”Dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan lurus (istiqomah) di atas jalan itu (thariqah) benar-benar niscaya Kami beri limpahan air (ruhani) yang berlimpah ruah.” (Al-Jin 16)
”Tunjukkan Kami ke Jalan yang Lurus (Istiqomah)”.
Cukuplah dua ayat itu mengingatkan kita betapa sangat pentingnya istiqomah dalam menjalankan agama ini. Bagi mereka yang berthariqat Sufi, menapaki Jalan Thariqah merupakan keharusan dalam istiqomahnya. Sampai ia Iqomah (menetapkan keteguhan hatinya di hadapanNya), dan Muqim (menjadi penghuni Rumah Ilahi).
Namun istiqomah seringkali memembebani nafsu kita, karena nafsu akan terus berontak dengan konsistensi ubudiyah, bahkan cenderung mencari-cari keberuntungan yang sesuai dengan kesenangan dan kenikmatan nafsunya, baik keberuntungan lahir maupun batin. Nafsulah yang menghambat Istiqomah kita, dan terapinya adalah taubat dan ketaqwaan.
Hamba Allah bisa istiqomah bila dilimpahi hidayahNya, dan karena itu kita harus terus memohon hidayah itu setiap saat. Dalam lembah istiqomah itulah air jernih syurgawi melimpah, cahaya-cahaya hidayahNya membias, lurus menuju kepadaNya.
Tentu kendala-kendala Istiqomah harus disingkirkan. Antara lain: Berharap pada karomah; senang melihat hasil amal ibadah; merasa mampu istiqomah; puas dan bangga dengan istiqomahnya sendiri; menunggu hasil istiqomah; dan lainnya.
Tanpa menghilangkan kendala-kendala tersebut, Istiqomah terasa berat. Apalagi Iqomah. Namun, lihatlah betapa Cintanya Allah kepada orang-orang yang Istiqomah, dan betapa luhurnya CintaNya itu, lebih dari semua kemuliaan dibalik Istiqomah itu sendiri.