Pengajian Jum’at Pagi,9 Rajab 546 H. di Madrasahnya
Ucapan si tamak (yang berharap pemberian orang lain) selalu penuh buar-buar dan halus yang sulit diterka. Ucapannya hanya kulit belaka, kosong dari isi, rupa tanpa makna. Orang yang tamak kosong bolong, karena hurup dalam kata Tha Ma ‘A
semuanya terdiri dari huruf kosong. Tha’ Mim ‘Ain.
Wahai hamba Allah Azza wa-Jalla, jujurlah maka anda akan beruntung. Orang yang jujur hasratnya tinggi sampai ke langit, hingga tak satu pun ucapan yang menyakitinya. Allah Azza wa-Jalla, membela seluruh perkaranya, bila anda menginginkan sesuatu, Allah Azza wa-Jalla menyiapkan bagimu. Ucapan yang penuh adab buruk, inilah jawabannya. Benarkan perilakumu, baru bicara padaku, karena dustamu membuatku diam padamu. Sejauh mana kamu menjual, disanalah aku membeli.
Anak-anak sekalian…Bila anda punya buah ilmu dan keberkahannya, tentu kamu tidak menjilat pintu-pintu raja untuk memenuhi keinginan san nafsumu. Orang yang alim tidak punya dua kaki untuk berjalan menuju pintu-pintu makhluk, sedangkan sang Zahid, dengan dua kakinya tidak berutang pada manusia.
Sang pecinta Allah Azza wa-Jalla tidak punya dua mata untuk memandang pada selain Allah Azza wa-Jalla. Sang pecinta yang tulus, jika saja bertemu sesama semuanya, tidak akan tergoda pada mereka, tidak ada yang dipandang kecuali Kekasihnya. Dunia tidak tampak besar di kedua matanya, begitu juga aklhirat. Tak ada yang besar di mata batinnya kecuali Allah Azza wa-Jalla.
Sedangkan anda tidak begitu. Mayoritas anda mengikuti yang menjerit ketakutan, dan jeritan orang yang bicara itu hanya pada lisan bukan merasuk hatinya. Jeritan kaum munafik muncul dari bibir, kepala. Sedang jeritan orang yang tulus dari hati dan batinnya. Karena qalbunya ada di depan Pintu Tuhannya Allah Azza wa-Jalla, batinnya masuk di dalamnya. Ia terus menerus bersimpuh sembari munajat sampai pintu itu terbuka dan ia masuk di dalamnya.
Sedeangkan anda? Pendusta! Demi Allah sungguh anda tidak tahu jalan menuju Pintu Allah Azza wa-Jalla, bagaimana anda menunjukkan pintu itu sedangkan anda buta? Bagaimana anda membimbing yang lain?
Anda telah dibutakan oleh hawa nafsu, watak, dan seleramu menurutinya, cintamu pada duniamu, karir pangkat tahtamu serta syahwatmu. Segeralah beranjak sebelum maksiat lahirmu masuk di hatimu, jangan sampai maiksiat menjadi hobi, hingga hobi maksiat itu menyeret anda pada kekafiran.
Siapa yang mewujudkan kepatuhannya pada Allah Azza wa-Jalla, dan ubudiyahnya hanya bagiNya ia akan dpastikan mendengarkan KalamNya. Allah Azza wa-Jalla menyebut 70 orang yang terpilih di zaman Nabi Musa as, mereka ini ingin mendengarkan KalamNya.
Kemudian Allah Azza wa-Jalla berbicara pada mereka, semuanya menjerit pingsan, kecuali satu-satunya, Nabi Musa as, dan ketika cintanya yang luar bias kepada Allah Azza wa-Jalla, mereka mengatakan, “Kami tidak mampu mendengarkan Kalam Allah Azza wa-Jalla. Wahai Musa, jadilah dirimu sebagai perantara antara kami dengan Allah Azza wa-Jalla untuk mendengarkan KalamNya.”
Lalu Allah Azza wa-Jalla berbicara pada Musa as, mereka mendengarkan dan mengulang apa yang dikatakan olehNya. Bahwa Nabi Musa as, mampu mendengarkan KalamNya, semata karena kuatnya iman, dan manifestasi taatnya dan ubudiyahnya yang nyata. Sementara mereka tidak mampu mendengarkan langsung dari Allah Azza wa-Jalla karena lemahnya iman mereka.
