Syeikh Al-Azhar Ke-Empat Puluh
Beliau adalah ulama besar yang menjadi pembela ajaran ahlussunnah wal jamaah yang membela kebebasan dalam mengikuti madzab Imam yang empat, lahir di Irak dan wafat secara syahid
di Suriah. Sebagai ulama besar beliau dikagumi oleh banyak ulama besar lainnya secara internasional dan telah menghasilkan banyak karya kitab yang juga banyak tersebar di Indonesia.
Beliau lahir di desa “Abu Ahmad”, pinggiran kota Bilbies Propinsi Syarqiyah pada tahun 1910 M. Ayahanda beliau, Syekh Ali adalah pelajar al-Azhar yang putus sekolah karena ditinggal wafat ayahnya dan mengurus adik-adiknya yang masih kecil. Cita-cita Syekh Ali beliau titipkan ke puteranya, Abdul Halim Mahmud untuk menimba ilmu di al-Azhar sampai selesai.
Setelah menghafal al-Qur’an, Abdul Halim Mahmud didaftarkan ayahnya ke Ma’had al-Azhar di Kairo pada tahun 1923 M. Ketika Ma’had al-Azhar cabang Zaqaziq dibuka, yaitu pada tahun 1925 M., beliau pindah ke sana supaya lebih dekat dengan orang tuanya. Disamping itu beliau juga belajar di Sekolah Pendidikan Guru di Zaqaziq yang dilaksanakan pada sore hari, hingga akhirnya beliau lulus pendidikan Tsanawiyah (setingkat SMA) pada tahun 1928 M.
Setelah lulus dari Sekolah Pendidikan Guru, Syaikh Abdul Halim Mahmud hendak mendaftar menjadi seorang pengajar, namun oleh ayahnya beliau disuruh untuk melanjutkan pendidikan al-Azhar Abd. al-Halim Mahmud (1910-1978) dikenang sebagai mantan rektor al-Azhar yang menulis banyak tentang Tasawuf. Ia digelari kehormatan ”Al-Ghazali dari abad ke-14 H“ karena kemampuan unik untuk mengintegrasikan dimensi eksoteris dan esoteris Islam (yang sering dianggap bertentangan). Ia pun berpengaruh besar pada tahun 1960-1970-an, saat periode Presiden Anwar Sadat, di mana revivalisme Islam memulai kebangkitannya di Mesir .
Pada tahun 1932 M. beliau meraih gelar sarjana dari al-Azhar. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Sorbonne, Perancis dan meraih gelar doktor pada tahun 1940 M.
Karier Syekh Abdul Halim Mahmud:
Dosen ilmu psikologi di fakultas Bahasa Arab al-Azhar
Dosen ilmu filsafat di fakultas Ushuluddin al-Azhar, tahun 1951 M.
Dekan fakultas Ushuluddin, tahun 1964 M.
Anggota Majma al-Buhuts al-Islamiyah
Menteri Perwakafan Mesir
Syaikh Abdul Halim Mahmud lahir pada 12 Mei 1910 di Prov. Syarqiyah Mesir. Setelah menamatkan studi di al-Azhar, beliau berhasil juga meraih gelar Doktor dengan predikat Cumlaude dari sebuah universitas terbesar di Prancis. Sewaktu duduk di bangku SD pun ia pernah lulus satu-satunya ketika mengikuti tes masuk SMA tanpa harus melalui jenjang SMP!.
Selain Guru Besar Psikologi & Filsafat dan Dekan Fak. Ushuluddin di Univ. al-Azhar, beliau juga pernah menjadi Dekan Fak. Imam Ghazali di Damaskus (1964), Sekjen Islamic Research Academy (1969), Wakil al-Azhar (1970), dan Menteri Wakaf (1971). Setelah itu terpilih menjadi Grand Sheikh of el-Azhar hingga meninggalkan dunia yang fana pada pagi Selasa, 17 Oktober 1978. Ketika itu, seluruh umat Islam benar-benar merasa kehilangan sosok imam yang luar biasa. Semoga Tuhan melimpahkan keberkatan beliau kepada kita semua, atau kepada yang mau saja!. Amin.
Syeikh Abdul Halim menyajikan tasawuf sebagai metode ilmiah yang memungkinkan orang untuk memahami realitas. Inti dari Tasawuf didefinisikan sebagai pengetahuan (ma’rifa) dari domain metafisik. Metafisika adalah ilmu yang menjelaskan aspek tersembunyi dari Allah dan menjelaskan risalah dan nubuwwahNya. Beliau menekankan adanya perbedaan Tasawuf dari ‘mistisisme‘
Ia menegaskan bahwa Tasawuf bukanlah metode takhayul, tetapi bidang ilmu pengetahuan, mengutip Abbas Mahmud al-Aqqad (w. 1964) mengatakan bahwa Ma’rifat merupakan ranah intelektual yang baik sains fisika, kognisi (fikr), atau berbagai jenis persepsi jiwa (bashirah, dll)
Pada tahun 1932 M. beliau meraih gelar sarjana dari al-Azhar. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Sorbonne, Perancis dan meraih gelar doktor pada tahun 1940 M.
