Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany – Pengajian Hari Jum’at tanggal 11 Sya’ban tahun 545 H. di Madrasahnya
Kendalikan dirimu, nafsumu, watakmu dengan puasa dan sholat da’im dan kesabaran yang da’im pula. Bila hamba benar dalam menata dirinya dan hawa nafsu dan
wataknya, maka hanya ada dia dan tuhannya tanpa sedikit pun ada kontaminasi, hingga yang ada hanya qalbu, sirr dan Tuhannya yang menghampar begitu luas, tanpa kesempitan, penuh rasa sehat tanpa rasa sakit. Karena itu pakailah akal sehatmu, raihlah ilmu, amalkan, dan ikhlaslah dalam beramal.
Anak-anak sekalian. Belajarlah dari makhluk, lalu belajarlah dari Sang Khaliq, sebagaimana Nabi saw, bersabda:
“Siapa yang mengamalkan ilmunya, Allah mewariskan ilmu belum pernah ia ketahui sebelumnya.” (Ditkahrij Az-Zubaidy).
Anda harus belajar dari makhluk dulu, baru kepada Al-Khaliq, yaitu anda meraih Ilmu Ladunni, suatu ilmu yang dikhususkan dalam rahasia qalbu, yang kelak menjadi rahasia batin. Bagaimana anda bisa belajar sesuatu tanpa guru? Sedangkan anda berada di rumah Hikmah. Karenanya carilah ilmu, karena mencari ilmu itu fardhu, sebagaimana Nabi saw, bersabda: “Carilah ilmu walau sampai ke China.” (Ditkahrij Adz-Dzahaby).
Anak-anak sekalian, bergurulah kepada orang yang bisa menolong untuk memerangi hawa nafsu anda, bukan pada orang yang menolong nafsu untuk mencelakakanmu. Bila anda belajar pada guru yang bodoh dan munafik, yang memiliki watak dan hawa nafsu, maka ia justru akan menyeret anda pada hawa nafsu itu.
Para guru ruhani itu tidak bersahabat dengan dunia, namun bersahabat dengan akhirat. Bila seorang syeikh senang dengan naluri wataknya dan hawa nafsunya berarti ia sahabat dunia. Bila ia senang dengan qalbunya maka ia sahabat akhirat. Namun bila ia senang dan empunya rahasia batinnya (sirr) maka ia adalah sahabat Tuhan.
Wahai orang yang sok menjadi guru ruhani! Keluarlah dan bergaullah dengan para syeikh yang mukhlis dalam perilaku mereka. Manakala anda masih terus mencari dunia dengan nafsu anda, berambisi dengan hawa kesenangan anda, sesungguhnya anda adalah anak-anak, benar-benar naluri watak murni. Nafsu harus di kendalikan dari dunia dengan berbagai upaya, bukan keterpaksaan, atau nafsu harus mengikuti qalbu, jauh dan jauh dari dunia dan kesenangannya. Nafsu meraih haknya manakala ia sudah buta dari dunia, dari akhirat dan dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla.
Apabila seorang hamba mulai dekat dengan Allah Azza wa-Jalla, akan banyak kegelisahan dan rasa takutnya. Itulah kenapa, seseorang lebih takut pada menterinya dibanding pada rajanya, karena menteri adalah orang yang paling dekat dengan raja.
Orang mukmin tidak akan pernah sampai kepadaNya kecuali dengan keikhlasan. Inilah kaum sufi senantiasa gelisah sepanjang ia belum bertemu dengan Allah Azza wa-Jalla. Siapa yang mengenal Allah Azza wa-Jalla rasa takutnya akan sangat kuat, dan itulah yang disabdakan Nabi saw: “Akulah yang paling mengenal Allah diantara kalian, dan yang paling amat takut kepadaNya.” (Al-‘Ajluny).
Allah Azza wa-Jalla senantiasa memberi ujian pada para Auliya’ Nya agar mereka terus-menerus membersihkan dirinya, bahwa mereka selamanya berada dalam langkah rasa takut jika berubah, berpindah. Mereka terus merasa takut walaupun kondisinya sangat aman. Bereka bergentar walau pun mereka telah diberi ketentraman. Mereka terus mendebat nafsunya, walau nafsu itu sebesar biji atom, sebesar biji bayam dan alpa yang ringan saja. Ketika mereka merasa tenang mereka justru terbang. Ketika mereka merasa cukup justru mereka gugah kefakirannya. Ketika mereka merasa aman, justru mereka bangkitkan rasa takut. Ketika mereka diberi anugerah justru mereka merasa terhadang. Ketika mereka gurau tertawa justru mereka menangis. Ketika mereka bergembira, malah mereka bangkitkan susahnya. Mereka sangat kawatir akan rekayasa tipudaya yang berbalik dan akibat yang buruk, karena mereka tahu bahwa Tuhan mereka berfirman: “Allah tidak ditanya apa yang dilakukanNya, namun merekalah yang ditanya…” (Al-Ambiya’: 23)
Anda wahai orang yang alpa! Justru pamer maksiat dan kontra kepada Allah Azza wa-Jalla, sementara anda malah merasa nyaman. Dalam waktu dekat, rasa amanmu akan berubah menjadi ketakutan, rasa luang lapangmu akan berubah menjadi sempit, rasa muliamu akan menjadi hina, rasa luhurmu akan menjadi rendah, rasa kayamu akan menjadi miskin.
Ingatlah bahwa rasa amanmu di hari kiamat dari siksa Allah Azza wa-Jalla, diukur dengan rasa takutmu kepada Allah azza wa-Jalla di dunia, dan rasa takutmu kepada Allah Azza wa-Jalla di akhirat tergantung rasa amanmu di dunia, namun justru anda tenggelam di dunia dan tercebur di sumur kealpaan.
Maka hidupmu sungguh seperti binatang, tidak kenal kecuali hanya kenal makan, minum, seks, dan tidur. Secara lahiriyah, prilakumu seperti mereka yang ahli dalam pembersihan qalbu, tetapi batinmu penuh dengan ambisi duniawi, menumpuk harta dan memburu rizki, hingga telah menutup pintumu untuk menuju Allah Azza wa-Jalla.
Wahai orang yang diseret oleh kehinaan ambisinya, bila anda dan penduduk bumi, bila sesuatu ditarik untukmu, pasti anda belum merasa terbagi. Maka tinggalkanlah ambisi untuk meraih sesuatu yang sebenarnya sudah terbagi bagimu, tinggalkan mencari sesuatu yang belum terbagi untukmu.