Seandainya saja mereka menerima apa yang dibawa oleh Nabi Musa as, dalam Taurat, mejalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, serta mereka beradab padaNya, tidak melakukan tindakan berlebihan atas ucapan mereka, niscaya mereka mampu mendengarkan Kalam Allah Azza wa-Jalla.
Aku akan menekan orang yang pendusta, munafik Dajjal. Menekan setiap orang yang maksiat pada Allah Azza wa-Jalla, dan pemukanya adalah Iblis, dan paling kecil adalah si fasik. Aku memerangi orang yang berbuat sesat dan menyesatkan yang lain. Aku mengajak agar batin tetap memohon pertolongan melalui Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billaahil Aliyyil Adzim. Kemunafikan telah bercokol di hatimu, engkau butuh Islam dan taubat, engkau butuh putus dengan riya’.
Bila apa yang aku sampaikan ini dari Allah Azza wa-Jalla, pasti akan membesar, menyebar, mengagung dan membubung tinggi, maka pada kedua kakinya akan teguh tegak, dan sayap-sayapnya mengepak ke seluruh penjuru makhluk, memasuki rumah-rumah mereka, dan mereka akan melihatnya dengan mata dan hati mereka.
Namun bila yang aku sampaikan ini dari diriku, hawa nafsuku, watak dan syetanku, serta kebatilanku, pasti akan terhapus, terlempar jauh, dalam waktu dekat akan menyempit dan terbuang, berbalik, berbelah-belah hancur. Karena Allah Azza wa-Jalla tidak pernah mendukung kedustaan, tidak menolong orang munafik, tidak memberi orang yang ingkar, tidak menambah nikmat orang yang tidak menambah nikmat orang yang tidak bersyukur.
Setiap orang yang bicara dari diri kemunafikannya, tidak akan meraih apa-apa, melainkan akan menambah luluh lantah agamanya.
Wahai para murid, kalian bicara sesuatu, tetapi kalian lari dari sesuatu itu, tidak mengamalkannya. Hai orang tuli, perdengarkan ke seluruh penjuru. Aku bikin gila kalian, bikin tuli kalian, bikin asing kalian, tetapi apa yang benar aku keluarkan untukmu.
Aku berada dalam lorong senyap, keluarkan diriku dan dudukkan diriku di kursi. Janganlah anda dusta apa yang ada di dalam dirimu yang masih terbelah di hatimu. Namun kokohkan dengan satu hati, dengan apa pun akan penuh di sana. Allah swt berfirman:
“Allah tidak menjadikan seseorang di dalam lubang hatinya dari dua hati.” (Al-Ahzaab: 4)
Hati yang mencintai Sang Pencipta dan ciptaannya tidaklah benar. Hati yang di dalamnya ada dunia dan akhirat, tidak benar. Bila hati hanya bagi Sang Khaliq, dan wajah untuk makhluk, bolehlah, sebagai cara untuk memandang demi membuat mereka penuh mashlahah, sebagai rahmat bagi mereka. Hanya orang bodoh kepada Allah Azza wa-Jalla yang membolehkan riyak dan munafik. Orang yang berpengathuan tidak bertindak demikian.
Orang bodoh maksiat pada Allah Azza wa-Jalla, orang yang berakal sehat mentaatiNya. Si Rakus akan mengumpulkan dunia demi pamer dan kemunafikannya. Orang yang memtuskan angan-angan panjangnya tidak berbuat demikian. Orang beriman berdekat-dekat dengan Allah Azza wa-Jalla dengan melaksanakan fardhu dan mencintai yang sunnah.
Ada hamba-hamba Allah Azza wa-Jalla yang senantiasa memandang semuanya sebagai fardhu (wajib), bahkan ketika melaksanakan hal yang sunnah pun ia nilai fardhu, dan mereka menegaskan, “Semuanya ini fadhu bagi kami karena posisi kami, kesibukan kami dengan ibadah sepanjang waktu, dan semua harus bagi kami.” Mereka tidak memposisikan hal yang sunnah, semuanya wajib secara total.
Mereka adalah para wali-wali Allah Azza wa-Jalla, mereka senantiasa mepunyai pengingat yang memperingatkan kesadaran, mempunyai guru yang yang mengajari mereka, Allah Azza wa-Jalla menyiapkan fasilitas belajar bagi mereka. Sang Nabi Saw, bersabda:
”Bila sorang mukmin ada di puncak bukit (sekali pun) Allah Allah Azza wa-Jalla menakdirkan seorang alim yang akan mengajarkannya.”
(bersambung)