Arifun : Cendekiawan Allah

Rasulullah saw, bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkan Al-Qur’an. “(Hr. Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Tirmidzi serta Ibnu Majah)

Harus dibaca juga..

Hadits ini menunjukkan bahwa kebajikan itu benar-benar ada pada orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya. Karena dalam Al-Qur’anul ‘Adzim ada hikmah-hikmah luar biasa dan rahasia yang dalam, serta ada perilaku yang sangat luhur.
Al-Qur’anlah tali Allah yang agung, dimana orang-orang maraih petunjukNya dan mereka yang sampai menjadi sampai di hadapanNya.
Al-Qur’an adalah akhlaq Rasulullah saw,  dan Pintu Allah Ta’ala, Mu’jizat Abadi dan Cahaya yang tak pernah tertirai.
Dari Al-Qur’anlah ruh kaum ‘arifin meraih rahasia ma’rifatnya. Sedangkan ma’rifat yang tidak bersumber padanya, hanyalah dosa dan sesat belaka.
Siapa yang mewujudkan hakikat dengan mengenal Al-qur’an yang agung, maka ia telah menjadi ‘arif, dan rahasia Robaniyah, Malakutiyah dan Mulkiyah tersingkapkan padannya.
Manakala ia mengenalNya, ia terus menerus bangkit berjuang, ingin terus bertambah pengetahuannya pada Allah swt, dari berbagai segi, disiplin sebagaimana dalam Al-Qur’an yang agung.
Orang-orang ‘Arifun adalah orang yang sangat mendalam ilmunya, dan mereka mengatakan, “Aku beriman kepada Allah.” Dan kepadaNyalah akhir dari sebuah perjalanan dan hasratnya. Dari Nyalah ia keluar, menghayati dan meraih.
Maka dikatakan bagi mereka: “Cendekianya Allah”. Maka dengan rahasia tersebut ia langsung bisa membedakan mana yang benar dan mana yang batil.

Istidroj dan Cobaan Allah

Anak-anak sekalian………
Ketahuilah, sesungguhnya
Allah Ta’ala kadang-kadang menghiasi musuh-musuhNya dengan pakaian wali-waliNya dan pakaian para Sufi, hingga mereka terpedaya oleh indahnya waktu dengan segala kemuliaannya. Dan mereka merasa telah menjadi wali-waliNya. Padahal sesungguhynya mereka telah tertimpa Istidroj.
Kadang Allah menghiasi mereka dengan kemuliaan, pangkat dan kepemimpinan, serta posisi terhormat di hadapan publik, sehingga mereka terjebak dalam pujian manusia dan mereka menyangka bahwa mereka ini termasuk orang yang meraih keutamaan. Inipun sesungguhnya Istidroj dari Allah Ta’ala pada mereka.
Begitu pula mereka diriasi dengan ragam hikmah-hikmah yang lembut, lalu mereka terjebak dengan keindahan bahasa sastra hikmah, kemampuan mereka memahami dan kecerdasan mereka, lalu mereka menyangka dirinya telah melampaui pengetahuan semua hakikat. Padahal ini hanya Istidroj.
Bahkan kadang mereka dihiasi dengan berbagai nikmat, dan mereka tenggelam dalam kenikmatannya, lalu mereka terjebak pada keindahan dan bagusnya nikmat itu, menduka bahwa hidupnya telah bagus. Mareka menyangka bahwa dirinya telah mendapat sesuatu dari Allah Ta’ala. Padahal semua itu hanyalah Istidroj.
Allah swt, tidak membiarkan mereka hingga mereka kembali pada hakikat yang diketahui. Allah swt, berfirman : “Kami akan menimpakan istidroj sekiranya mereka tidak mengetahuinya.”
Itulah yang bisa mengotori kehidupan para murid di dunia, hingga dukanya lama, menguning warnanya, remuk jiwanya, linglung akalnya, terbanglah hatinya, dan pecahlah kepahitannya, bahkan mereka kehilangan massa.

 

Maka sudah wajib bagi orang yang berakal sehat dan berma’rifat untuk terus waspada pada Tuhannya, sebagaimana ia mewaspadai dirinya, seperti dalam ayat: “Dan Allah memperingatkan pada kalian dan jiwanya…”
“Ingatlah bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
tersembunyi dalam dirimu, maka hati-hatilah…”
Nabi saw. Bersabda: “Orang beriman tidak akan pernah tenang dengan cobaaan pedihnya dan tidak pernah merasa aman dengan hati-hatinya, hingga ia meninggalkan relung jahanam.”
Ingatlah bahwa Allah swt:

  • Menyebunyikan cobaanNya dibalik rasa sayangNya,
  • Menyembunyikan rekadayaNya dibalik kelembutanNya,
  • Menyembunyikan KeadilanNya dibalik KemuliaanNya.
  • Menyembunyikan bencinya dibalik tiraiNya yang indah,
  • Menyembyunyikan keterputusanNya dibalik kemudahanNya.

