“Orang yang alpa adalah orang yang memandang apa yang bakal dikerjakan nanti, dan orang yang berakal sehat adalah orang yang memandang apa yang bakal diberlakukan padanya oleh Allah swt.”
Orang yang senantiasa membuat angan-angan apa yang akan dikerjakan, apa yang akan dilakukan, sesungguhnya tergolong orang alpa. Kenapa demikian? Karena ia lupa bahwa Allah swt, lah yang sedang memberlakukan semua itu. Ketika anda sedang menunggu atau merenung apa yang bakal dilakukan, apakah itu soal dunia atau soal agama, pada saat yang sama, dimanakah peran Allah tiba-tiba hilang begitu saja?
Kenapa dmeikian? Karena orang tersebut pasti sangat bergantung dan mengandalkan amal usahanya, maka ia senantiasa tidak akan meraih kesempurnaan selamanya.
Sedangkan orang yang berakal sehat, akan meninggalkan semua itu, mengembalikan pada kepasrahan dan kerelaan dirinya kepada Allah atas apa yang dikehendakiNya. Ia tidak berbuat pada waktunya kecuali atas perintahNya.
Abu Ayyub as-Sikhtiyani ra mengatakan, “Bila tak ada yang kau kehendaki maka kembalikan apa adanya.”
Umar bin Abdul aziz ra, mengatakan, “Di pagi hari, tak ada kegembraan bagiku kecuali pada tempat-tempat takdirNya.”
Syeikh abu Madyan ra mengatakan, “Berhasratlah untuk menjadi pasrah total, siapa tahu Allah melihatmu lalu Allah merahmatimu.”
Abdul Wahid bin Zaid mengatakan, “Ridlo itu adalah Pintu Allah paling agung dan tempat istirahatnya ahli ibadah serta syurga dunia.”
Guruku ra, manakala aku masuk di hadapannya selalu menyanyikan syair ini, dan syair ini dipeuntukkan kaum ‘arifin:
Ikutilah desau ketentuanNya
Ikutilah pusarannya kemana berputar.
Pasrahkan padanyadengan total
Berjalanlah kemana ia bergerak.
Jika mengikuti penekatan al-Hikam, betapa banyaknya orang yang alpa di abad ini. Semua mereka lakukan tanpa rasa yaqin kepada Allah Ta’ala, tetapi mereka melakukan aktivitas agama dan dunia semata karena kecemasan dirinya. Rasa cfemas adalah akibat dari ketergantungannya atas perbuatannya sendiri. Bukan pada Allah Rabbul ‘Izzah.
Oleh sebab itu Al-Hikam melanjutkan:
“Sesungguhnya para hamba dan kaum zuhud itu merasa cemas dan gentar dari segala hal, semata karena hilangnya mereka dari Allah Ta’ala dalam segala hal. Apabila mereka menyaksikan Allah dalam segala hal, sedikit pun mereka tak pernah gentar.”
Kecemasan muncul akibat fenomena yang terjadi dan yang bakal terjadi. Namun dipandangnya semua itu dari segi wujudnya fenomena kehidupan, kenyataan, realitas, dan benda-benda serta makhluk yang dihadapi. Kecemasan akan sirna manakala seseorang bisa memandang Allah dibalik segala hal yang ada.
Abul Abbas al-Hadhramy mengatakan, “Bukan disebut sebagai lelaki sejati, orang yang tidak berani memasuki kegelapan, juga bukan yang memasuki kegelapan dengan kegelapan. Tetapi lelaki sejati adalah yang memasuki kegelapan dengan cahaya.”
Beliau juga mengatakan, “Bukan disebut lelaki sejati orang yang tahu bagaimana pisah dari dunia, lalu ia meninggalkan dunia. Tetapi lelaki sejati adalah orang yang mengetahui bagaimana menahan dunia, lalu ia sukses menahannya.”