Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
Sayap-sayap Cinta Kaum ‘Arifin (I)
Dari Anas ra. Rasulullah Saw. bersabda:
“Tolonglah kawanmu, apakah ia dzalim atau yang di
dzalimi.” Anas berkata, “Kalau saya menolong yang di
dzalimi (jelas), maka bagaimana saya menolong orang yang
dzalim?” Rasulullah Saw, bersabda: “Kamu mencegahnya dari
berbuat dzalim, dan demikian itu (cara) kamu menolongnya.”
(Hr. Al-Bukhari dan at-Tirmidzy).
Kondisi itu menjelaskan kawan anda. Bagaimana dengan
kondisi anda sendiri? Waspadalah dan khawatirlah dengan
nafsu anda, dan cegah serta kendalikan nafsu anda itu.
Sayap-sayap Cinta Kaum ‘Arifin
Allah Swt, menjelaskan dalam Al-Qur’an:
“Engkau melihat air mata mereka meleleh karena ma’rifat
mereka kepada Allah Swt.” (Qs. Al-Maidah: 83)
“Mereka tidak terlena oleh perdagangan dan jual beli, untuk
mengingat Allah, dan menegakkan sholat, dan memberikan
zakat. Mereka takut (kepada Allah) di hari ketika hati dan mata
hati bergolak.” (Qs. An-Nur: 37).
Karena aktivitas ‘arifun semata hanya untuk Tuhannya,
sedangkan ucapannya selalu terelokkan oleh keindahan dzikir
bersamanya, jiwanya sabar terhadap cobaan, sedangkan rahasia
jiwanya senantiasa membumbung ke wilayah keluhuran,
fikirannya di cakrawala yang tinggi. Kadang ia tafakkur atas
nikmat Tuhannya, kadang pula tafakkur atas permadani
kemahasucianNya.
Pada saat seperti itu ia menjadi budak yang merdeka, dan
orang merdeka yang menjadi budak, menjadi kaya yang faqir
dan menjadi faqir yang kaya.
Demikian digambarkan nuansa yang mungkin lebih sebagai
wacana saling kontradiktif, semisal yang maujud dan diketahui
dan yang mulia dan yang dijadikan tempat kegembiraan, yang
dekat dan yang terpuji, yang bicara dan yang diam, yang diterima
dan yang takut, yang nyata dan yang ghaib, yang menangis dan
yang tertawa.
Hal demikian karena ia berada dalam tangis dan tawanya
dalam susahnya, sedangkan susahnya berada dalam
kegembiraannya, kemuliaannya berada dalam rasa hinanya,
hinanya bercampur dengan bahagianya, ketakutannya berpadu
dengan harapannya, dan sebaliknya. Tak ada ketakutan yang
hilang karena harapannya, tidak pula harapan hilang karena
ketakutannya, pada saat yang sama ia bergaul dengan khalayak
manusia, sedangkan hatinya bersama Allah Ta’ala.
Kerja interaktif dengan manusia sama sekali tidak
mengalahkan kerjanya hati dengan Allah Ta’ala. Mulia namun
hina, fakir namun kaya, sebagaimana dikatakan Abu Yazid AlBisthamy ra. dalam munajatnya:
Oh Tuhan
Ketika aku berkata
Tiba-tiba berurai ikatan yang mengikat
Mereka mengikatku
Namun, semakin kuat kegembiraanku
Beliau selalu menangis jika mengurai munajat ini.
Tidak semua orang yang ditampakkan pengaruh zuhud
dalam dirinya disebut sebagai sang zahid (orang yang berzuhud),
begitu juga pengaruh keterasingan, ketololan dan kegilaan,
kebatilan dan kealpaan.
Apabila Allah Ta’ala memandang hati hambaNya dengan
pandangan fadhal dan rahmat, maka hijab kealpaan tersingkapkan,
lalu Allah menampakkan kelembutan-kelembutan qudratNya,
maka dari itu posisi mereka berada dalam tiga situasi:
1. Bisa menjadi sangat bijak dan menyambungkan manusia
kepada Allah Ta’ala.
2. Bisa ia malah kelu lisannya, hingga ia tersirnakan.
3. Bisa ia malah tertutup dalam hijabNya, terjaga dalam
GenggamanNya, hingga tidak melihat lainNya, karena
kedahsyatan cemburuNya padanya.
Maha Suci Allah yang menghijab ahli ma’rifatNya dari semua
makhlukNya, di mana mereka terhijab dari generasi dunia oleh
tirai akhirat dan ter-hijab-kan dari generasi akhirat dengan tirai
dunia.
Karena ahli ma’rifat itu adalah temanten-temanten llahi di muka
bumi dan Allah menirai mereka dari mereka kecuali hanya Dia,
dan hati mereka tertutup oleh selain Allah Ta’ala.
Diriwayatkan suatu kisah, Allah Ta’ala memberi wahyu kepada
Nabi Dawud as.: “Wahai Dawud, Wali-wali-Ku berada dalam
kubah-kubah dan tidak ada yang tahu kecuali wali-wali-Ku. Betapa
beruntung bagi para wali-Ku dan betapa eloknya bagi para kekasihKu.”
Dikatakan, “Bila ditampakan sepercik cahaya Nabi as. maka
antara Arasy dan bintang Tata surya akan terbakar hangus.”
(Dari Menjelang Ma’rifat, Syekh Ahmad ar-Rifa’y diterjemah oleh KHM Luqman Hakim, penerbit Cahaya Sufi Jakarta)