Sama’nya Para Pemula

Syeikh Abu Nashr As-Sarraj

Harus dibaca juga..

Syekh Abu Nashr as-Sarraj —rahirnahullah— berkata: Saya mendengar al-Wajihi mengatakan: Saya mendengar ath-Thayalisi ar-Razi berkata: Saya pernah datang kepada Israfil, guru Dzun Nun al-Mishri —rahimahullah— yang sedang duduk sendirian sambil mengetuk-ngetukkan jari-jemarinya ke tanah dengan melagukan sesuatu. Ketika melihat saya ia berkata, “Apakah Anda bisa mengatakan sesuatu dengan baik?” Lalu saya katakan, “Tidak!” Kemudian ia berkata, “Anda tidak memiliki hati.”

Saya mendengar Abu al-Hasan Ali bin Muhammad ash-Shairafi mengatakan: ”Saya mendengar Ruwaim ketika ditanya tentang para guru Sufi yang pernah ia jumpai, “Bagaimana Anda melihat mereka ketika sedang sama’?” Maka ia menjawab, “Mereka seperti sekawanan kambing ketika di tengah-tengahnya ada beberapa srigala.”

Ia berkata: Saya juga pernah mendengar Qais bin Umar al-Himshi bercerita: Abu al-Qasim bin Marwan an-Nahawandi pernah datang kepada kami — dimana ia pernah berteman dengan Abu Said al-Kharraz. Ia telah bertahun-tahun tidak menghadiri ritual sama’, kemudian suatu ketika ia datang bersama kami di suatu undangan yang dalam acara tersebut ada orang yang membacakan beberapa bait syair, yang antara lain adalah bait syair berikut:

Berdiam di air dengan kehausan, akan tetapi ia tidak diberi minum

Kemudian teman-teman kami berdiri dan berusaha untuk wajd. Ketika mereka telah diam dan berhenti, maka masing-masing dari mereka bertanya kepada yang lain tentang makna apa yang terjadi dalam dirinya mengenai bait syair di atas. Maka sebagian besar dari mereka memahaminya dengan suatu makna kehausan akan kondisi spiritual, sementara seorang hamba terhalang dari kondisi spiritual yang sangat dihauskannya. Akan tetapi jawaban itu tidak memuaskannya, akhirnya kami bertanya kepada Abu al-Qasim bin Marwan an-Nahawandi, “Tolong berikan jawaban Anda tentang makna bait tersebut.” Maka ia menjawab, “Ia berada di tengah-tengah berbagai kondisi spiritual dan dimuliakan dengan seluruh karamah (kemuliaan), akan tetapi Allah tidak memberi mereka akan semua itu sekalipun hanya seberat atom.” Atau searti dengan jawaban yang diberikannya.

Saya mendengarYahya bin ar-Ridha al-Alawi ketika di Baghdad bercerita, dimana cerita ini diceritakan kepada saya dengan tulisan tangannya sendiri: Abu Hulman ash-Shufi mendengar seseorang yang sedang berkeliling dan memanggil, “Ya sa’tara bara” (wahai orang yang membeli za’tar), kemudian Abu Hulman terjatuh dan pingsan. Setelah sadar, ia ditanya apa sebenarnya yang terjadi? Maka ia menjawab, “Saya mendengar ia berkata: “Is’a tara birri.” (berusahalah engkau akan melihat kebaikanku).”

Syekh Abu Nashr as-Sarraj —rahimahullah— berkata: Demikianlah yang dikemukakan oleh para guru Sufi tentang masalah ini dan orang-orang yang memahami kisah ini, bahwa sama’ sangat tergantung dengan apa yang ada dalam hati, mulai dari kesibukan, waktu dan kehadirannya. Tidakkah Anda melihat, bahwa suara yang diperdengarkan kepada Abu Hulman tepat pada waktu dan kesibukannya.

Sementara yang menjadikan dalil dari apa yang kami terangkan di atas adalah cerita dari ‘Utbah aI-Ghulam —rahimahullah— bahwa ia mendengar seseorang yang mengatakan:

Mahasuci Dzat Yang Mahaadikuasa atas langit, sesungguhnya orang yang bercinta tentu dalam kesengsaraan.

Kemudian ‘Utbah —rahimahullah— berkata, “Anda benar.” Sementara ada orang lain yang juga mendengar syair tersebut, lalu ia berkata, “Anda bohong.” Kemudian sebagian orang yang memahami masalah ini berusaha mengompromikannya dan mengatakan, “Keduanya benar”, ‘Utbah membenarkannya karena dalam cintanya merasakan kesengsaraan, sedangkan orang yang mengatakannya bohong, sebab dalam cintanya ia menemukan kenyamanan dan kesenangan.”

Dari Ahmad bin Muqatil yang mengisahkan, bahwa Dzun Nun aI-Mishri —rahimahullah— ketika memasuki kota Baghdad, beberapa orang Sufi berkumpul menemuinya dengan membawa seorang penyair yang ahli dalam mengungkapkan kata-kata indah. Kemudian mereka meminta izin kepada Dzun Nun agar orang tersebut diperkenankan mengatakan sesuatu. Ia pun mengizinkannya lalu orang tersebut mulai mengungkapkan syair:

Sekecil apa pun cinta-Mu cukup menyiksaku, bagaimana dengannya bila menguasai
Engkau kumpulkan di hatiku rasa cinta yang benar-benar telah menyatu
Tidakkah kau hibur orang yang sedih
Ketika orang yang sendirian bisa tertawa, maka ia menangis.
Engkau kasihi orang yang kini bersedih hati

Kemudian Dzun Nun —rahimahullah— berdiri dan kemudian jatuh tersungkur pada wajahnya, lalu ada seseorang berdiri yang kemudian Dzun Nun berkata dengan mengutip firman Allah Swt.: “Dzat Yang melihatmu tatkala engkau berdiri.” (Q.s. asy-Syu’ara’: 218).

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.