Manusia Holistik

Harus dibaca juga..

Dra. Rani Anggraeni Dewi, M.A
Adalah Dra. Rani Anggraeni Dewi, M.A., wanita kelahiran Jakarta 27 Oktober 1957.
Rani, begitu ia akrab disapa, sangat fasih mengurai detil manusia dan kemanusiaan baik dalam kacamata psikologi maupun spiritual. Tidak cuma itu, pengalaman pahit yang ditopang oleh keberaniannya dalam

berfikir telah membawanya pada satu kesimpulan bahwa terbukti sejumlah tokoh sangat terkenal seperti Byron (George Gordon Byron; Penyair Inggris tersohor dan terkemuka dalam Romantisisme; red), Van Gogh (Vincent van Gogh; Pelukis terbesar dalam sejarah dan kontributor penting terhadap dasar-dasar seni modern, yang memproduksi lebih dari 2000 karya seni, yang terdiri dari sekitar 900 lukisan dan 1100 gambar dan sketsa;red) dan Wagner (Wilhelm Richard Wagner; Komponis, penulis dan pakar teori musik Jerman sekaligus tokoh paling controversial karena inovasi musik dan dramanya; red) ternyata tidak sehat secara psikologis.

“Di masyarakat kita pun terdapat orang-orang yang sukses duniawi, sukses dalam makna lahiriah tetapi tetap merasa hampa, tidak bahagia, merindukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang sebenarnya dirindukannya. Saya pribadi sempat cukup lama melalui masa-masa seperti ini; hati galau, bingung, banyak “pertanyaan”, sehingga haus mencari jawaban,” begitu penggalan pengalaman Rani pada Cahaya Sufi.

Selebihnya, yang dapat kita temukan dari pengembaraan intelektual dan pengalaman ruhani yang dilaluinya, ia dapat memadukan kesenjangan antara konsep pengalaman mistik ala psikologi humanistik dengan pengalaman tasawuf. Dalam buku yang ditulis nya, Menjadi Manusia Holistik, Rani dapat “mempertemukan” Abraham Maslow yang sekuler dengan Al-Ghazali yang sufistik.

Bisa dibilang Rani setengah hati menjalani study S1 nya pada fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni di IKIP (sekarang UNJ) Jakarta sebab setengah hati lainnya telah terpaut pada fakultas Psikologi di UI. Maklum, Rani memang sangat berminat pada ilmu psikologi. Namun entah apa yang menyebabkan Rani terus bertahan hingga rampung mendapat gelar sarjana S1 nya di IKIP, ia tak mengungkapkan. Yang pasti jenjang belajar yang dijalaninya di IKIP tak menghalangi Rani dalam mendalami ilmu psikologi secara serius.

Tahun 1981 ia resmi menyelesaikan study S1-nya di IKIP Jakarta. Empat tahunkemudian Rani terbang ke negeri Paman Sam untuk keperluan keluarga. Dan hanya Empat tahun juga Rani bermukim di Amerika untuk selanjutnya Rani kembali ke Indonesia dan mengajar di fakultas ekonomi Universitas Pancasila Jakarta.

Dimasa-masa inilah mula pertama Rani mengalami galau, bingung dan banyak “pertanyaan” yang menuntutnya untuk mencari jawaban-jawaban. “Waktu itu saya kok merasakan hampa, bosan dalam hidup dan kok ya hidup saya begini-begini aja padahal disaat yang sama saya merasa bisa melakukan hal-hal yang lebih dari yang ada,”  tuturnya.

Dia pun memutuskan untuk mengambil kursus singkat study psikologi terapan dengan harapan dapat menemukan jawaban dari persoalan yang tengah dialaminya. Sayangnya, dari berbagai teori psikologi Barat
Moderen dikaji dan diterapkan, nol besar hasilnya. Ia masih terpenjara oleh suasana yang dirasakannya serba sumpek dan limbung oleh entah.

Lantas dimana akhirnya Rani menemukan jawaban persoalan kehidupan ? Dalam tasawuf. “Setelah segudang teori psikologi terapan saya lalap, saya beralih mencari ke tasawuf. Dan disana saya menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan saya,” ungkap Rani yang amat yakin bahwa tidak semua persolan
dapat diselesaikan dengan menggunakan logika. “Ketika kita yakin Allah bersama kita, maka tak ada satu persoalan hidup yang tak dapat diselesaikan,” sambung Rani yang kini dikenal sebagai seorang praktisi pendidikan dan konselor masalah keluarga. Tak ingin kehilangan “moment”, setelah bertarekat, wanita kelahiran Jakarta 27 Oktober 1957 ini mengambil study S2 jurusan Filsafat dan Agama di Universitas Paramadina. Ia juga kerap terlibat dalam spiritual works, diantaranya, Empower Your Right Brain (Australia), Peace of Mind (India), dan Art of Living Advance Course (Bali). (Romli Izhaque.)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT