Nusrat Fateh Ali Khan
Nusrat Fateh Ali Khan, lahir di Faisalabad, Punjab, Pakistan, pada tanggal 13 Oktober 1948, dan meninggal di London, Inggris, pada tanggal 16 Agustus 1997 pada umur 48 tahun. Ia adalah seorang musisi Pakistan yang dikenal di seluruh dunia. Khususnya, ia adalah penyanyi Qawwali, musik puji-pujian para Sufi memuja keagungan Allah Swt., Nabi Muhammad Saw., dan syair-syair puisi yang bersifat Islami. Qawwali populer di daerah utara India dan Pakistan. Nusrat Khan memiliki reputasi membawa musik tradisional ini ke level internasional dan menciptakan generasi baru pecinta Qawwali, baik di Pakistan maupun di seluruh dunia.
Secara tradisional, Qawwali dipraktekkan turun temurun. Keluarga Nusrat yang berasal dari Faisalabad, Pakistan memiliki tradisi yang tak terputus dalam mementaskan Qawwali selama 600 tahun. Salah satu julukan kehormatan Nusrat adalah Shahenshah-e-Qawwali, yang berarti: Kaisar atau Maharaja Qawwali (Emperor of Qawwals).
Nusrat Ali Khan mulai menampilkan Qawwali ke tingkat internasional mulai pada awal tahun 80an hingga akhir 90an, ia sudah menampilkan Qawwali di Inggris, USA, dan negara-negara di Eropa, walaupun penonton yang mengerti bahasa yang dinyanyikan oleh Nusrat dalam bahasa Urdu atau Punjabi kurang, tetapi dengan kekuatan keindahan musik ustad Nusrat, penonton kelas internasional-pun menggemari Nusrat dengan kemampuan hebat-nya menampilkan Qawwali. Dalam pementasan Qawwali Nusrat, terdapat pula orang-orang yang diantaranya adalah saudara, sepupu, atau murid dari Ustad Nusrat yang menampilkan Qawwali bersama Ustad Nusrat dalam ansambel musiknya.
Berikut ini adalah wawancara Dimitri Ehrlich, seorang penulis, dengannya:
Saya tahu bahwa musik yang anda garap didasarkan pada tradisi sufi, tapi sebenarnya, anda memeluk agama apa? Apakah anda bermeditasi atau berdo’a?
Saya bukan sufi, saya menghabiskan banyak waktu sedari kecil dengan para sufi, terutama dalam beribadah. Musik sufi, khususnya, seperti do’a. Bila anda membawakannya, anda akan terasa lebih dekat dengan Tuhan. Sangat dekat. Itu yang saya lakukan.
Apa yang menjadi pengalaman mental saat anda bernyanyi? Apa yang anda pikirkan, atau apakah anda memikirkan sesuatu yang khusus?
Ketika saya menyanyikan lagu spiritual tradisional, saya selalu fokus pada hal apa yang saya nyanyikan. Seperti misalnya, bila saya terinspirasi pada Nabi, saya berkonsentrasi pada Nabi. Dalam pikiran saya, ada banyak hal, tapi saat saya bernyanyi, saya bernyanyi untuk Tuhan, dan untuk Nabi, juga untuk para sufi. Ketika saya bernyanyi, kepribadian mereka ada dalam kepala saya. Saya merasa seolah-olah saya ada di hadapan mereka. Saya merasakan kepribadian mereka, dan saya berdo’a. Saya merasa saya seperti berada di dunia lain saat bernyanyi. Saya tidak berada di dunia materi ketika saya menyanyikan pesan-pesan suci tersebut. Saya sepenuhnya berada dalam dunia spiritual saya. Dan saya seolah menyatu dengan Nabi, Tuhan, dan para sufi.
Apa ada bedanya antara do’a atau hal meditatif dengan lagu yang terkait dengan Allah, Nabi Muhammad, dan para sufi?
