Sastra dan Sufi Menikmati Seratus Cinta Tuhan

Jika bait-bait puisi yang Pak Yai favorit, tentang cinta?
Itu, ya punya Rabi’ah yang sangat berkesan. Uhibbuka hubbain fil hawa wa hubbun liannaka ahlun lidzaaka. Saya mencintai Mu dengan dua cinta. Cinta karena Engkau memang seharusnya dicinta. Cinta karena, saya memang bergairah dengan Mu.

Harus dibaca juga..

Ada puisi Rabi’ah yang menurut saya sangat luar biasa, dampak dari cintanya kepada Allah sehingga dia mencintai manusia seluruhnya sebagai hamba-hamba Allah. Dia mengatakan, “Ya Allah, nanti kalau di akhirat jadikanlah tubuh saya sedemikian besar, sehingga memenuhi ruang neraka. Agar tidak ada lagi seorang hamba Mu yang bisa dimasukkan kedalam neraka”. Itu luar biasa. Jadi dia ingin menutup neraka dengan badannya, supaya hamba-hamba Allah tidak ada yang masuk neraka. Itu lebih tinggi daripada yang dikatakan Imam Busyiri di Burdah. Ia menyatakan, La’alla rohmata robbihiina yaqshimuha ‘ala hasabil isyaani bil qisam. “Saya mengharap nanti, ketika Tuhan menghendaki rahmat, itu disesuaikan dengan dosa orang. Jadi yang dosanya banyak seperti saya, dapat rahmat banyak.” Itu artinya kan sama saja. Yang dosanya dikit dapat rahmat dikit, yang dosanya gede dapat rahmat gede. Akhirnya semua dapat rahmat. Itu karena jiwa cintanya kepada Allah, sampai mencintai sesama. Orang menyatakan cinta kepada Allah tetapi tidak cinta kepada hamba-Nya, sama saja bohong.

Islam dikenal sebagai agama hukum. Ini yang membuat bahkan di thariqah-pun ada pembatasan mu’tabaroh dan ghairu mu’tabaroh. Dari sini terkesan, pendekatan kaum mutashawwifin sering dianggap menyimpang dari alur hukum tersebut, selayak hukuman atas al-Hallaj dan Siti Jenar. Menurut Pak Yai, kalau ada, sampai dimana sich kesepatakan antara kedua pihak?
Al-taarikh yu’iidu nafsahu, sejarah itu mengulangi diri. Munculnya tasawuf itu karena maraknya kehidupan daging yang luar biasa. Yang bisa kita lihat, munculnya Rabi’ah, Hasan Bashori, Sa’id Abu Sayyid dsb, pada abad pertama ketika Dinasti Umayah begitu hebat. Dari sisi materi mereka hedonis, dari ilmu pengetahuan mereka hanya bicara saja soal hukum, pertentangan, bahtsul masail, segala macam luar biasa majunya. Dari sini muncul kegelisahan, kok hanya ngomong saja, pengetahuan saja, seminar saja, ngamalnya mana? Muncul dan ini kebablasan, sampai ada sufi yang ndak pakai syari’at, menjadi Kejawen itu, lalu muncul lagi ilmu pengetahuan, ini melupakan amal, maka muncul lagi. Sampai abad ke-21 ini disebut abad spiritualitas, muncul lagi sekarang. Karena orang muak dengan kehidupan materialis, muak dengan agama yang daging saja. Maka saya nglukis Dzikir Bersama Inul. Inul kan simbol daging yang paling daging, dan dzikir tidak bisa dengan daging thok. Nah yang orang lupa, ilmu seperti fiqh dsb itu muncul setelah Islam. Jadi Islam begitu hebat pengaruhnya sampai memunculkan banyak ilmu termasuk ilmu fiqh, ‘ardl, tafsir. Ini dampak dari Islam.

Orang yang kemudian ber-fiqh-fiqh, lalu kullu hizbin bimaa ladaihim farihuun, setiap kelompok membanggakan dirinya sendiri. Yang fiqh membanggakan hebatnya fiqh, yang ahli tasawuf membanggakan tasawufnya meniadakan yang lain. Padahal Islam diatas itu semua. Islam tidak hanya fiqh, tidak hanya tasawuf, ia lebih luas dari itu. Lha Islam sendiri itu tidak ghoyah, tujuan. Islam itu menurut saya masih washilah. Lha tujuannya apa? Tujuannya Allah. Semua washilah, apalagi PPP, PKB, sak piturute, itu sangat washilah, NU-Muhammadiyah washilah. Kalau PPP, PKB itu ghoyah, kita ndak kemana-mana, memandang lain partai bukan orang. Kalau NU-Muhammadiyah kita anggap ghoyah, orang NU memandang Muhammadiyah, ora pati Islam. Kalau Islam kita anggak ghoyah, maka selain Islam tidak kita anggap hamba Allah. Padahal Allah memuliakan manusia itu, walaqad karromna bani aadam, semua, tidak pakai embel-embel.

Nah karena di nash di al-Qur’an, kullu hizbin bima ladaihim farihuun. Kelompok fiqh menganggap yang paling hebat ya fiqh. Yang anehnya, fiqh itu kan hukum, ketika berbicara fiqh dalam kaitan hukum agama, itu fanatik sekali, sehingga ketika kita bicara tentang hukum bernegara dan berbangsa, kita ndak begitu mengerti. Jadi ndak ada konsistensi. Kalau kita fanatik sama hukum, ya dijelaskan segala hal mengenai hukum. Karena memang, orang itu fanatik dan bangsa terhadap miliknya.
Kalau anda fiqh, ya fiqh yang paling pokok, ndak mau ya sudah.

Nah kembali kalau kita lihat, tujuan manusia kan mengenal Allah, ma’rifatullah, apapun itu.
Orang memang kadang lupa. Mengapa kita sholat? Itu dikitabnya sudah dibilang seperti itu, faridlotun. Akan berbeda yang sholatnya begitu, dengan orang yang sholat, “Karena saya ini hamba Allah, saya menyembah Allah”. Nanti ndak usah diapa-apakan akan ada begitu terus, sepanjang abad.
Zaman Harun al-Rasyid pengetahuan begitu hebat, tapi juga muncul tokoh-tokoh sufi yang hebat, sebagai perlawanan terhadap arus.

Muncul da’i besar, Syeh Abdul Qadir al-Jilani, dia memiliki dua belas ilmu. Karena perilakunya yang sufistik, maka dia lebih dikenal seorang sufi, ilmunya kalah. Kyai Hamid Pasuruan, karena kadung terkenal sebagai wali, maka keistimewaannya sebagai sastrawan terlupakan. Sebetulnya sejak awal di pondok, dia adiib, sastrawan, memiliki diwan, puisi berbahasa Arab, tapi kalah dengan kewaliannya tadi. Kebalikannya saya. Saya sebetulnya wali, tapi ketutupan, ha..ha.. ha.

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.