Munajat Al-Harits Al-Muhasibi
WAHAI diri! Berdoalah, dan merasa malu kepada-Nya, karena engkau terlalu lama tidak memiliki rasa malu kepada-Nya.
DEMI Keagungan-Mu, janganlah Engkau semakin meningkatkan penolakan-Mu dan ketidakpedulian-Mu untuk memberi pertolongan kepadaku; kecuali kesinambungan dalam ketertundukan (tadharru’) dan pengulangan-pengulangan dalam meminta, karena tidak patut bagiku untuk pupus harapan kepada-Mu.
Lalu mengapakah Engkau menunda terkabulnya doaku. Tentu bukan karena Engkau memiliki sifat kikir. Pasti bukan karena pudarnya qudrah-Mu untuk memberiku kelapangan. Juga bukanlah karena Engkau Maha Mengetahui keadaanku yang buruk. Bukan karena rahmat-Mu yang dipersempit bagiku. Bukan pula karena aku tidak sungguh-sungguh menunjukkan ketergantungan dan kesungguhan dalam kesusahan pada segi yang aku minta kepada-Mu.
Dan aku tetap harus merendahkan diri dari terus memohon … jika tidak ada penyebab tertahannya doaku, kecuali dari diriku sendiri. Tidak ada kata putus asa pada harapanku dariMu, karena jika Engkau berkehendak membuyarkan harapanku, tidak ada lagi harapan kepada-Mu. Sungguh, aku telah berbaik sangka kepada-Mu dan masih ada peluang dalam diriku untuk berharap besar Engkau beriradah untuk menjawab permohonanku.
Alasan Engkau menunda pertolongan-Mu adalah agar aku selalu memohon, dan terus-menerus berserah diri Sebagaimana aku pernah melanggengkan maksiat terhadap-Mu dan terus-menerus mengabaikan perintahMu. Oleh karena itulah, Engkau menahan ijabah-Mu, hingga aku sekarang melanggengkan kepasrahan diriku, sebagaimana sebelumnya Engkau membuatku berlama-lama dalam penentangan (al-i’radh) sebagai hukuman dariMu.
Kemudian Engkau melapangkan jalanku setelah gencarnya [permohonan], dan Engkau menolongku setelah Ianggengnya pengaduan (syakwa) dan kepasrahan diri (istikamah). Maka, segerakanlah pertolongan-Mu kepadaku, aku memohon janganlah Engkau balas aku dengan sanksi dari-Mu sebagai pembelajaran bagiku. Meskipun Engkau tetap memutuskan memberii sanksi kepadaku, aku mohon Engkau berkehendak untuk memberikan pertolongan setelah lamanya doa permohonanku.
Namun, jangan Engkau menarik bimbingan (taufiq)-Mu dengan pertimbangan terhadap tiada putusnya permohonanku dalam meminta pertolongan, dan kesinambungan penyerahan diri, karena aku tidak sanggup selama-lamanya dalam pedihnya penyesalan kepada-Mu tanpa taufiq dari-Mu, dan aku tidak akan memanjatkan doa jika Engkau mencegah diriku dari perubahan [kondisi spiritualku].
Kemudian Engkau mengabulkan doaku, serta mengasihi kelemahan dan kedukaanku. Inilah aku dalam keadaan menundukkan diri yang amat hina, dari Ilmu-Mu tentang aku bahwa aku lebih hina dan lebih rendah.
Jika Engkau segera menyelamatkanku, kebahagiaanku menjadi sempurna. Tatkala Engkau menangguhkan kelegaanku lepas dari segala cobaan (balaya), dalam permohonan dan doa
—dengan demikian— sebagai jalan keluar (tanfis); juga tatkala aku belum melihat harapan dari-Mu; demikian juga tatkala Engkau tidak menghalangi pengaduanku kepadaMu, dan bertandangnya (liqa’) jiwaku ke hadirat-Mu bersama-sama dengan harapanku.