Seharusnya sebagai hamba tidak berpegang dan mengandalkan kebaikan dirinya, banyak kebajikan yang dilakukannya. Betapa banyak:

  • Orang yang terhiasi sebagai sang penempuh Jalan Menuju Allah nyatanya ia tertolak.
  • Orang itu tidak tahu kalau Allah swt, menghiasnya dengan pakaian kewalian dan kesufian, nyatanya ia musuh Allah swt. Tahu-tahu ia telah jauh dari Allah swt.
  • Bahkan ada yang diberi pakaian musuhnya Allah, namun akhirnya malah ia meraih hakikat kemuliaanNya. Karena Dialah Yang Memulai dan Yang Mengembalikan.

Yakni, Allah swt yang memulai dengan menempelkan baju kewalian namun dengan sifat-sifat  musuh-musuhNya, dan merias dengan pakaian musuhNya namun dengan sifat-sifat kewalianNya, lalu dikembalikan pada hakikat yang dikenal, yaitu bahwa Dialah Yang Maha Melaksanakan KehendakNya, yang bisa melimpahkan karuniaNya pada mereka yang kelihatannya tertimpa KeadilanNya, dan menimpakan KeadilanNya pada orang yang kelihatannya meraih kemuliaan.

Ingatlah bahwa Allah swt, menghiasi Iblis dengan hiasan perlindunganNya, padahal IlmuNya Allah swt telah mengenalnya, bahwa Iblis adalah  ahli laknatNya. Allah menutupi apa yang menimpa Iblis dengan kehendak yang mendahuluinya, hingga di akhirnya semuanya jadi tampak jelas.
Begitu juga Allah swt, menghiasi Bal’am (seorang tokoh dari bani Israel, yang mengingkari karunia Allah swt) dengan berbagai kewalian yang dipakaikan, namun akhirnya ia malah tergolong menjadi orang yang tertimpa kebencianNya.

Allah menenggelamkan Qorun dalam lautan kenikmatan, padahal menurut Allah ia tergolong kalangan yang ditimpa kebencianNya.
Janganlah anda terjebak bersama cobaan Allah dalam empat hal:

  1. Penampakan anugerah Nya kepadamu, tanpa anda mengetahui hakikatNya.
  2. Tutupnya Allah atas amal-amal yang sudah anda lakukan, padahal anda tidak tahu akhirnya.
  3. Allah menambahkan nikmatNya padamu, padahal kamu belum pernah mensyukuriNya.
  4. Allah memberikan banyak kepadamu, padahal kamu tidak pernah memohonNya.

Allah berkehendak demikian kadang dalam rangka mengingatkan anda atau malah sebagai Istidroj.
Yusuf bin al-Husain ra, mengatakan: Siapa yang melihat ciptaan Rububiyah saat menegakkan ‘Ubudiyah, maka ia terputus dari dirinya dan bergantung pada Tuhannya, menyerahkan perkaranya kepadaNya, maka pada saat itulah ia selamat dari efek Istidroj.

Ragam Istidroj
Yahya bin Mu’adz ra mengatakan: “Wahai orang yang tertutup oleh kenikmatan dan perlindungan, janganlah anda terjebak. Karena dibalik itu ada dampak buruk kepedihan. Janganlah  terjebak oleh waktu-waktu yang anda penuhi ibadah, karena dibalik itu ada bencana-bencana lembut. Dan jangan pula terjebak oleh sucinya ‘Ubudiyah, karena dibalik itu anda malah lalai kepada Rububiyah.”
Masalahnya seperti apa yang dikatakan oleh beliau: Wahai, betapa banyak orang yang teristidroj oleh kebajikan, betapa banyak orang teristidroj pujian padanya, betapa banyak yang tertimpa istidroj  oleh fitnah kenikmatan, betapa banyak yang hancur oleh tirai seakan-akan elok baginya.
Karena itu siapa pun yang dalam batinnya tidak bersiteguh dengan Allah Ta’ala, maka dzohirnya jelas, bahwa keragu-raguannya lebih kuat daripada yaqinnya, walaupun dzohirnya menujukkan sifat-sifatnya orang yang yaqin. Ia kehilangan cahaya batin karena terpesana oleh gerak-gerik dzohir. Ia alpa dari rumitnya dampak Istidroj karena terlalu memandang suci ubudiyahnya.
Bagi orang yang tertolong oleh Allah jangan berpegang teguh selain Allah, dan bagi yang terhinakan jangan putus dari harapan.