Pada Maret 1973 M. beliau diangkat menjadi Syekh al-Azhar menggantikan Syekh Muhammad al-Fahham. Karena sebelumnya beliau menjadi menteri Perwakafan Mesir, beliau menjadi tahu bahwa selama ratusan tahun harta wakaf al-Azhar telah dicuri oleh pemerintah Mesir sejak kepimpinan Muhammad Ali Pasha. Untuk itu, yang pertama beliau lakukan adalah mengembalikan seluruh kekayaan al-Azhar.
Di al-Azhar beliau melakukan beberapa langkah besar, seperti membentuk pusat-pusat tahfidz al-Qur’an di seluruh kota dan propinsi, mengoptimalkan peran ma’had ibtida’iyah al-Azhar, ma’had tsanawiyah al-Azhar, ma’had askariyah (militer) dan ma’had untuk pelajar putri.
Syaikh Abdul Halim Mahmud dimasa kepemimpinannya juga mendesak pemerintah Mesir untuk menerapkan syariat Islam. Karena menurut beliau, penerapan syariat Islam adalah satu-satunya jalan untuk mengembalikan kejayaan Islam.
Tasawuf adalah kesucian (shafa’) dan penyaksian (musyahadah). Tasawuf adalah realisasi firman Tuhan, “Beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya” (QS. al-Syams:9).
Tasawuf adalah aplikasi firman-Nya, “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata untuk/karena Allah, Tuhan semesta alam” (QS. al-An’am: 162).
Tasawuf adalah wujud nyata dari firman-Nya, “Allah menyatakan bahwa tiada tuhan selain Dia. Malaikat serta orang-orang berilmu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Menegakkan Keadilan, Maha Perkasa, lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran: 18).
Tujuan Tasawuf adalah ‘bersaksi/menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah’. Namun, Tasawuf tak kenal buku!. Ketahuilah, Tasawuf tidak dapat dijangkau dengan banyak membaca. Keagungan Tasawuf hanya dapat ditempuh dengan kebeningan jiwa serta ketajaman mata hati. Bagaimana itu terjadi?
Benarkah membaca dan mengkaji dapat meraih Tasawuf? Benarkah mengenal alam ghaib secara langsung cukup dengan sebuah penelitian ilmiah? Lantas apakah pengetahuan manusia tentang kecerahan hakikat bergantung pada wawasan intelektual dan hasil risetnya? Tidak, seribu kali tidak!.
Sesuai pengalaman spiritualnya, Imam Ghazali mengemukakan bahwa ia telah membaca banyak buku Tasawuf, tapi satu-satunya penyimpulan yang kemudian ia lahirkan hanyalah bahwasanya ketinggian ilmu para wali tidak dapat diperoleh melalui belajar (ta’allum) dan mendengar (sama’), melainkan dengan mencicipi (dzauq), menjiwai (hal), dan bertukar sifat (tabaddul shifat).
Sungguh betapa besar perbedaan antara “mengenal definisi ‘sehat’ dan ‘kenyang’ serta sebab-sebab maupun syarat-syarat keduanya”, dan “merasakan sehat dan kenyang itu sendiri”. Betapa besar pula perbedaan antara “mengenal kondisi mabuk” dan “merasakan mabuk itu sendiri”. Bahkan sungguh, sang pemabuk justru sama sekali tidak mengenal apa itu kata ‘mabuk’. Beda halnya dengan seorang dokter ketika sakit, ia sangat menguasai ilmu kesehatan, namun ia sendiri kehilangan kesehatan itu.
Demikian pula, mengenal esensi zuhud, syarat-syarat, dan sebab-sebabnya, tidak sama dengan meresapi dan menghayati sifat zuhud itu sendiri dalam keseharian. Para sufi adalah arbabu ahwal (para penikmat rasa), bukan ashhabu aqwal (para penganalisa). Apa yang dapat diraih melalui belajar, mudah saja didapatkan. Capailah ilmu-ilmu yang hanya diperoleh dengan mencicipi dan merasakan.
