Menyampaikan Islam yang indah dan Damai

Lantas apa yang Anda kenalkan pada umat atau audience ?
Seperti yang sudah dijalankan oleh para Sufi Agung, seperti Al-Gazali atau As-Sakandari dan yang lainnya; menghangatkan kembali kesadaran perjanjian primordial saat kita berada di alam azal; ketika Allah Swt bertanya pada kita, “Alastu Birobbikum ?, Apakah Aku ini Tuhan-Mu ?” Kalau bicara kesadaran spiritual kita kembali kepada perjanjian primordial diatas. Lalu kitapun memberi kesaksian, “Balaa Syahidnaa, Ya. Kami bersaksi Engkaulah Tuhan kami.”

Harus dibaca juga..

Dari sini harusnya kita menyadari bahwa kita ini makhluk spiritual yang sedang mendiami badan kasar, bukan badan kasar yang sedang belajar spiritual. Kesaksian itu juga membawa niscaya pada kita, dimanapun dan dalam kondisi apapun, kita seharusnya connect terus kepada Allah. Kesadaran, a waraness untuk selalu connecting pada-Nya macam ini yang sekarang menjadi sesuatu yang langka ditengah masyarakat kita.

Untuk itu Anda menulis The 7 AWARANESS; 7 Kesadaran Hati dan Jiwa Menuju Manusia Di Atas Rata-Rata ?
He..he..he… Tidak sekedar itu koq. Semua berangkat dari tanggung jawab kita dihadapan-Nya.

Dimana ruang kesadaran yang Anda maksudkan berada?
Dari segi etimologi jelas sekali perbedaan antara cerdas dan sadar. Cerdas itu dekat dengan otak, sedang kesadaran ada pada ranah lubb. Dengan tetap memperhatikan aspek shadr, qalbu dan fuad, saya menukik langsung bagaimana masuk ke ranah lubb, sebab disanalah letak sebuah kesadaran spiritual.

Dalam studi tasawuf yang lebih dalam lagi, saya katakan, pada lubb itu ada mahabbah atau cinta. Bagi para sufi, jika seseorang masih merasakan sifat-sifat kemakhlukan pada dirinya, maka dia tidak akan dapat menghayati keindahan Tuhan, dia tidak dapat mencintai Tuhan.

Al-Qusyairi juga pernah mengatakan, “mahabbah adalah penghapusan sifat-sifat yang mencintai dan penetapan yang dicintai (Allah) dengan dzat-Nya.” Bila hati telah dipenuhi rasa cinta yang menjadi “buah” dari lubb, maka segala sesuatu dari-Nya, akan terasa indah dan ringan.

Perintah dan larangan-Nya tidak dirasakan sebagai beban yang memberatkan. Seseorang yang sudah sampai pada kwalitas lubb akan menerima dengan sepenuh hati semua yang berasal dari Tuhan; mentaati dan menerima segala sesuatunya merupakan kenikmatan tersendiri yang tak dapat di ukur dengan apapun. Orang ini dapat menikmati setiap episode kehidupan, baik dalam keadaan senang, maupun keadaan sulit. Dalam senang dan sulit orang ini juga memberikan yang terbaik, tidak saja untuk dirinya sendiri tapi juga kepada orang lain.

Hanya saja memang tugas kita adalah menyampaikan, memotivasi dan memberi tahu kepada saudara-saudara kita bahwa keindahan dan cinta Tuhan hanya dapat dicapai dengan usaha yang tekun dan pertolongan-Nya. Kita berharap mereka akan berusaha meraihnya, meski untuk itu, mereka harus menghilangkan sifat-sifat mereka. Sehingga dengan cara demikian mahabbah yang sejati pada Tuhan akan terwujud dan kwalitas lubb pun dapat terjaga. [pagebreak] Apa Anda juga menerapkan semacam riyadhah, seperti yang kita kenal dalam Dunia Sufi ?

Oleh karena untuk mencapai lubb dibutuhkan usaha yang tekun, saya juga menerapkan apa yang di dalam tarekat disebut dengan suluk. Hanya saja, guna memudahkan pemahaman, saya menguraikannya dengan istilah-istilah meditasi, kontemplasi, tafakkur, tadabbur dan tasyakkur, yang kesemuanya itu kita lakukan dengan silent atau diam.

Dengan begitu, bisa dikatakan juga dong bahwa kelima uraian istilah itu juga merupakan metode perjalanan spiritual ?
Persis sekali ! kelima hal itu juga menjadi metode perjalanan berbagai keadaan dan kedudukan, sama seperti suluk dalam dunia tarekat. Jika para Ulama Sufi menyandingkan suluk dengan sebuah hadits qudsi yang berbunyi, “Sungguh, Aku (Allah Swt) menginginkan mereka lebih dari mereka menginginkan Aku,” di termin-termin meditasi, kontemplasi, tafakkur, tadabbur dan tasyakkur saya selalu menyampaikan disinilah Tuhan selalu berbicara dan ditempat ini pula Anda selalu mendengar. Dari sini pula akan terbit ketulusan dan kesadaran hati nurani yang menjadi modal utama dalam menghadapi setiap episode kehidupan. Dari sini juga akan lahir knowledge dan wisdom.

Knowledge dan wisdom macam apa ?
knowledge dan wisdom yang mengantarkan seseorang lebih dekat (menyatu) pada Tuhan; yang memberinya cara untuk menghadapi kehidupan yang sejati; yang membebaskannya dari impian dan khayalan-khayalan; yang tidak cuma mencerdaskan dan memandaikan akalnya, tapi juga membuat cemerlang kata hati dan mata hatinya; yang tidak membuat kita seperti seorang bijak, pada cerita Rumi, yang memiliki pengetahuan tapi kehilangan kebijaksanaan; menghantarkan kita menjadi seorang perindu yang senantiasa berujar, seperti munajat As-Sakandari, “Kasih, satukan aku dengan-Mu lewat pengabdian yang mengantarkan aku sampai pada-Mu.”

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.