Karomah Kok Diburu…
Sedari pagi Pardi merenung tak habis-habisnya, kenapa sahabatnya yang baru saja mendapatkan ijazah dzikir mendapatkan karomah dan keistemewaan yang dahsyat. Sementara dirinya bertahun-tahun wiridan tak pernah dapat pengalaman yang hebat. Apa salahnya? Apa dosanya? Apa kekuarangannya? Demikian kecamuk Pardi dalam benak dan kepalanya sampai hampir nyut-nyutan. ”Lhah, kepalamu kelihatan awut-awutan, Di?” tegur Dulkamdi.
”Ya Dul, memang. Aku nggak habis pikir…”
”Memang kalau pikiranmu habis kamu telah sempurna, begitu?”
”Akh, kamu kayak tahu isi pikiranku saja….”
”Paling-paling soal nasibmu yang tak berubah. Alhamdulillah nasibmu istiqomah… Hahaha…”
”Coba bayangkan si Karim, baru saja belajar wiridan sudah bisa terbang. Lha kita ini Dul…?”
”Hahaha… Itu rupanya. Kamu dijadikan Allah jadi pohon, masak kamu mau iri jadi buah… Hahaha… Apa pohon lebih hina dari buah?”
Pardi terperangah, lalu ia mjerenung panjang sembari mengingat-ingat kata-kata Ibnu Athaillah. Tapi hikmah yang mana ya yang mirip ungkapan Dulkamdi? Ia tetap mengelus-elus jidatnya.
Kang Soleh nylonong, sembari mengutip kata-kata mutiara. ”Terkadang karomah diberikan kepada orang yang belum sempurna kemandirian istiqomahnya.”
”Nah, itu pasti kata-kata Ibnu Athaillah, Kang… Itu yang aku maksud….”
Lalu Kang Soleh mengurai panjang makna hikmah itu.
”Banyak peristiwa luar biasa muncul pada diri seseorang, lalu seseorang atau orang lain mengklaimnya itu adalah karomah. Dan lebih dari itu, jika seseorang muncul keistemewaannya, dianggap telah sempurna perjalanan istiqomahnya. Apa sebenarnya karomah itu? Apa pula istiqomah? Karomah adalah peristiwa luar biasa yang dimunculkan oleh Allah Swt pada seorang hambaNya, tanpa menghilangkan keistiqomahannya. Munculnya tidak didahului oleh sebab akibat (semacam amalan-amalan tertentu, dll) atau persiapan dari sang hamba tadi. Allah Swt menampakkannya karena ada sesuatu yang istimewa dari hambanya yang ahli tha’at kepadaNya baik ia masih dalam awal penempuhan atau sudah sampai di akhir perjalanan istiqomahnya. Karomah itu hanya untuk menunjukkan kelebihan seseorang dari Allah Ta’ala, bukan menunjukkan keparipuraan istiqomahnya. Karomah tidak menunjukkan seseorang meraih maqom yang tinggi, kecuali jika orang tersebut memang sudah sempurna istiqomahnya. Ukurannya adalah seseorang benar-benar serasi dalam mengikuti jejak kebenaran Ilahi lahir dan batin menurut cara yang dibenarkan, tanpa motif tertentu. Berarti pula ia terus menerus bertaubat tanpa berpaling ke dosa, melakukan amaliyah tanpa sela, dan ikhlas tanpa berpaling dariNya, setrta yaqin tanpa keraguan, tawakkal tanpa beban, dan hanya berdisiplin terus menerus dalam meraih wushul padaNya.
Itulah karomah yang hakiki.
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily Qs, mengatakan, “Ada dua karomah yang bepadu dan saling meliputi: 1) Karomah Iman, dengan bertambahnya rasa yaqin dan musyahadah secara jelas. 2) Karomah amal, dengan mengikuti jejak Sang Nabi saw, menghindari klaim-klaim dan pengingkaran. Siapa yang dianugerahi dua hal itu, lalu masih mengalihkan perhatiannya pada yang lain, ia adalah hamba yang berlebihan (kemoncolen, red) nan pendusta. Dirinya tertimpa tipudaya, dan punya kesalahan dalam ilmu maupun amal yang benar. Sebagaimana orang yang hormat ketika melihat sang raja, disertai kerelaan jiwa, tiba-tiba ia berhasrat untuk mengalihkan perhatiannya pada cara mengendarai kendaraan dan melepaskan kerelaan hatinya.”
Beliau mengatakan pula: ”Sebuah karomah yang tidak disertai oleh ridhonya Allah Swt, maka pemilik karomah itu tertipudaya, atau kurang akal, atau hancur berkepingkeping.”
Karena itu, kita jangan sering tertipudaya oleh karomah yang tidak disertai istiqomah yang hakiki. Banyak khalayak menilai keistemewaan dan keluhuran derajat seseorang dari keistemewaannya. Apalagi jika keistemewaannya itu direkayasa melalui industri media massa, atau kepentingankepentingan publikasi, jelas adalah bentuk tipudaya sampah yang membusukkan
Masyarakat kita sering terjebak oleh keistemewaan yang tampak fenomenal, lalu diklaim sebagai karomah. Padahal tujuan Allah memberikan karomah itu agar seseorang bisa istiqomah. Oleh karena itu Istiqomah, ditegaskan oleh para Sufi lebih utama dibanding beribu karomah. Karena hakikat karomah adalah istiqomah itu sendiri.”
”Nah, kamu dengar sendiri Di,” kata Dulkamdi…
Pardi hanya garuk-garuk kepala sambil senyum-senyum.
KHM Luqman Hakim
(Kedai Sufi Jalan Cahaya)