Perintah sholat diturunkan pada peristiwa Isra Mi’raj. Menurut Syekh Abdullah Al Hadad ada dua hakikat sholat yaitu hakikat lahir hakikat batin. Sholat seseorang tidak dianggap sempurna melainkan mengetrapkan kedua hakikat ini sekaligus.
Dalam kitabnya yang berjudul An Nashaih ad Diniyah wal Washaya al Imaniyah karya Habib Abdullah al Hadad menyebutkan hakikat sholat lahir adalah membaca ruku, sujud, dan yang semisal dengan itu dari tugas-tugas sholat yang lahir.
Adapun hakikat sholat batin adalah kekhusyukannya, hadir hati, ketulusikhlasan yang sempurna, meneliti dan memahami makna-makna bacaannya, tasbih dan semisal itu dari tugas-tugas sholat yang batin.
Tugas sholat lahir dilakukan oleh bagian badan dan anggota tabuh. Adapun sholat batin adalah tugas dari hati dan rahasia batinnya. Hati dan rahasia batinnya inilah yang menjadi perhatian Allah SWT pada setiap hambanya.
Imam Al Ghazali berkata,”Perumpamaan orang yang mendirikan sholat secara hakikat lahir saja dan mengabaikan hakikat sholat batinnya, ibarat seseorang yang menghadiahkan seorang putri yang sudah mati dan tidak bernyawa lagi. Dan perumpamaan orang yang lalai dalam mendirikan hakikat sholatnya yang lahir, ibatar menghadiahkan seorang putri yang putus kakinya dan buta matanya kepada seorang raja. Kedua orang ini akan dimurkai oleh raja, karena disebabkan oleh hadiahnya. Mereka akan disiksa dan dianiaya oleh raja, karena menghina kedudukan raja dan mengabaikan haknya.”
Selanjutnya Imam Al Ghazali,” Perumpamaan itu sama dengan Anda menghadiahkan shlat kepada Tuhan. Waspadalah! Jangan Anda menghadiahkan sholat Anda dengan sifat-sifat itu, sehingga Anda patut menerima siksaan Allah SWT.”
Dalam pendapat lain Imam Al-Muhasibi mengingatkan kita semua dalam kitabnya Risalatul Mustarsyidin mengatakan,” Dirikanlah shalat di hadapan Allah SWT dengan seluruhnya.”
Pendapat Imam Al Muhasibi ini kemudian ditafsirkan Abdul Fattah Abu Guddah bahwa mendirikan sholat seluruhnya adalah, jika seseorangmendirikan sholat dengan seluruh jiwa ragamu yang terdiri dari jiwa, hati dan akal seraya menyempurnakan bentuk dan adab dalam sholat, maka makna inilah yang dimaksud dari mendirikan shalat. Abdul Fattah Abu Guddah menyebutkan dalam komentarnya atas pendapat Al-Muhasibi di atas dengan berkata, “Mendirikan shalat maknanya adalah melaksanakan secara sempurna rukun-rukun dan syarat-syarat yang lahir dan batin.”
( Nurul Huda dari berbagai sumber)