Jalan Iman Sang ‘Arif
Oleh Syekh Ahmad Ar-Rifa’y (1)
“Orang yang bisa merasakan nikmatnya iman, adalah orang
yang ridho kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama
dan Muhammad Saw. sebagai Nabi.”
Rasa iman itulah yang membangkitkan ridho tersebut.
Yaitu Ma’rifat Billah Ta’ala. Sedangkan ma’rifat itu
merupakan Nur yang ditempatkan Allah Swt. dalam hati orang
yang dicintaiNya dari para hambaNya, dan tidak ada yang lebih
agung dibanding Nur tersebut. Sedangkan hakikat ma’rifat
adalah hidupnya hati bersama Sang Penghidup:
“Bukankah ia mati lalu Kami menghidupkannya?”
“Agar ia memberi peringatan kepada orang yang (hatinya)
hidup.”
“Maka akan Kami hidupkan ia dengan kehidupan yang
bagus.”
“Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila berseru
bagi kehidupan bagimu.”
Siapa yang mati nafsunya, maka dunianya menjauh. Dan
siapa yang mati hatinya, Tuhannya menjadi jauh darinya.
Ibnu Sammak ditanya, “Kapan seorang hamba dikenal
bahwa ia telah sampai pada hakikat ma’rifat?”
“Manakala ia menyaksikan Allah Swt. dengan mata
kontemplasinya, dan fana dari segala hal selain Allah Swt.”
jawabnya.
Disebutkan, “Ma’rifat adalah hilangnya memandang selain
Dia, dan selain Allah Ta’ala lebih kecil dibanding biji Sawi. “
Allah Swt, berfirman:
“Katakan: Allah. Lalu tinggalkan mereka.”(Qs. Al-An’am: 91)
Siapa yang memandang Allah Ta’ala, pasti ia tidak memandang
dunia, juga tidak memandang akhirat. Sedangkan matahari qalbu
sang ‘arif itu lebih bercahaya ketimbang matahari dunia, dan lebih
cemerlang dibanding tempat terbitnya cahaya matahari itu.
Terbitlah matahari sang kekasih di malam hari
Berpendar cahaya kemilau tak pernah sirna lagi.
Matahari siang sirna ketika malam
Sedang matahari qalbu tak pernah sirna.
Dzun Nuun ra. mengatakan, Allah Swt. menampakkan dalam
rahasia batin melalui berbagai anugerah, bagai terbitnya matahari
di muka bumi dengan cerahnya siang. Hendaknya kalian
membersihkan qalbu, karena qalbu itu obyek penglihatanNya, dan
tempat hunian RahasiaNya. Maka siapa yang ma’rifat kepada Allah
Swt. tak akan pernah memilih kekasih selain Dia Allah Swt.
Dalam hadits Nabi Saw. disebutkan:
“Allah Ta’ala menciptakan makhlukNya dalam kegelapan, lalu
Allah memantulkan dari CahayaNya. Siapa yang mendapatkan
dari Cahaya itu saat ini, ia mendapatkan hidayah, dan siapa
yang salah terhadap cahayaNya maka ia akan sesat.”
Itulah cahaya yang keluar dari keagungan anugerah yang
memantul di hati, lalu menerangi nurani, hingga menembus
hijab Jabarit, dan di alam Jabarut tak ada lagi hijab dengan Allah
Ta’ala, begitu juga di alam Malakut, sampai sang hamba dalam
kinerja dan ucapannya, gerak dan hasratnya, hidup dan matinya,
telah menuju pada cahaya itu. “Allahlah yang memberi cahaya
langit dan bumi…Dengan cahayaNya itu memberi hidayah
kepada yang dikehendakiNya.”
Bila Engkau tak bersamaku
Maka dzikir dariMu-lah yang bersamaku
Hatiku memandangMu, walau
Tak tampak di mataku.
(Dari Buku Menjelang Ma’rifat, karya Syekh Ahmad Ar-Rifa’y, diterbit Cahaya Sufi Jakarta, ditranslate oleh KHM Luqman Hakim)