Kedai Ini Lebih Mulia Daripada Harvard

“Dul, kamu masih ingat semalam, Kiai Mursyid mengaji tasawuf?”
“Ingat Di, soal itu pasti sangat catat dalam-dalam di dada saya.”
“Coba, tentang apa beliau mengaji?”

“Tentang pelacur yang masuk syurga, kan?”
“Bukan itu….!”
“Lho yang mana Di?”
“Coba kamu ingat lagi….”
“Wooou, pasti tentang para Wali yang diberi Hak Veto takdir?”
“Aduuuh, ya itu, tapi bukan itu Dul?”
“Yang mana sih?”
“Dasar kamu ngantukan…..”
“Oh, ya. Saya tahu. Pasti soal sabar dan syukur, kan?”
“Nah, ini baru betul.”
“Lalu? Apa yang mengganjal….”
“Soal ini lho Dul, soal manusia alhamdulillah itu lho….”
“Wooooou, itu to. Kamu pilih mana, plih jadi manusia alhamdulillah atau manusia yang bersabar, atau manusia yang tidak dua-duanya, tidak sabar dan tidak syukur?”
“Apa Dul?”
“Assabiqqunal Awwalun. Manusia yang bergairah dalam cintaNya…”
Pardi tampak terjengah mendengar  ulangan atau rekaman Dulkamdi.
“Iya, Dul, saya belum mudeng soal manusia alhamdulillah itu…”
“Saya juga nggak bisa menjelaskan. Saya tahu pokoknya saja Di…”
Dua orang itu lalu menyeruput wedang kopi murninya.
dari jauh tampak Kang Soleh mendendangkan lagu Tholaal Badru ‘Alainaa….sambil kepalanya bergoyang ke kanan ke kiri, mirip penari yang begembira.
“Alhamdulillah….Kalian masih bersabar di kedai ini…”ucap Kang Soleh ketika memasuki warung Cak San itu.

“Lho, Kang, kita sedang mencari makna Alhamdulillah dan bersabar, kok sampean tahu?”
“Lha saya kan cuma nyeplos saja.”
“Langsung saja Kang, bagaimana kita mesti Alhamdulillah itu, dan mesti bersabar itu seperti apa?”
“Alhamdulillah itu ya bersabar. Bersabar itu ya Alhamdulillah. Ha…ha…ha….”
“Yang jelas Kang!”

“Ada manusia alhamdulillah yang melihat kehidupan dunia ini sebagai serba nikmat Allah, suka maupun duka, adalah nikmat Allah. Karena itu ia terus menerus bersyukur kepada Allah. Tapi juga ada model manusia Shobirun, mereka yang bersabar. Yang kedua ini melihat dunia ini sebagai cobaan, enak ya cobaan, sakit ya cobaan. Karena itu ia harus bersabar melihat dunia. Ada tipe ketiga yang tidak dua-duanya. yaityu Assabiqunal awwalun, yang meandang apa pun sebagai Cintanya Allah. Ia melihat apa saja dengan penuh gairah cinta yang dahsyat. Terus, kamu mau yang model apalagi…?”

“Saya sih terserah Allah, bagaimana saya dimodelkan Allah…”

“Tap[i begini Dul, Di, Cak, dan kawan-kawan. Lihatlah manusia Alhamdulillah itu. Disana ada rahasia tersembunyi dibalik Ayat Alhamdulillaahirobbil ‘Alamin….”

“Wah, ini yang perlu kita simak rek…”

“Alhamdul itu puncak dari Jalal dan Jamalnya Allah. Lalu mengalir pada segala oreintasi serba Allah, sekaligus segala hal selain Allah muspro, sirna dan hampa. Dan itu tersembunyi dalam Lillah. Lalu Robbil ‘alamin, adalah kesemestaan yang dimanaj oleh sifat Rububiyahnya Allah, buka sifat UluhiyahNya. Jadi  kalau kita urut dari belakang, dari rasio dan akal kita, maka kita mesti melihat ‘Alamin dulu, baru Robb, kemudian segala hal yang berinteraksi antara Alam semesta dalam diri kita dengan Robb, harusllah semata Lillah. Disanalah nanti kita bertemu dengan Alhamdu yang hakiki……”

“Wehh…weh..weh, Kang, mbok penafsiran anda ini dibikin kuliah umum di Harvard University sana. Biar para mahasisa dan professor di sana melek ayat….:”

“Untuk apa? Wong Kedai ini lebih mulia dibanding Harvard University kok.”

Lalu gerrrr.

“Lhoh, Kang, kok berani-beraninya sampean bilang begitu?”

“Lha wong di sana nggak ada alhamdulillah yang hakiki. Di sini? Cak San yang menggoreng pisang, yang meyedu kopi, yang menyalakan api dan tungku? Kalian bisa melihat sendiri, sebelum semua pekerjaannya selesai Cak San sudah menggetarkan Alhamdulillah. Kalau Professor Harvard University tahu, ia pasti akan meneliti habis-habisan kehidupan model Cak San….”

Harus dibaca juga..

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.