Aku pernah datang pada asy-Syibli, aku melihat di depannya terdapat buah badam dan gula yang sedang ia bakar.
Juga disebutkan bahwa ia pernah mengatakan: Aku berharap andaikan dunia ini adalah sesuap makanan, dan akhiratjuga sesuap makanan, lalu aku telan ke dalam mulutku, sehingga aku biarkan makhluk tak lagi membutuhkan perantara pada Allah.
Dikisahkan, bahwa ia menjual harta kekayaannya yang tak bergerak. Dari penjualan itu ia mendapatkan uang yang sangat banyak. Ia tidak mau berdiri dari tempat ia menerima uang itu sehingga seluruh uangnya dibagi-bagikan kepada semua orang. Sementara ia tidak menyisakan sepeser pun untuk keluarganya.
Orang-orang mengatakan: Contoh-contoh sperti ini sangat bertentangan dengan ilmu (syariat). Sebab Rasulullah Saw. melarang umatnya untuk menyia-nyiakan harta tanpa guna. Lalu siapa imam yang dianutnya ketika ia memberikan hartanya dan tidak menyisakan sedikit pun untuk keluarganya?
Jawabannya adalah, bahwa imam yang diikuti adalah Abu Bakar ash-Shiddiq saat ia mengeluarkan semua yang dimiliki. Maka pada saat Rasulullah bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Ia menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya.” Tapi Rasulullah tidak mengingkari apa yang dilakukan Abu Bakar.
Sedangkan pengertian menyia-nyiakan harta tanpa guna adalah jika harta itu digunakan untuk maksiat kepada Allah. Dan jika ada seseorang menggunakan satu (mata uang) untuk maksiat kepada Allah, maka itu juga disebut menghambur-hamburkan harta tanpa guna. Tapi jika ia menggunakan seratus ribu dirham untuk keperluan yang bukan maksiat maka tindakan itu juga tidak disebut menghambur-hamburkan harta tanpa guna.
Sementara apa yang ia bakar itu karena ia anggap akan mengganggu hatinya dalam mengingat Allah.
Allah telah menuturkan hal ini dalam kisah Nabi Sulairnan bin Dawud dimana Dia berfIrman:
“Dan Dawud Kami anugerahi (seorang putra) Sulaiman, Ia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia aniat taat (kepada Tuhannya,). (Ingatlah) ketika kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan cepat berlari pada waktu sore itu diperlihatkan kepadanya, maka ia berkata, ‘Sesungguhnya aku menyukai barang yang baik (kuda) sehingga melupakanku untuk ingat pada Tuhanku sampai kuda itu tertutup dari pandangan.’ (Ia berkata): ‘Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.’ Lalu ia mulai mengusap kaki dan lehernya.” (Q.s. Shad: 30-3).
Dikisahkan, bahwa ia memiliki tiga ratus kuda Arab yang tidak pernah dimiliki oleh raja-raja sebelum dan sesudahnya. Kuda itu diperlihatkan padanya, sehingga hatinya hanya disibukkan oleh urusan kuda-kuda tersebut, hingga telat waktu shalat Ashar. ketika itu ia mengatakan, “‘Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.’ Lalu ia mulai mengusap kaki dan lehernya.” Kemudian ia memotong urat besar dan memenggal kepalanya. Kemudian Allah mengembalikan matahari pada posisinya semula di saat shalat Ashar, sampai ia melakukan shalat Ashar. Demikian yang disebutkan dalam sebuah riwayat Hadis. (H.r. Ibnu Mandah dan Ibnu Syahin, dari Asma’ binti Umais, dan Ibnu Mardawaih dari Abu Hurairah).
Searti dengan masalah ini apa yang diriwayatkan dan Rasulullah Saw, bahwa saat Perang Khandaq, Rasulullah telat melakukan shalat Ashar. Oleh karenaya Rasulullah merasa sangat sedih, sampai ia berkata, “Mereka telah membuatku sibuk sehingga tidak sempat melakukan shalat Ashar. Semoga Allah memenuhi hati dan rumah mereka dengan api.” (H.r. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Abu Dawud dari Ali).
Sebelum itu mereka sering menyakiti Rasulullah Saw, memukul, mengusir, mengejek dan melemparinya dengan kotoran binatang dan darah. Namun pada saat itu Rasulullah tidak mendoakan jelek kepada mereka kecuali ia hanya berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak mengerti.” (H.r. Ibnu Hibban dan al-Baihaqi dari Sahl bin Saad). Namun tatkala mereka membuat hati Rasulullah tersita oleh kesibukan perang, sehingga telat melakukan shalat Ashar, Rasulullah mendoakan jelek kepada mereka karena saat itu Rasulullah berada dalam kondisi sangat wajd.
Tentu Ini lebih sempurna dalam memberikan arti dari apa yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman a.s.
Jika ada orang bertanya: Apa makna dan rahasia dikembalikannya matahari ke posisi semula dalam kasus Nabi Sulaiman dan tidak dikembalikan lagi dalam kasus Rasulullah?
Maka jawabannya adalah: Sebab Rasulullah Saw. diutus dengan membawa agama yang penuh toleran (al-Hanajiyyatus-Sainhah), sehingga hal itu diperkenankan untuknya. Disamping alasan tersebut adalah karena Nabi disibukkan oleh kewajiban yang lain, sehingga ia tidak bisa melakukan kewajiban shalat Ashar, dimana menggali parit adalah urusan jihad membela agama Allah. Maka tatkala kewajiban jihad menghalanginya untuk melakukan kewajiban shalat ia diperkenankan untuk melakukannya. Sedangkan Nabi Sulaiman tidak ada kewajiban atau sunnah lain yang menghalanginya untuk mengingat Allah. Oleh karenanya ia tidak mendapat keringanan seperti yang terjadi pada Rasulullah Saw. Sementara penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan diberi keringanan adalah lebih sempurna daripada dikembalikannya matahari ke posisi semula dalam kasus Nabi Sulaiman. Dan andaikata Nabi Sulaiman diberi keringanan seperti Nabi Muhammad tentu matahari tidak akan dikembalikan lagi pada posisinya semula.
Sesungguhnya dalam pandangan ahli hakikat, apa saja yang menyibukkan hatinya sehingga melupakan Allah, baik urusan dunia maupun akhirat, semua itu adalah musuh-musuh mereka. Mereka akan mencari jalan selamat dari hal-hal tersebut sebisa mungkin. Dan mereka menghendaki tidak ada suatu kelebihan apa pun selain Allah. Dan semoga Allah memberi taufik kepada kita.
Adapun ungkapan asy-Syibli, “Aku menginginkan dunia ini adalah sesuap makanan yang aku suapkan di mulut orang Yahudi.” maka itu tak lain karena remehnya dunia dalam pandangannya.
Banyak Hadis yang meriwayatkan tentang tidak bernilainya dunia.
Rasulullah bersabda, “Dunia itu terlaknat, dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya.”
Nabi juga bersabda, “Andaikata dunia ini di hadapan Allah memiliki nilai seberat sayap nyamuk maka Allah tidak akan memberi minum pada orang kafir sekalipun hanya seteguk air.”