Kisah Ridlo yang Dahsyat
Diceritakan bahwa asy‑Syibly menegaskan di hadapan Al-Junayd, “Tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Allah, (laa haula wa laa quwwata illa billaah),” dan Al-Junayd mengatakan kepadanya, “Ucapanmu itu merupakan ungkapan dada yang sempit, dan dada sempit (sedih) karena meninggalkan ridha pada ketentuan‑Nya.” Asy-Sylbly lalu terdiam.
Suatu malam aku tidur di dekat Sary as-Saqathy ra, tiba-tiba beliau membangunkanku.
“Hei Junaid, aku seperti mimpi seakan-akan aku ada di hadapan Allah. Kemudian Allah berkata padaku, “Hai Sary, Aku menciptakan makhluk, semuanya mengaku mencintaiKu. Kemudian Aku menciptakan dunia, ternayata 90 % dari mereka lari semua, tinggal 10 % yang ada di hadapanKu. Lalu aku ciptakan syurga, 90 % yang tersisa dari 10 % pun lari dari sisiKu, tinggal 1%. Kemudian aku berikan cobaan, lalu 90% dari 1% itu pun lari dari sisiku, tinggal, 0,1%. Kepada yang tersisa itu Aku katakana, “Bukan dunia yang kau kehendaki, juga bukan syurga yang kalian inginkan, juga bukan karena neraka kalian lari. Lalu apa yang yang sebenarnya kalian kehendaki?”
Mereka menjawab, “Engkau Mahata Tahu apa yang kami kehendaki…”
Aku katakana, “Bila aku memberi cobaan bencana sejumlah nafas-nafas kalian yang tak bisa dipikul oleh gunung-gunung yang kokoh, apakah kalian semua sabar?”
Mereka menjawab, “Bila Engkau Yang Memberi cobaan, maka lakukanlah sekehendakMu…”
Aku (Allah) katakan, “Mereka itulah hamba-hambaKu yang benar…”
Al-Junayd berkata, “Ridha berarti meniadakan pilihan.”
Suatu kali, Junayd mendeiita sakit mata. Ia pun memanggil seorang tabib.
“Jika matamu terasa berdenyut-denyut, jangan biarkan matamu itu terkena air,” nasihat sang tabib
Saat sang tabib telah pergi, Junayd berwudlu, shalat, kemudian pergi tidur, Ketika ia bangkit matanya telah sembuh. Ia mendengar sebuah suara berkata, “Junayd mengabaikan matanya demi meraih keridloan Kami. Jika demi tujuan yang sama, ia memohon ampunan bagi para penghuni neraka, niscaya permohonannya itu akan Kami kabulkan.”
Di jalan, tak berapa lama kemudian, sang tabib memanggil Junayd dan melihat bahwa mata Junaid telah sembuh.
“Apa yang telah engkau lakukan?” Tanya sang tabib.
“Aku berwudlu untuk salat,” jawab Junaid.
Seketika itu pula sang tabib, yang beragama Nasrani, mengucapkan dua kalimat syahadat.
“Ini adalah penyembuhan Sang Pencipta, bukan penyembuhan makhluk,” komentar tabib tersebut.
“Junaid, mataku lah yang sakit bukan matamu. Engkau tabib yang sebenarnya, bukan aku.”
(KHM Luqman Hakim)