Ketika saya bernyanyi untuk Tuhan, saya merasa diri saya terhubung dengan Tuhan, dan Baitullah, Mekah, berada dihadapan saya. Dan saya beribadah kepadaNya. Ketika saya bernyanyi untuk Nabi Muhammad Saw., saya merasa seolah saya duduk disisi makamnya di Madinah, dan memberikan penghormatan saya juga mengakui bahwa saya menerima pesan-pesannya. Lalu saat saya bernyanyi tentang para sufi, saya merasa mereka ada dihadapan saya, dan seperti seorang murid, saya menerima ajarannya. Dan saya mengulang lagi, dan lagi, dan lagi, bahwa saya menerimanya, bahwa saya adalah pengikut mereka.
Saya mengetahui bahwa pada dasarnya, sufisme adalah salah satu aliran mistik Islam, tapi apakah ada pemikiran atau dasar dari agama lain yang terkait dengan liturgy atau filosofi sufisme?
Setiap agama mempunyai caranya sendiri dalam mendeskripsikan Tuhan. Sufisme, pada dasarnya menggambarkan Tuhan dan mengajarkan untuk mendekat kepadaNya. Jadi pada dasarnya, saya mengikuti bentuk Islam pada sufisme untuk menemukan cara menuju Tuhan. Saya tahu bahwa saat anda berumur enam belas tahun, anda mempunyai mimpi yang mana almarhum ayah anda, seorang penyanyi Qawwali besar yang baru-baru ini meninggal, datang pada anda dan mengatakan bahwa anda telah diwarisi bakat musik nya dan harus memepersembahkan hidupmu untuk Qawwali. Semenjak mimpi itu, bagaimana pemahamanmu terhadap musik berubah?
Sejak berumur enam belas tahun, saat saya mulai bernyanyi, saya mempunyai pesan yang sama untuk mengantarkan kepada orang-orang tentang sufisme. Tapi beberapa perubahan terjadi saat saya bertambah dewasa mengikuti bertambahnya pula pengalaman saya. Tentu saja anda akan menuju ke kedalaman yang lebih besar seiring waktu terlewat. Makin dalam, lagi dan lagi, dan anda bertambah dewasa juga, lagi dan lagi, bersama lagu-lagu anda.
Jadi, bagaimana anda mendefinisikan pesan anda?
Pesan saya adalah pesan kemanusiaan, cinta dan perdamaian. Tujuan dari pesan-pesan yang saya bawa dalam lagu adalah untuk membawa orang-orang menuju persaudaraan, dekat satu sama lain, tanpa kebencian, tanpa membedakan ras, agama, dan warna kulit. Saya mencoba mengajak orang-orang melewati spiritualitas menuju posisi dimana mereka akan jujur satu sama lain, hidup dalam hidup yang lebih hidup, tidak bergantung pada dunia materialistik dimana mereka tidak bisa menemukan dirinya sendiri. Saya mencoba membawa mereka ketempat dimana akhirnya mereka bisa mengenali dirinya sendiri.
Selain latihan bermusik, apa yang menurut anda mempunyai kekuatan dimensi spiritual yang sangat kuat, apa anda melakukan ritual agama secara formal?
Saya sembahyang lima waktu sehari. Dan saya berdo’a sebelum makan, berterimakasih kepada Tuhan saya atas kesempatan memakan makanan yang akan saya makan. Dan sesudah makan, saya berdo’a dan berterimakasih kembali. Dan setelah melakukan latihan musik, saya selalu berdo’a dan berterimakasih kepada Tuhan dan bilang, Tuhan, Aku hambaMu, berterimakasih kepadaMu karena aku telah diberi kesempatan untuk menyampaikan pesanku kepada dunia.
Untuk kebanyakan pemain, jurang pemisah antara ekstase saat berada dibawah spotlight, dan saat “coming down”, yang pasti menyertai akan menarik mereka dari performa panggung kedalam ekstase seperti saat kecanduan narkoba dan perilaku merusak diri lainnya. Tentu saja anda telah menghindari hal tersebut, tetapi apakah anda pernah merasa depresi saat turun dari panggung?
