Kaum Arifun, Seperti Apa?

Al-Junayd Al-Baghdady

Harus dibaca juga..

Kaum Arifun, Seperti Apa?

Al-Junaid– rahimahullah – ditanya, “Wahai Abu al-Qasim, (nama lain dari panggilan al-Junaid, pent.). apa kebutuhan orang-orang arif kepada Allah Swt?” Ia menjawab, “Kebutuhan mereka kepada-Nya adalah perlindungan dan pemeliharaan-Nya pada mereka.”

 “Bila seseorang benar-benar menghadap Allah swt. Selama sejuta tahun, lalu sejenak saja ia berpaling dari Allah swt., maka segala amaliyahnya hilang semua nilainya. Karena “sejenak” itu lebih berat ketimbang sejuta tahun itu tadi.”

Diceritakan dari Al-Junaid— rahimahullah – yang mengata­kan, bahwa limpahan ruhani (haal) ialah sesuatu yang terjadi secara mendadak yang bertempat pada hati nurani dan tidak bisa lama (terus-menerus).

Siapakah orang ’arif Billah? Al-Junayd berkata, “Siapa yang berbicara tentang rahasia hati anda, namun anda diam.”

Al-Junaid– rahimahullah – pernah ditanya tentang rasionalitas orang-orang arif (al-‘arifin). “Mereka lenyap dari kungkungan sifat-sifat yang dilabelkan oleh orang-orang yang melabelinya.”

“Seseorang tak akan bisa dihantar sampai pada pemeliharaan Hak-hak Allah kecuali dengan menjaga rahasia hati. Barangsiapa tidak memiliki rahasia hati (sirr) maka ia adalah orang yang selalu berbuat dosa. Sementara orang yang selalu berbuat dosa tak akan pernah ada kebaikan sejati.”

“Orang ‘arif tidak akan menjadi ‘arif sampai ia menjadi tanah: Diinjak oleh orang yang baik maupun jahat; sampai ia menjadi awan, memayungi semua makhluk, dan sampai menjadi seperti hujan: menyirami segala sesuatu, baik yang mencintai maupun membencinya.”

“Sang ‘arif adalah yang berbicara haq dari batinnya, sedangkan dirinya dalam kondisi diam.”

Ketika ditanya tentang  sang ‘arif, Junaid juga menjawab, “Warna air adalah warna wadahnya.”

Al‑Junayd ditanya, ‘Apakah orang yang ‘arif itu pernah berzina?”

Lalu Junayd tertunduk sejenak, kemudian mengangkat kepalanya, sembari membacakan ayat, “Dan adalah ketetapan Allah itu, suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (Q.s. Al‑Ahzaab: 38).

Ketika ditanya pula, mengenai perkataan Dzun Nuun al-Mishry mengenai sifat sang ‘arif (Dia ada disana, kemudian menghilang pergi), maka al-Junayd menjawab: “Seorang ‘arif tidak dibatasi oleh kondisi ruhani (haal) ke kondisi lain, tidak pula ditutup oleh tahap maqom yang berpindah dari satu ke yang lainnya. Jadi ia berada bersama orang banyak dimana pun seperti layaknya mereka, mengalami seperti yang mereka alami, bicara dengan bahasa mereka, agar bisa memberikan manfaat pada mereka dengan kata-katanya.”

Abu Ali ar-Rudzbary mengatakan, “Aku dengar al-Junayd berkata kepada seseorang yang menyebutkan tentang ma’rifat.  Orang itu mengatakan, “Ahli ma’;rifat Billah ada yang sampai pada tahap meninggalkan gerakan-gerakan dari gerbang kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah swt?”

“Ungkapan itu merupakan ucapan kaum yang bicara mengenai gugurnya amal. Itu, menurutku adalah masalah besar. Orang yang mencuri atau berzina sekali pun, masih lebih baik daripada orang yang berpandangan seperti itu. Justru orang yang ma’rifat kepada Allah swt.  Sangat tekun amal ibadahnya kepada Allah swt. Dan kepadaNya-lah mereka kembali. Bila saja usiaku mencapai seribu tahun, sedikit pun aku tak akan mengurangi amal ibadah kebajikaku, kecuali  aku dialihkan selain amaliyah itu.”

Ketika ditanya berkait dengan tasbih ditangannya,”Mengapa dengan kemuliaan yang anda miliki anda masih memakai tasbih di tangan?”

“Melalui ini kau dapat sampai kepada Allah swt. Karena itu aku tidak melepaskannya.” Jawab Al-Junayd.

KHM Luqman Hakim, Cahaya Sufi

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.