Dzikir ada dua arah:
– Dzikir yang menimbulkan rasa takut dan rasa takut penuh cinta.
– Dzikir yang melahirkan rindu dan cinta.
Rasa takut dan cinta adalah dzikir bagi orang yang berdzikir bersama diri sendiri, kemudian ia melihat itu semua karena Dzikrnya Allah padanya yang menyebabkan dzikirnya kepada Allah Ta’ala, kemudian ia tahu bahwa dengan dzikrullah membuat sambung pada Dzikrinya Allah pada dirinya.
Sedangkan rindu dan cinta dibalik dzikir adalah dzikirnya orang yang mengingat Dzikrnya Allah di zaman Azali, hingga tiada maujud dan sirna diri di dunia, kemudian sampai abadi. Lalu dijumpai bahwa Ingatan Allah padanya telah ada sejak Azali, abadi selamanya. Sedangkan dzikirnya sendiri, malah tercampuri kotoran syahwat, teraduk oleh kealpaan demi kealpaan.
Maka sangat berbeda jauh antara orang yang masuk pada Allah Ta’ala dengan melihat dzikirnya sendiri, dan antara orang yang masuk kepada Allah Ta’ala dengan melihat anugerah dan kemuliaanNya. Perlu diketahui bahwa dzikirnya hamba kepada Allah Ta’ala, jika dibandingkan dengan penyandaran dzikirnya Allah Ta’ala pada si hamba, ibarat debu di bawah derasnya hujan.
Dengan dzikir kepadaMu hiduplah ejekanku hai pengkhayal
Dan dengan DzikirMu kepadaku mendahului dzikirku sungguh teragung!
Engkau beri anugerah besar, hingga aku tak mampu mensyukurinya
Manalagi anugerah elokMu yang mampu kusyukuri?