Saat saya sedang menyanyikan lagu-lagu Qawwali tradisional, saya merasa saya berada dalam posisi berdo’a dihadapan Tuhan. Dan saat saya menyelesaikan do’a saya, baik itu adalah nyanyian saya atau ibadah yang saya lakukan, saya merasa sangat damai. Saya merasa bahwa saya harus mendapatkan kesuksesan saat menyelesaikan tugas yang Tuhan berikan kepada saya. Saya tidak merasa kesulitan membuat transisi dari pikiran saya ke aktifitas sehari-hari, karena beribadah adalah hal rutin dalam hidup saya yang selalu saya lakukan setiap waktu.
Dalam psikologi Buddha, ada teknik penyembuhan diri yang luas dari berbagai macam meditasi yang dapat diaplikasikan ke berbagai macam penderitaan mental. Contohnya, ada praktik-praktik tertentu yang dapat dilakukan saat anda marah, dan meditasi lainnya saat anda dikuasai nafsu, atau cemburu, atau saat membenci, atau apapun. Apa anda mempunyai do’a-do’a tertentu untuk masalah-masalah tertentu seperti yang saya sebutkan tadi?
Karena music yang saya bawakan dank arena pesan yang kita punya dalam hati setiap waktu, sangatlah jarang kami merasa marah kepada orang lain. Ini adalah meditasi dasar yang mengontrol kami, menjaga kami dari amarah dan menjaga kami tetap bahagia.
Apa yang anda pelajari dari ayah anda, selain latihan musik yang membuat anda menjadi penyanyi Qawwali?
Dari kedua orang tua saya, saya belajar agama, bagaimana cara hidup dan mengikuti ajaran Islam. Dari guru-guru saya, saya mendapatkan pelajaran dasar tentang ilmu pengetahuan, matematika, geografi, bahasa Inggris, bahasa Urdu, dan berbagai macam ilmu yang lazim. Dan dari para sufi, saya belajar tentang sufisme. Saya terus mencoba belajar dan mengintegrasikan ajaran dari tiga sumber sufi, dari sekolah, dan dari ayah saya. Tentu saja saat saya masih kecil, sebelum saya berumur enambelas tahun, saya hanya anak biasa. Bisa marah, protes, saya hidup seperti anak-anak kebanyakan. Namun semenjak saya melihat mimpi dan menjadi pengikut sufi, dan mulai menyanyi lagu-lagu tradisional Qawwali, hal tersebut memberikan kedamaian dihati saya. Semenjak itu, hidup saya benar-benar berubah total. Semenjak saya mengontrol apapun yang datang dari pikiran dan hati saya.
Mari bicara tentang motivasi. Bagi beberapa musisi pop, ada keinginan besar untuk sukses yang sebanding atau bahkan lebih besar dari keinginan anda untuk sempurna. Musik anda sangat bernuansa spiritual, saya membayangkan apakah anda pernah berpikir untuk menghasilkan uang dan menjadi bintang, menjadi motif anda dibalik apa yang anda kerjakan.
Nusrat Fateh Ali Khan: Saat saya mulai bernyanyi, tentu saja, saya mempunyai keinginan untuk sukses. Saya selalu berpikir, orang-orang harus mendengarkan lagu saya, dan antusiasme mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap seorang artist. Tentu saja, saya menginginkan tepukan tangan dan merasa bahwa seorang artist seharusnya mendapatkan penghargaan sebagai bentuk apresiasi dari public. Tapi seiring waktu berjalan, saya menemukan diri saya pada situasi dimana apa yang saya inginkan memberikan saya pelajaran, tujuan dari apa yang sudah saya lakukan memberikan lebih banyak kebahagiaan kepada orang lain. Tidur nya saya, setiap ayunan langkah saya, setiap pembicaraan saya, setiap saya makan, semuanya dalam hidup saya, musik selalu bersama saya dalam pikiran saya. Dan saya selalu memikirkan tentang nada-nada baru, penjelajahan baru, dan musik yang baru.
*Dimitri Ehrlich menulis wawancara The New York Times, dan media publikasi lainnya. Band nya, Dimitri and the Supreme 5000, merilis debut album mereka tahun lalu. Ia juga menulis buku tentang musik dan spiritual.