Ada sejumlah kebingungan yang menyelimuti diri seseorang untuk mengambil keputusan. Ada bayangan-bayangan yang menyenangkan dan menakutkan ketika seseorang harus memilih. Ada sejumlah keluhan dan protes beruntun dalam diri
kita yang memuakkan. Ada kerumitan, bayang kelabu, gengsi, resiko dan ketidakpastian. Lapisan-lapisan tirai yang merumbai di hati anda. Anda mulai gemetar bukan?
Tetapi tidak ada artinya ketika semua itu menjadi jeritan-jeritan dalam jiwa anda, tanpa segera anda temukan cahaya “rasa yaqin” yang membuka semua lapisan tirai itu. Rasa yaqin itu adalah ketegasan pada diri sendiri, karena semua itu adalah luapan-luapan nafsu kita.
Tegas pada diri berarti berarti melawan ego kita, nafsu kita. Di dalamnya ada sejumlah instrumen yang mendukung, berupa hawa kesenangan, khayalan, kenikmatan, keliaran, petualangan, yang sesungguhnya adalah wujud hewaniyah (kebinatangan) kita. Hal ini juga didukung oleh sifat keras, sadisme dan serba mengalahkan yang lain demi ego itu.
Nafsu kita menjadi pintu gerbang bagi syetan, bagi sejumlah potensi keburukan, dan bagi jebakan-jebakan yang menyesatkan. Karena itu jika dibiarkan liar ia akan memproduksi sifat-sifat buruk yang jumlahnya lebih dari 100 sifat buruk kita yang begitu destruktif.
Jangan sampai kita biarkan diri kita terseret oleh musuh terbesar kita, yaitu diri sendiri. Maka tegas pada diri sendiri bukanlah melawan nafsu dengan nafsu, melawan khayalan dan imajinasi dengan khayalan baru, bukan juga melawan sifat buruk dengan cara-cara yang buruk pula.
Maka, kita sendiri memerlukan Kasih Sayang (rahmat), pemaafan pada diri sendiri, permohonan ampunan pada Allah Swt (taubat), lalu kita berdialog dengan diri sendiri, kemudian berserah diri padaNya ketika ada tekad kuat bangkit kepadaNya. Semangat itu harus tetap terjaga karena ada CintaNya di sana. Semangat yang diliputi rasa berserah kepadaNya, dan berserah diri demi menjadi wadah bagi CintaNya.
Jika anda ingin bicara, agar bicara anda tidak didorong oleh ego anda, bertegaslah pada diri sendiri, apakah Allah Swt meridhoi hatiku ketika aku bicara?
Jika anda ingin bertindak, agar tindakan anda tidak emosional, penuh semangat nafsu, bertegaslah pada diri sendiri, apakah Allah meridhoi hatimu ketika anda bertindak?
Jika anda ingin diam, agar diam anda bukan sebagai bentuk keputusasaan, maka bertegaslah pada dirimu apakah Allah Swt, meridhoi hatimu ketika anda akan diam?
Jika anda ingin menghadapNya, beribadah padaNya, agar ibadah anda tidak diikuti oleh kepentingan hawa nafsu, maka tunggalkanlah hatimu, karena Dia Yang Esa tidak mau menerima kecuali dengan hati yang satu.
Jika anda ingin tegas pada seluruh diri anda, maka lepaskanlah seluruh diri anda, kelak pasti ada katahati paling dalam tentang kebenaran.
Wallahu’alam