Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya seorang pemula dalam salah satu thariqah. Karena masih sangat sangat baru saya hanya berfokus pada menjalankan hal-hal yang dianjurkan oleh thariqah yang saya ikuti. Seperti pembacaan awrad harian yang wajib diamalkan dua kali sehari, mencoba meningkatkan disiplin serta keikhlasan dalam hal beribadah fardhu dan sunnah, dan juga aktifitas bersuluk (semampu saya).
Fenomena yang saya dapati adalah, beberapa teman dan kawan dekat yang mengetahui saya sudah berbaiat pada satu thariqah suka menanyakan semacam :
“Sudah dapat pencerahan apa belum?”,
“Sudah dapat futuh apa belum?”,
“Sudah dapat pengalaman spiritual/ghoib apa belum?”,
“Sudah bisa menembus alam ghaib dan melihat makhluk halus belum?” dan pertanyaan lain yang ada hubungannya dengan hal supranatural.
Karena tidak mau banyak bicara saya jawab apa adanya: “Saya belum dapat pengalaman apa-apa yang berhubungan dengan hal supranatural”.
Karena juga saya tidak mau bohong (dan memang berdasar kenyataan yang ada saya alami), saya jawab juga antara lain:
Yang saya rasakan adalah, pelan-pelan terbongkar keburukan-keburukan saya. dan saya ini merasa banyak dosa, belum apa-apa/hanya sedikit sekali memiliki ilmu dan amal kebaikan dan tentunya merasa dosa saya kepada Allah Swt banyak sekali. Karena sejauh saya bisa mengingat, walaupun terlahir sebagai muslim, sejak akil baligh saya bertahun-tahun termasuk bukan seorang muslim yang taat (suka mengabaikan perintah Allah dan menabrak banyak larangan-laranganNya serta sering berbuat dosa-dosa besar apalagi yang kecil). Karena itu saya memvonis diri untuk wajib bertaubat & membenahi diri selagi masih diberi Allah kesempatan.
Saya merasa banyak sekali menderita penyakit hati terutama sum’ah, ujub, riya, suka su’udzon. Dan dalam prasangka saya (walaupun sebenarnya sangat mungkin ada), untuk rasa iri dan dengki saya sejak kecil tidak begitu kuat (karena saya tipe pribadi yang senang asyik dengan diri sendiri). dan motivasi masuk thariqah untuk ber-taqorub, membersihakan diri, memperbaiki habluminallah dan berharap taubat saya bisa diterima.
Perasaan sugesti yang kuat untuk terus meningkatkan penguasaan ilmu agama (aqidah, syariat, tasawuf), kaifiyah-kaifiyah amalan, kuantitas, dan kualitas ibadah saya. Karena saya meresapi dari yang pernah saya baca dan dengar, jika di dunia inilah kesempatan beramal, kalau sudah meninggal kesempatan beramal, beribadah sudah lewat.
Keniatan yang kuat untuk menjauhi hal-hal yang bisa menimbulkan dosa baik kecil dan besar. Walaupun dalam lintasan pikiran dan mungkin bisikan nafsu & syetan, ada saja keinginan ingin berbuat sesuka hati tanpa aturan Tuhan.
Saya baru dapat rasakan tenang, nyaman dan tidak resah dalam keseharian kalau saya:
Mendawamkan dzikrullah (semampu saya) untuk tujuan utama mengingat Allah Ta’ala dan bertaubat,
Ketika mendisplinkan diri sholat fardhu awal, tepat waktu. memperbanyak amalan sunnah dan berlama-lama berdzikir. Dan kalau pas tidak disiplin/turun intensitas ibadah, saya merasa keresahan, ketegangan, ketakutan yang kuat dan kebingungan.
Pertanyaan saya pak Luqman, sehubungan dengan apa yang sering disebut-sebut sebagai “pencerahan” apa hal dan rasa yang saya alami diatas termasuk pencerahan kecil dan baru tahap awal? Atau… Bahkan yang saya alami bukan apa-apa?? Atau… Hanya gejala umum seorang yang sedang belajar taubat dan menempuh thariqah?
Kadang saya merasa kurang ilmu, ketika berusaha menjawab pertanyaan yang sejenis dari rekan-rekan dekat saya. karena sejauh saya ketahui, kebanyakan mereka kuat dalam persepsi bahwa dunia thariqah itu jalur bagi hamba-hamba yang suci dan kental dengan nuansa supranatural.
Demikian, pertanyaan yang hendak saya ajukan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika pertanyaan saya terlalu panjang dan bertele-tele. Mohon pak Kyai Luqman sekiranya berkenan memberi saran, nasehat tentang bagaimana sebaiknya bagaimana perilaku dan pola pikir seorang pengamal thariqah pemula dan masih sangat fakir seperti saya ini. Sebelumnya saya ucapkan banyak-banyak terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Syamsul Muarif-syamuarif@xxxx.xxx
JAWAB:
Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan dari sahabat-sahabat anda tentang “pencerahan” adalah pertanyaan yang genit dalam bertasawuf. Sepertinya yang bertanya sudah mengalami pencerahan dan anda belum. Dan sadar atau pun tidak itu bisa menumbuhkan takabur dan takjub pada diri sendiri, seakan-akan sang penanya lebih tinggi dibanding anda.
Sebenarnya anda telah meraih buahnya thariqah dengan kesadaran-kesaaran baru anda. Dan buah itu tidak akan berhenti di situ, akan terus berbuah lagi tiada hingga. Jangan pernah mandeg dalam suatu episode maqomat, nanti malah kehilangan momentum agung yang dituju, yaitu Allah Swt.
Kita mesti terus menerus mewujudkan sifat kehambaan kita (ubudiyah), yaitu rasa fakir kepada Allah Swt, rasa hina dina dihadapanNya, rasa lemah dan tak berdaya, agar bisa berta’alluq (berkait dengan Sifat RububiyahNya, yaitu Sifat Maha Cukup, Maha Mulia, Maha Kuat dan Maha Kuasa.
Tanpa mewujudkan sikap kehambaan, kita tidak bisa meraih hubungan dengan Sifat RububiyahNya itu. Apa yang diburu dan dicari para Arifun sesungguhnya? Ternyata hanya dua: Mewujudkan kehambaan secara benar, dan menegakkan Sifat KetuhananNya (RububiyahNya) dalam kehambaannya itu. Bukan mencari hal-hal yang hebat semaca karomah, bukan pula agar dibuka pintu rahasia demi rahasiaNya, bukan pula untuk kepetualangan di alam metafisika.
Puncak darin semua itu adalah Ketaqwaan lahir dan batin, yang membuahkan Makarimul Akhlaq.