Thariqat Membebaskan Orientasi Materialisme

Berkaitan dengan ini, saya mengutip penjelasan Ali Syari’ati, seorang sosiolog modern Islam, yang pernah mengenyam pendidikan di Perancis. Dia berpandangan bahwa manusia itu terbuat dari benda yang sebenarnya sangat hina, yakni tanah bahkan Lumpur. Tetapi dalam lumpur itu kemudian Allah meniupkan ruh. Wanafakhtu min ruuhiy, kata Allah. Lalu jadilah manusia sebagai makhluk yang memiliki dua dimensi. Di satu fihak dia adalah makhluk tanah atau Lumpur yang hina dan rendah, dan kita dapat melihat manusia memiliki kecenderungan senang kepada hal-hal yang rendah dan hina. Tetapi dipihak lain manusia juga mendapatkan tiupan ruh dari Allah, sesuatu yang teramat luhur dan mulia, dan dapat kita perhatikan manusia memiliki kecenderungan pada nilai-nilai luhur dan mulia yang bersifat ilihiah. Dari sini muncul manusia-manusia tertentu yang memiliki apresiasi yang sangat tinggi kepada spiritualitas. Mereka adalah para sufi, tokoh tasawuf, yang mengembangkan dimensi spiritualitas Islam.

Harus dibaca juga..

Apa lagi ?
Oleh Allah manusia di dudukkan pada kedudukan yang sangat tinggi, yakni sebagai khalifah Allah, Wakil Allah di muka bumi. Dan tak ada satu faham filsafat atau aliran politik tertentu, termasuk humanisme renaissance, yang memberi kedudukan tertinggi macam ini kepada manusia. Dalam faham humanisme renaissance, manusia di istimewakan hanya pada lingkup bumi yang jika dibandingkan dengan kebesaran planet-planet lainnya besar bumi tidaklah seberapa. Dengan menyandang predikat Wakil Raja Diraja, manusia mestinya menjaga amanah kedudukan itu dengan sebaik-baiknya.

Tapi kenapa harus ada komplain dari para malaikat terhadap kalam kekhalifahan manusia ?
Ya, Allah punya mau yang tidak dipahami para malaikat. Inniiya a’lamu maa laa ta’lamuun. “Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang kalian belum ketahui,” kata Allah kepada para malaikat.

Riil nya seperti apa ?
Dalam drama singkat berikutnya, sesudah itu kan Allah mengajari Adam a.s. tentang nama-nama sesuatu yang ada saat itu, yang pada gilirannya nanti menjadi prototype dari sain (ilmu pengetahuan; red). Ini yang kemudian membuat anak-cucu Adam a.s. memiliki potensi untuk mengembangkan sain. Inilah keunggulan pertama yang dimiliki manusia, bekal kemampuan mengembangkan sain.

Keunggulan lainnya ?
Selain menyandang khalifatullah, manusia juga sebagai pengemban amanat. Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (Q.S. Al-Ahzab (33):72;red). Manusia menerima amanat Allah walaupun kemudian manusia sering melakukan kebodohan.

Artinya ?
Ketika itu manusia diberi kebebasan oleh Allah; bebas untuk menentukan pilihan-pilihan. Dan kebebasan ini sangat penting sekali bagi manusia sebab untuk membedakan manusia dan makhluk lainnya terletak pada kebebasan yang demikian ini. Coba Anda lihat meja. Meja, sejak awal penciptaannya ya seperti yang Anda lihat sekarang, ia statis. Berbeda dengan manusia, Manusia oleh Tuhan diberi kebebasan, boleh beriman atau kufur terhadap keberadaan-Nya. Tubuh manusia pasti membutuhkan makan. Pada saat lapar melilit, Tuhan memberinya kebebasan untuk makan atau tidak, dan ini tidak pernah dilakukan oleh makhluk lain selain manusia. Jadi, inilah dua rahasia kenapa Allah menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya; pengetahuan dan kebebasan memilih. Dua hal ini terkait erat dengan proses penyempurnaan diri. Kembali kepada tiupan ruh oleh Allah.

Apa karena itu yang membuat seseorang pada saat-saat tertentu mengalami kerinduan kepada Allah ?
Harusnya sich tidak di saat-saat tertentu saja kerinduan itu muncul.

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.