  • Istidrojnya aktivis dosa adalah menikmati dosanya dan terus menerus berdosa, disamping berpaling dari Allah Ta’ala.
  • Istidrojnya ilmuwan adalah upayanya mencari derajat dan posisi di tengah massa.
  • Istidronya ahli Ijtihad adalah memperbanyak dan mengagumi hasil Isjtihadnya.
  • Istidrojnya para murid (penempuh) adalah terpakunya pada anugerah dan karomah serta terpaku pada keduanya.
  • Istidrojnya kaum ‘arifin (ahli ma’rifat) adalah merasa cukup dengan kema’rifatannya bukannya kepada Allah yang dima’rifati, hingga mereka  anggap ma’rifatnya sebagai tujuan finalnya, dan mereka merasa telah mencapai kema’rifatan itu sendiri.
  • Siapa pun yang posisinya tinggi, maka Istidrojnya lebih besar serta lebih lembut.
  • Betapa banyak orang yang berdzikir tetapi sesungguhnya alpa pada Allah swt.
  • Betapa banyak orang yang takut sesungguhnya ia berani kepada Allah swt.
  • Betapa banyak orang yang mengajak menuju Allah, sesungguhnya ia jauh dari Allah.
  • Betapa banyak yang membaca Kitabullah sesungguhnya ia terlepas dari ayat-ayat Allah swt.

Abu Sa’id al-Kharraz ra mengatakan:

  • Bila aku tinggalkan dunia dan aku merasa bangga telah mampu meninggalkannya, maka rasa bangga itu lebih besar dosanya ketimbang menyimpan dunia.
  • Bila aku bisa meninggalkan aib-aib nafsu dan aku kagum bisa meninggalkannya, maka kagum itu adalah aib terbesar.
  • Bila anda berjuang dan bergantung pada wujud perjuanganmu, maka ketergantunganmu itu adalah resiko besar daripada istirahat.
  • Bila anda takut pada allah Ta’ala dan anda merasa aman dengan rasa takut, maka aman yang muncul dari rasa takut itu lebih besar dosanya.
  • Memandang kedekatan kepada Allah Ta’ala dalam aktivitas taqarrub adalah jauh yang sebenarnya.
  • Memandang  kemesraan dalam aktivitas kemesraan adalah lebihbesar untuk dijauhinya.
  • Melihat dzikir dalam dzikir adalah kealpaan terbesar.
  • Melihat ma’rifat dalam kema’rifatan adalah kemungkaran terbesar.

Seorang ahli ma’rifat  mengatakan, “Ketika  aku menyangka aku telah menemukanNya, pada saat yang sama aku telah kehilangan Dia. Ketika aku menyangka aku kehilangan Dia, saat itu aku menemukanNya. Oh Tuhanku, ketika aku meninggalkanMu Engkau mencariku. Ketika aku mencariMu Engkau menolakku. Padahal tak ada tempat kecuali bersamaMu, juga tak ada kebahagiaan selain Engkau. Sungguh Engkaulah tempat pertolongan, dan hanya menuju kepadaMu.”

Abu Ya’qub ra mengatakan, “Yang paling bodoh dilakukan hamba kepada Allah Ta’ala, manakala si hamba merasa cukup dengan ma’rifatnya di dunia ini.”
Yahya bin Mu’ad ra, mengatakan,  ”Dosa yang membuatmu sangat butuh kepadaNya itu lebih baik dibanding taat yang membuatmu bangga atas taatmu padaNya.”

Fudhail bin Iyadh ra, adalah tokoh yang banyak menangis dan sering mengulang ayat ini: “Dan tampaklah kepada mereka (berupa kebajikan) dari Allah apa yang tidak pernah mereka lakukan kepada Allah”.
Beliau katakan, “Mereka melakukan amaliah yang banyak, dengan menyangka bahwa itu semua adalah kebajikan, dan ternyata adalah keburukan, ketika tampak dari Allah bahwa mereka belum sama sekali berupaya berbuat baik.”

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.