Pematung dan Gunung Batu

M. RAHIM BAWA MUHAIYADDEEN

Harus dibaca juga..

SALAM sayangku padamu, cucu-cucuku, kilau cahaya mataku. Apakah engkau melihat gunung bebatuan yang sangat besar itu? Suatu hari seorang pematung pergi untuk menguji gunung batu itu. Dia ingin mengetahui apakah bebatuan

yang ada di gunung itu dapat digunakan untuk patung-patung ukiran atau bangunan rumah dan barang-barang lainnya. Jadi dia memanjat dan mulai memahat pada sisi gunung.

“Duhai manusia, mengapa engkau berjalan-jalan di atasku dan berdiri di kepalaku?” keluh gunung itu. “Mengapa engkau mencongkelku dengan peralatanmu? Aku adalah gunung yang sangat besar! Mengapa engkau lakukan ini semua?” 

“Oh gunung,” jawab sang pematung, “aku telah datang untuk menolongmu. Tubuhmu banyak yang pecah serta retak-retak! Jika kau tidak mempunyai kekurangan-kekurangan ini, aku tidak dapat menggunakan celah-celah itu sebagai pijakan kaki untuk memanjat di sini. Aku hanya ingin membuatmu lebih berharga.”

“Apa!” teriak gunung, “akulah yang terbesar! Aku adalah satu-satunya benda yang tidak dapat dipindahkan di dunia ini! Engkau hanya seorang manusia kecil, dan aku sangat besar! Bagaimana mungkin engkau memberiku sebuah kejayaan?” Gunung itu gemetar dan sangat marah ketika berbicara.

“Itu benar. Aku sangat kecil,” kata si pematung. “Jika kau bergerak dan membuatku jatuh, aku akan terluka. Tapi ada sesuatu yang lebih kecil dariku yang dapat mengendalikanmu, walaupun dirimu sangat besar. Kalau benda kecil melepaskan kekuatannya terhadapmu, kau akan sepenuhnya hancur. Lihat, batang kecil yang disebut dinamit ini sekarang ada di tanganku, dan ini dapat menghancurkanmu berkeping-keping.

Duhai gunung, tidakkah dirimu menyadari bahwa aku datang untuk memberimu kejayaan yang lebih besar? Jika kau telah memahami ini semua, kau tidak akan berbicara seperti itu kepadaku. Tak seorang pun menilaimu dalam bentukmu yang demikian besar. Tak satu pun pohon atau semak yang mempedulikanmu. Lihat bagaimana mereka tumbuh di celah-celah kepalamu dan berusaha untuk lebih tinggi darimu. Tidakkah kau tahu, kaulah satu-satunya yang menganggap dirimu besar? Tak seorang pun berpikir demikian. Bagaimana dirimu begitu bangga dengan keadaanmu sekarang? Kau sekadar batu besar yang tak berguna! Jika aku memecahmu menjadi puing-puing, kau mendapatkan kejayaanmu.”

“Coba hancurkan aku!” teriak gunung itu. “Coba saja!” “Baik, kau telah memperlihatkan padaku apa arti menjadi besar, maka sekarang aku akan menunjukkanmu apa artinya menjadi kecil.” Sang pematung mengambil alat pahatnya, dan mengayunkan palunya, alat itu menerobos masuk ke dalam batu tersebut. Kemudian dia menempatkan dinamit ke dalam lubang itu dan menyalakan sumbunya.

Maka ledakan besar terjadi, dan puncak gunung itu terbelah jadi empat bagian. “Kau telah menghancurkanku!” tangis gunung itu.

“Jangan berpikir bahwa ledakan itu hanya akan menghancurkan kepalamu. Aku akan menghancurkan seluruh bagian tubuhmu, mulai dari kaki sampai kesombongan dan kebanggaanmu hancur!” teriak sang pematung. Dan dia memahat lubang yang lain serta menyalakan dinamit berikutnya. Gunung itu menggerutu.

“Engkau sangat kecil!” teriak gunung, “tapi engkau telah menghancurkanku!”

“Kau tidak berguna sebelumnya!” kata si pematung, “tapi sekarang aku akan memberimu nilai dan kejayaan besar. Aku akan memanfaatkanmu untuk membuat bermacam-macam benda.”

Kemudian pematung itu membawa pergi bongkahan batu dari gunung yang hancur itu dan menggunakannya untuk membangun rumah yang bagus, mendirikan tiang-tiang yang indah mengkilap dan memasang kain tiras yang cantik. Dia bahkan membuat patung-patung dengan hidung dan mata. Kemudian si pematung itu membangun candi untuk berhala-berhala ini sehingga orang-orang berdatangan untuk melaksanakan berbagai puja mereka, dan  pacara ritual mereka.

“Sekarang, apakah kau telah mengerti?” tanya pematung. “Dalam keadaanmu yang berubah sekarang ini setiap orang menghormatimu. Setiap hari mereka mencuci berhala-berhala yang berasal dari batumu dengan susu dan menunjukkan pengabdian yang tinggi. Mereka melakukan ini semua untukmu. Bagaimana bila dibandingkan dengan hanya menjadi sebuah gunung? Dan bagaimana mendapatkan kejayaan ini? Apakah tergantung dari keadaanku yang kecil atau kebesaranmu yang menaikkan nilaimu? Lihatlah bedanya antara wajahmu sebelum ini dengan kondisimu sekarang! Rumah-rumah dan candi-candi yang dibuat dari batumu sangatlah berharga, dan setiap orang begitu besar memujimu.

Duhai gunung batu, perusakan bagus bagi orang-orang jumud sepertimu. Tentunya, orang jumud yang lain akan melindungimu sehingga dirimu tetap berdiri penuh kebanggaan. Tetapi, orang yang bijak akan menghancurkanmu guna menciptakan ruang terbuka dan membiarkan angin berhembus menuju tempat di mana kau pernah berdiri. Sehingga setiap orang dapat bernafas dengan mudah.”

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.