M. RAHIM BAWA MUHAIYADDEEN
Salam sayangku padamu, cucu-cucuku. Kemarilah, ayo kita pulang ke rumah! Matahari sedang terbenam dan hari beranjak gelap. Banyak orang-orang keluar malam ini. Di mana-mana terdapat poster dengan gambar-gambar berwarna berupa beruang, singa, harimau, anjing, dan banyak jenis binatang lainnya . Ayo kita lihat apa yang tertulis dalam poster-poster itu. Nah, itu sebuah sirkus! Lihat, di sini ada parade binatang! Mari kita menonton binatang-binatang dan para pemain akrobat. Lihatlah mereka menari dan berjungkir balik naik-turun.
Sekarang para petugas sirkus telah memasang tenda-tenda. Akankah kita masuk ke dalam dan menyaksikan pertunjukkan? Wow, menakjubkan! Lima atau enam pemain sirkus sedang memanjat ke atas puncak tangga satu sama lain dan melakukan jungkir balik. Pemain-pemain yang lain melayang dan berayun-ayun dari satu tongkat ayunan ke tongkat ayunan lain, berputar-putar di udara, dan menangkap masing-masing tangan dan kaki pemain yang lain. Pemain-pemain sirkus itu dapat mempertontonkan begitu banyak tipuan yang berbeda-beda.
Kasihku untukmu, cucu-cucuku. Dapatkah kalian lihat monyet di sebelah sana? Monyet itu sedang berayun-ayun dan melompat laiknya para pemain akrobat dan pemain tongkat ayun. Kelihaian-kelihaian itu muncul alami bagi seekor monyet, tetapi pemain-pemain sirkus harus belajar bagaimana melakukannya.
Mungkin saja mereka belajar dengan menyaksikan monyet itu. Berayun-ayun pada sebuah tongkat ayun dianggap sebagai suatu seni yang hebat, tetapi aku telah menyaksikan tontonan-tontonan yang lebih baik di hutan, di mana monyet-monyet berpegangan pada tanaman rambat dengan tangan dan kaki mereka, bergantungan disertai jungkir balik, dan meloncat dari tanaman rambat yang satu ke tanaman rambat berikutnya.
Memang, kelihaian-kelihaian pemain sirkus itu menyenangkan untuk dilihat. Dia dapat melayang di udara, berpegangan pada tongkat ayunan dengan kakinya, kemudian memutar dan melakukan banyak hal yang mengagumkan. Hanya dengan mengenakan celana pinggang ketat, para pemain sirkus bermain dengan penuh keceriaan naik-turun di udara, tetapi tidak dapat bertahan di sana. Dia mesti turun ke tanah.
Orang dapat melakukan begitu banyak kelihaian yang berbeda-beda di semua wilayah, baik di tanah maupun di udara.
Kadangkala dia bahkan kelihatan tidak bergantung pada sesuatu pun. Bagaimanapun, jika kita melihat hal ini dengan kearifan, maka akan melihat bahwa dia hanyalah meniru tingkah laku monyet-monyet. Berarti siapa sebenarnya guru orang itu? Monyetkah?
Pernahkah engkau menyaksikan semua yang terjadi di sirkus ini? Oh, lihatlah ke seberang sana! Dua monyet sedang bertarung dan saling memukul satu sama lain dengan sangat keras.
Monyet-monyet itu terlihat seperti sedang bertinju. Kangurukanguru juga saling bertinju dengan menggunakan tangan dan kaki mereka dan kadang pula dengan menggunakan moncong dan kepala mereka.
Kasihku untukmu, cucu-cucuku. Mangapa manusia meniru gerakan-gerakan itu? Agar mereka bisa menjadi terkenal. Orangorang memuji kelihaian-kelihaiannya dan menyebut keberhasilan-keberhasilannya sebagai keajaiban. Dia senang bertinju seperti seekor kanguru dan berayun-ayun di udara seperti seekor monyet. Tetapi siapakah yang paling baik di antara mereka semua dalam bertinju? Kanguru. Dan siapakah yang paling baik dalam berayun-ayun di udara? Jelas monyet. Mengapa? Sebab perilaku ini alamiah bagi mereka.
Cucu-cucuku, meskipun orang telah belajar meniru perilakuperilaku monyet, mereka belum menemukan apa sebenarnya karya dari manusia yang sejati itu. Ada sisi lain dalam kehidupan manusia yang tidak dipelajarinya. Dia tidak mempelajari sifatsifat dan tindakan-tindakan Tuhan. Dia tidak belajar untuk mencintai Tuhan atau untuk meyakini-Nya. Manusia tidak menyadari keesaan dan kearifan Tuhan, cahaya dan integritas-Nya, kedamaian dan ketenteraman-Nya, kesadaran dan keadilan-Nya. Manusia tidak mempelajari sifat-sifat Dzat yang adalah cinta tak tertandingi dan Penguasa keagungan Yang tak dapat diduga. Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang sempurna dan istimewa, sayangnya dia telah melupakan hal ini.
Malahan, manusia belajar dari binatang, yang bahkan tidak memiliki kearifan analitis. Binatang-binatang itu berak di tempat di mana mereka makan, dan tidur di tempat di mana mereka berak. Itulah yang dipelajari manusia. Sebagaimana ikan berenang di air, manusia belajar untuk berenang di dalam air.
Kuda dan binatang-binatang lain dapat berlari dengan kencang melintasi daratan, dan manusia juga belajar untuk berlari sangat cepat. Burung-burung terbang di udara, dan manusia belajar untuk membuat sayap dan terbang. Burung-burung tertentu menukik ke dalam air untuk menangkap ikan, dan manusia belajar untuk menukik ke dalam air seperti mereka. Manusia meniru perilaku-perilaku kanguru, monyet, kambing, lembu, naga yang mengeluarkan api dari mulut mereka, keledai, ular, merak, burung gagak, kucing, tikus, anjing, rubah, dan banyak lagi binatang lainnya. Dia mempelajari kelihaian-kelihaian mereka dan mengadopsi sifat-sifatnya.
Cucu-cucuku, jika engkau menengok kembali pada pengalaman-pengalamanmu sendiri, maka engkau dapat melihat bagaimana manusia meniru binatang. Dia belajar untuk meniru hal-hal yang kurang berarti dari makhluk Tuhan, tetapi melupakan segala hal yang menjadi milik Tuhan. Kearifannya, sifat-sifatnya, dan tindakan-tindakannya merosot tajam, meski penampakan luarnya tidak berubah. Dia masih memiliki wajah, tangan, dan mata yang sama. Tetapi dia lebih suka untuk bermain, menikmati sifat-sifat binatang tersebut dan menari, berenang, serta melompat.
Demikianlah manusia hadir dalam keadaannya sekarang ini.
Dia tidak mengubah sedikit pun untuk kebaikan. Dia tidak memahami kekuasaan Tuhan — yang cinta dan rahmat-Nya demikian kuat, tak berakhir dan tak terbatas. Hanya jika dia berpaling pada kekuasaan itu, jika dia mencapai kearifan dan sifat-sifat Tuhan, betapa banyaknya dia belajar! Tuhan menciptakannya sebagai manusia dan memberinya suatu kehidupan yang benar-benar lain dan istimewa, dipenuhi dengan cinta, kasih, dan kearifan. Dia dilahirkan sebagai sebaik-baik makhluk, tetapi dia tidak berpaling menuju jalan-jalan Tuhan Yang menciptakannya. Bukankah ini sesuatu yang menakjubkan?
Cucu-cucuku, engkau harus memahami bahwa ketika Tuhan menciptakan binatang, Dia memberinya sifat-sifat dan perilaku- perilaku tertentu. Semua itu alami bagi binatang-binatang, tetapi tidak bagimu. Jadi jangan berusaha untuk meniru cara-cara mereka guna memenangkan penghargaan di dunia ini.
Pahamilah bahwa Tuhan menciptakan suatu bagian yang berbeda bagi manusia. Dan bagian itu adalah sungguh sangat istimewa!
Inilah yang harus engkau pahami dan ke-mudian bertindak yang sesuai. Jangan menyakiti atau membunuh makhluk hidup apa pun. Lindungilah seluruh kehidupan sebagaimana engkau melindungi dirimu sendiri. Maka engkau akan mengetahui kasih sayang, kesatuan, keharmonisan, dan kedamaian. Engkau akan belajar untuk selalu dalam keadaan cinta. Cucu-cucuku, renungkan tentang hal ini. Semoga Tuhan memberimu kearifan-Nya yang agung. Kasihku untukmu.