SHOLAT, SYARIAT, THARIQAT DAN HAKIKAT

SHOLAT, SYARIAT

Harus dibaca juga..

THARIQAT DAN HAKIKAT

“Dul, aku agak puyeng menghadapi orang-orang yang sering mengaku telah berhakikat dan telah berma’rifat…” kata Pardi sembari memijit-mijit jidatnya.

“Kenapa harus pusing, siapa tahu kamu malah dapat berkah yang membuatmu seperti mereka…?” Jawab Dulkamdi, sambil menyeduh kopi di cangkirnya.

“Barokahmu gundhulmu itu! Bisa-bisa malah saya ikut-ikutan ke dalam neraka!”

“Lha, kok?”

“Lha wong mereka ini, hanya ngaku-ngaku saja. Bukan beneran, sudah begitu, mereka malah merasa beneran. Kan edan to…”

“Lha kamu kok tahu kalau mereka tidak bener?”

 “Habis, kalau sudah bermakrifat dan berhakikat, katanya tinggalkan saja syariat, nggak usah sholat, nggak usah puasa, nggak usah haji. Diam, saja suidah sholat, puasa dan haji dengan sendirinya. Ini kan keblinger bin gelap bin dzolim, Dul…”

“Hahaha… Sekarang saya tahu maksudmu. Itu semua kan masalah klasik, Di. Kenapa harus pusing? Sejak zaman Nabi-nabi dulu sudah ada model pandangan seperti itu. Namanya saja yang berubah. Itu kan cara Iblis membuat tandingan agama Allah yang benar, bikin tandingan Nabi Muhammad Saw.”

Pardi hanya manggut-manggut belaka, sembari membaca istighfar berkali-kali, memohonkan ampunan

kepada mereka agar dibuka pintu hidayahNya…

“Masak kamu nggak ingat peristiwa Syeikh Abdul Qodir Jilany yang didatangi Iblis, agar Syeikh Abdul Qadir tinggalkan syariat?”

“Iya….ya..”

“Sedangkan dalam Kitabnya Sirrul Asror, beliau mengatakan, ”Sholat Syari’ah, anda sudah tahu ayat:

“Peliharalah sholat-sholat…” (Al-Baqoroh: 238), yang disana tentu ada rukun-rukun sholat secara lahiriyah dengan gerakan-gerakan jasmani, seperti berdiri, ruku’, sujud, duduk, suara dan lafadz yang diucapkan. Semua itu masuk dalam ayat, “Peliharalah….”

Sedangkan Sholat Thoriqoh, adalah sholatnya qalbu, yaitu sholat yang diabadikan. Dalam ayat itu berlanjut :“Dan sholat yang di tengah..” atau disebut sebagai Sholat Wustho, yaitu sholatnya qalbu, karena qalbu itu diciptakan posisinya di tengah, antara kanan dan kiri, antara bawah dan atas,antara bahagia dan sengsara, sebagaimana sabda Nabi Saw:  “Qalbu berada diantara dua Jemari dari Jemarijemari Ar-Rahman, dimana Allah membolak-balikkannya semauNya…” (Hr. Muslim, dan juga dikutip oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya’).

Yang dimaksud dengan Dua Jemari adalah dua  sifatNya, Al-Qahr (Yang Maha Memaksa) dan Al-Luthf (Yang Maha Lembut), sebab Allah Maha Suci dari Jemari-jemari.

Maka menjadi jelas maksud ayat tersebut adalah Sholat Qalbu. Apabila Sholat Qalbu rusak, maka Sholatnya pun rusak termasuk sholat jasmaninya, sebagaimana hadits Nabi Saw, “Tidak ada sholat melainkan dengan hati yang hadir di hadapan Allah.”

Orang yang sholat bermunajat kepada Tuhannya, dan tempat munajat itu qalbu (hati). Jika hatinya alpa, maka rusak pula sholatnya. Hati adalah pokoknya, yang lain hanyalah pengikutnya, sebagaimana dalam hadits Nabi Saw. “Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila ia bagus maka bagus pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah, daging itu adalah qalbu…” (Hr. Bukhori).

Sholat syariat itu ada waktunya, setiap hari dan malam, lima kali. Disunnahkan berjama’ah di masjid dan harus menghadap Ka’bah, mengikuti iman, tanpa ada sikap pamer dan popularitas.

Sedangkan Sholat Thoriqoh itu adalah Dzikrullah sepanjang hidup. Masjidnya adalah qalbunya. Jama’ahnya adalah perkumpulan kekuatan-kekuatan batin, untuk sibuk terus menerus mengingat Nama-nama Allah dan mentauhidkan Allah dengan lisan batin. Imamnya adalahrasa rindu dalam spirit qalbu (Fuad). Dan kiblatnya adalah Al-Hadrah al-Ahadiyah (Hadirat KeesaanNya) dan Keindahan ShomadiyahNya (sifat makhluk yang hanya padaNya), itulah kiblat Hakikat.

Qalbu dan Ruh sibuk dengan sholat Thariqat ini sepanjang zaman. Karena Qalbu tidak mati dan tidak tidur. Ia sibuk dalam tidur dan jaga dengan kehidupan qalbu, tanpa suara, tanpa berdiri dan tanpa duduk. Itulah yang disebut oleh Allah Swt:

“Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan…” (Al-Fatihah, 5)

“Nah, Di, sehebat apa pun hakikat yang digapai, maka syariat harus tetap jalan beriringan dengan hakikat.”

“Weh, kamu ngaji dimana sih Dul, akhir-akhir ini kamu bias lebih hebat dari ustadz-ustadz di TV?”

“Yah, kalau yang di TV kan lebih banyak Islam tontonan, daripada Islam tuntunan, kayak nggak tahu saja?”

“Jadi kamu mau berubah karir jadi mubaligh, Dul?”

“Kalau tabligh dan dakwah dijadikan karir dan pekerjaan, apa bedanya dengan orang yang membisniskan Allah, membisniskan akhirat? Apa bedanya dengan topeng monyet, Di?”

“Salut…salut…”

Kang Soleh datang sambil cengar cengir menyimak dialog dua sahabatnya itu.

“Saya baru saja membuka Tafsir Baidlowi, Anwarut Tanzil wa Asrorut Ta’wil, pengarang mengatakan, “Dalam ayat tersebut ada isyarat bagi orang yang ma’rifat kepada Allah, dan transformasinya dari kondisi dimana ia tidak hadir jiwanya menjadi hadir di hadapan Allah Ta’ala. Maka ia berhakmendapatkan tugas ini, sebagaimana sabda Rasululllah Saw:

“Para Nabi dan para wali senantiasa sholat dalam kuburnya sebagaimana mereka sholat di rumah-rumah mereka.”

Maksudnya mereka terus sibuk bersama Allah dan munajat bagi kehidupan qalbunya. Bila Sholat Syariat dan Sholat Thoriqoh telah berpadu, lahir dan batin, makasempurnalah sholatnya, dan meraih pahala yang agung dalam taqarrub dengan alam ruhaninya. Dan dia juga meraih derajat jasmaniyah, lalu si hamba menjadi seorang ‘abid secara dzohir, dan ‘arif secara batin. Jika seseorang tidak berhasil sholat Thoriqoh dengan hati yang hidup, maka ia tergolong tidak sempurna, dan pahalanya tidak sampai pada derajat taqarrub kepada Allah Ta’ala.”

Dua sahabatnya itu semakin bengong. Tetapi mereka semakin yaqin dan puas.

(KHM Luqman Hakim, dari Jalan Hakikat-Kedai sufi, 2016)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.