Ibnu Sina saja ketika mendefinisikan sebuah ‘jalan kecerahan sehingga hati manusia menjadi cermin yang berkilau’, ia menyatakan bahwa jalan itu tidak dapat ditempuh melalui membaca dan meneliti, akan tetapi melalui kemauan tulus serta kesungguhan ganda. Bahkan Abu al-Hasan al-Nuri berani menegaskan bahwa Tasawuf tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah ‘ilmu’, sebab ‘ilmu’ dapat dicapai dengan belajar, sedang Tasawuf tidaklah demikian. ‘Ilmu’ tidak perlu digapai melalui ‘penyucian jiwa’ sebagaimana Tasawuf. Tentulah ‘ilmu’ yang dimaksud al-Nuri adalah semata-mata ‘ilmu kasbi‘ dan bukan ‘ilmu ladunni‘. Tasawuf 100% ilmu laduni, maka bila diperoleh melalui buku dan sebagainya, bukanlah Tasawuf namanya!.
Demikianlah wasiat al-’Arif Billah al-Imam al-Akbar Sidi Syaikh Abdul Halim Mahmud Ra., Sang Grand Sheikh of el-Azhar periode 1973-1978, disampaikan melalui catatan hatinya, “al-Madrasah al-Syadziliyah‘, terbitan Darul Ma’arif Cairo, cetakan ketiga, hal. 424 s/d 425 dan hal. 438.
Beliau juga dikenal sebagai tokoh dan Syeikh Thariqat Syadziliyah. Di makam Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandary, beliau berkhalwat berbulan-bulan, dan kelak beliau menulis buku biografi Asy-Syadzily, beliau mendapatkan pengaman ruhani luar biasa.
Syeikh Abdul Halim Mahmud merupakan pengamal tarekat SYadzuliyah yang beliau ambil dari Syeikh Abdul Fatah Qadhi as-Sabalanja, Syeikh Abdul FAtah mengambil dari Syeikh Muhammad Abdul Wahab al-Husofy, beliau mengambil dari ayahandanya dari Syeikh Hasanain al-Husofy, silsilah tarekat ini di kenal juga dengan silsilah syazuliyah al-Husofiyah, kami sebagai Muqaddim tarekat Syazuliyah al-Husofiyah di untuk kawasan luar Mesir mengajak saudara untuk mengenal lebih banyak tarekat Syazuliyah al-Husofiyah
Menurut Laily Mansur LPH dalam Ajaran dan Teladan para Sufi (2002)
Ia amat dihormati dan disegani baik kalangan rakyat, pejabat, intelektual maupun ulama mesir bahkan juga dunia islam. Setelah syaikhul akbar Mahmud Syaltout meninggal dunia, maka mesir tidak lagi diwarnai fatwa-fatwa modern dalam bidang fiqih, tetapi dengan itu mulai bangkit suatu spiritualitas baru dengan tampilnya syaikhul akbar Abdul Halim Mahmud. Masyarakat mesir mendapat curahan baru air sejuk kerohanian yang terpancar dari pribadi luhur dan ceramah-ceramahnya yang sejuk, baik melalui pertemuan-pertemuan umum maupun dalam seminar atau peringatan hari-hari besar islam.
Kehidupan sebagai seorang sufi di masa modern tergambar dalam kehidupannya sehari-hari. Penulis menyaksikan sendiri betapa hidupnya yang amat sederhana, demikian juga rumahnya yang kecil dengan perabotan yang seadanya, hanya dipenuhi oleh kitab-kitab diberbagai sudut rumah, walaupun jabaan begitu demikian tinggi. Wajahnya selalu cerah, dengan percakapan yang selalu terbatas tapi mulutnya selalu zikir dengan tasbihnya selalu berputar. Kalau bepergian ia selalu lebih banyak menggunakan bus umum daripada mobil dinasnya. Kalau ia memberikan kuliah biasanya di auditorium muhammad abduh, dan sebelum ia datang, mahasiswa sudah siap dan kalau dia sudah masuk ruangan tidak satupun yang berani masuk. Ia amat berwibawa, dihormati dan disegani.
Kedudukan Abdul Halim Mahmud bukan hanya mendapat tempat di hati rakyat, pejabat atau ulama, bahkan juga mendapat tempat di hati presiden anwar saddat. Apabila Mahmud Syaltout menjadi penasihat spiritual presiden Gamal Abdul Naser maka Abdul Halim Mahmud menjadi penasehat spiritual presiden Anwar Saddat. Konon setelah bertahun-tahun dipersiapkan oleh mesir untuk mengadakan penyerangan menghancurkan benteng bar lev yang menjadi kebanggaan dan lambang supremasi militer israel itu, tiba-tiba Abdul Halim Mahmud bermimpi bertemu rasulullah dan rasulullah memberi isyarat untuk segera mengadakan penyerangan terhadap israel. Hasil mimpi itu segera disampaikan kepada presiden anwar saddat. Setelah diadakan pertimbangan militer anwar saddat segera memerintahkan penyerangan yang terkenal dengan perang ramadhan. Benteng Bar Lev yang dibanggakan israel hancur berantakan dan israel mengalami kekalahan besar.