lmu Rahasia

ILMU RAHASIA

Harus dibaca juga..

Pagi sungguh sangat dingin mencekam. Pardi

menggigil, dan Dulkamdi berselimut sarungnya.

Mereka sudah nongol duluan di kedai Cak San.

“Apa ya, rahasia Allah dibalik rasa dingin menggigil

ini?” tanya Dulkamdi pada Pardi.

“Ah, masak gitu saja kamu tanyakan, Dul… Mbok yang

mutu pertanyaan itu.”

“Misalnya?”

“Ya, misalnya ada seseorang yang datang kepada

Imam Ali Karromallahu Wajhah, lalu berkata…”

“Ajari aku tentang ilmu-ilmu rahasia…”pintanya.

“Apa yang kau perbuat perihal ilmu utama?” kata

Sayyidina Ali.

 “Apakah pangkal utama ilmu?” orang itu balik

bertanya.

“Apakah kamu mengenal Tuhanmu?” tanya beliau.

“Ya…” jawabnya.

“Apa yang sudah kau lakukan dalam menjalankan

kewajibanNya?”

“Masya Allah…” jawab orang itu.

“Berangkatlah dan teguhkan dengan itu (hak dan

kewajiban), jika kamu sudah kokoh benar, kamu baru datang

kemari, kamu akan saya ajari ilmu-ilmu rahasia…” jawab

Imam Ali.”

“Kamu dapat kata-kata dan kisah ini dari mana, Di?”

 “Ya baca buku to Dul… Biar nggak ketinggalan sama

anak-anak kuliahan sekarang ini.”

“Tapi anak sekarang pinter-pinter tapi nggak mengerti…”

“Maksudmu?”

“Lha iya. Sekarang banyak kutu buku, intelektual,

cendekiawan, tapi nggak mengerti. Maksudku nggak sampai

dalam hatinya pengetahuan itu…”

“Hmmmm, bener juga. Tapi kita-kita yang nggak

pernah kuliah, rasanya dari mengerti dulu, baru mencari

pengetahuannya… Hahaha…”

Kang Soleh tiba dengan tiga orang kawannya. Mereka

masuk ke kedai Cak San dengan tetap serius mimik mukanya.

Tiba-tiba Kang soleh bercerita:

“Dulu Dzun-Nuun al-Mishry berkisah, ada seorang

tokoh di Marokko diceritakan sifat-sifatnya padaku. Hingga

akhirnya aku menempuh perjalanan ke sana. Selama 40

hari aku diam di sana, namun aku tidak mendapatkan

pengetahuan apa-apa. Saya tahu tokoh itu sangat sibuk

dengan Tuhannya. Padahal aku pun juga tidak pernah sedikit

pun mengurangi rasa hormatku. Suatu hari ia melihatku:

“Dari mana seorang pengembara ini?” tanyanya.

Aku ceritakan perjalananku dan sebagian kondisi

jiwaku.

“Apa yang membuat anda kemari?”

“Saya ingin menggali ilmu anda…” kataku.

“Taqwalah kepada Allah dan pasrahlah kepadaNya.

Karena Dia adalah Yang Maha Memelihara nan Maha Terpuji,”

katanya kemudian diam begitu lama.

“Mohon ditambah lagi bagiku, semoga Allah

merahmatimu. Saya ini orang yang sangat asing, dan datang

dari negeri yang jauh. Aku ingin bertanya banyak hal yang

bergolak di batinku…”

“Anda ini pelajar, seorang Ulama atau peneliti?”

tanyanya padaku.

“Saya ini pelajar yang sangat butuh pengetahuan.”

Para cendekiawan itu dari kalangan para Ulama.

Sedangkan para ‘Arifun itu dari kaum Sufi yang

menempuh jalan kebenaran dan menempuh segala jerih

payah kesusahan, mereka pergi dengan kebajikan

dunia akhirat.

 “Nah, anda sebaiknya tetap di posisi anda sebagai

pelajar. Jagalah adab, dan jangan melampaui batas.

Sebab jika anda melampaui batas adab tadi malah rusak

manfaatnya.

Para cendekiawan itu dari kalangan para Ulama.

Sedangkan para ‘Arifun itu dari kaum Sufi yang menempuh

jalan kebenaran dan menempuh segala jerih payah

kesusahan, mereka pergi dengan kebajikan dunia akhirat.”

“Semoga Allah memberikan rahmat padamu.

Kapankah seorang hamba sampai pada tahap yang anda

ungkapkan sifatnya itu?” tanyaku lagi

“Jika ia telah keluarkan hatinya dari sebab akibat

duniawi.”

“Kapan seorang hamba bisa demikian?”

“Jika ia telah keluar dari merasa bisa berdaya dan

berupaya.”

“Apakah pangkal akhir seorang ‘arif itu?”

“Jika semuanya seperti tiada ketika semuanya ada.”

“Kapan sampai pada martabat Shiddiqin?”

“Jika sudah mengenal dirinya.”

“Kapan mengenal dirinya?”

“Jika telah tenggelam di lautan anugerah. Dan

keluar dari tempat keegoannya dan berpijak pada langkah

keluhuran.”

“Kapan sampai pada sifat-sifat itu?”

“Bila ia duduk di kapal Ketunggalan.”

“Apa kapal Ketunggalan itu?”

“Menegakkan ubudiyah yang benar.”

10 | Seri Kedai Sufi

“Lalu kebenaran ubudiyah itu yang bagaimana?”

“Beramal hanya bagi Allah Ta’ala, dan ridlo terhadap

ketentuan Allah.”

 “Kalau begitu berilah aku wasiat…”

“Aku wasiat kepadamu, agar rerus bersama Allah.”

“Lagi…”

“Cukup!””

Semua orang yang ada di kedai itu terhening lama.

Kang soleh menghela nafas panjang, dan mengepulkan

asap rokoknya dan menyeruput kopi hangatnya.

(DARI Kedai Sufi: JALAN MA’RIFAT oleh KHM Luqman Hakim)

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.