Jack & Sufi
JADILAH DIRIMU SENDIRI
Rupanya anak-anak muda mulai berdatangan di padepokan Jack. Anak-anak muda mengenalnya dari sosial media. Mereka tentu bukan sekadar ingin kumpul-kumpul tetapi ada yang lain yang ingin dicari disana. Tentang Jati Diri.
Malam mulai menusukkan kesejukan yang menggigit. Jack mengalungkan sarungnya untuk sekadar menutupi lehernya dari hawa dingin di lereng bukit itu. Anak-anak muda sudah mulai berkelompok disana, sembari tangannya memegang HP masing-masing.
“Kalian ini punya berhala baru ya…”
Mereka kaget dengan teguran Jack.
“Maksudnya gimana Bang?” Tanya Sandy.
“Masak sejak tadi wiridnya hanya tut HP saja…”
Mereka lalu tertawa bersama.
“Maaf Bang, ini teman-teman baru kami. Kalau diizinkan ignin ikut gabung di sini…”
“Yah, cuma seperti ini. Anggap rumah kalian saja…”
Ada tujuh orang warga baru di situ. Kini ada 12 anak muda, dengan karakter yang beragam. Sembari minum kopi dan singkok goring yang tersaji hangat, mereka mulai terlibat diskusi hangat.
“Saya penginnya kayak Bang Jack. Saya menemukan kebebasan dan hidup rasanya kok merdeka banget…” ungkap salah satu dari anak baru itu, yang mengenalkan dirinya sebagai Haris.
“Jangan…!”
“Kenapa Bang?”
“Bukannya kalian tidak mampu. Tapi Allah menghadirkan kalian dengan waktu dan pengetahuan yang berbeda, karakter dan latarbelakang yang berbeda pula. Itu artinya kalian harus menjadi diri kalian sendiri. Jangan menjadi orang lain.”
“Kan kita harus mengikuti jejak orang yang kita teladani.”
“Mengikuti jejak tidak harus sama dan serupa. Zaman kalian berbeda dengan zamanku.” Kata jack sembari menghela nafas panjang.
“Wah, terus terang Bang, kami-kami ini sedang proses pencarian jati diri. Kami takut salah jalan. Sementara di depan rasanya banyak sekali jalan yang macam-macam. Kami bias bingung, bisa tersesat. Nah kami butuh panutan…”
“Saya mengerti. Ini semua tentang ketidaksabaran di usia-sia kalian. Tapi lihat buah singkong yang sudah matang ini, rasanya enak jika tinggal kita makan. Tapi untuk menjadi makanan yang siap saji di depan kalian, butuh proses panjang. Bahkan, ketika masih mentah, kalian melihatnya pasti berbeda-beda. Coba saya tanya kamu, Ahmad. Ketika kamu lihat singkong masih mentah apa yang muncul di benakmu?”
“Saya bayangkan jadi tepung. Karena fungsi tepung bias macam-macam Bang..”
“Kalau saya ingat di kampung kakeknya di jawa Timur. Singkong ini direbus dengan gula merah sampai setengah gosong, lalu kita makan, nikmatnya bukan main,” celethuk Sandy.
“Menurutmu Dedy?”
“Wah boleh juga kalua ada satu truk, bias kita jual nih…”
“Dasar otak bisnis kamu ini,” timpal Ahmad.
“Kalau menurutku Bang, begitu melihat singkong ini, saya langsung ingat perdebatan Bid’ah dan Sunnah yang lagi ramai di medsos,” kata Haris.
Mendengar jawaban yang agak nyleneh ini mereka terkejut.
“Coba jelaskan Ris?”
“Maaf bang, saya ngutip ucapan Ulama. Kalau Allah memerintahkan kita misalnya, “Hai manusia makanlah singkong itu…” Apakah menjadi Bid’ah kalau singkongnya saya rebus dulu, atau saya goring dulu atau saya jadikan gethuk lindri. Justru Allah memerintahkan kita berfikir dan berakal sehat, lalu kita berpengetahuan, sehingga kita saat hendfak makan singkong bias bermacam-macam variasi dan manfaatnya. Itukan Sunnah (tradisi kebaikan) namanya. Bukan Bid’ah….Malah kalua kita makan singkongnya mentah2 dengan kulitnya, mabuk semua kita…”
Mereka manggut-manggut mendengar penjelasan Haris.
“Itulah soal singkong saja, di otak kalian bisa beragam, Apalagi kepribadian,” kata Jack.
“Jadi apa yang kita cerap dari Bang Jack kalua begitu…”
“Singkong tadi…Terserah kalian mau bikin apa dan jadikan apa…”
Suasana agak hening. Mereka menyeruput kopi malam itu dengan nikmatnya. Dan singkong di nampan tiba-tiba sudah bersih begitu saja.
“Kita-kita ini memang benar-benar anak singkong…” kata Haris.
“Tapi saya perlu panduan Bang, agar untuk menjadi diri sendiri itu terhambat oleh macam-macam. Kadang takut, cemas, galau, dan berakhir stress.”
“Begini, kamu jangan pernah takut salah dan takut disalahkan. Kamu jangan pernah berfantasi pandanganmu pasti paling benar dan marah kalua dikritik. Kamu jangan pernah berhenti memperjuangkan rasa percayamu pada suatu hal yang sudah kau timbang benar. Tapi jangan pula menutup diri jika dikoreksi kebenaranmu. Menjadi diri sendiri itu sesungguhnya akibat. Akibat dari kesiapanmu, wadah-wadah belajarmu, pengetahuanmu, kepribadianmu. Allah sendiri yang akan membentuk seperti apa nantinya. Yang penting kamu harus optimis, tidak ada yang sia-sia, jika kamu niati belajar dan belajar.”
“Saya terbayangi katakutan masa depan Bang..”
“Ya, wajar. Karena kamu masih mengikuti arus budaya opini masyarakat dan umat. Takut disalahkan, takut dibully, takut tidak popular dan takut nasibmu tidak beruntung…”
Mereka manggut-manggut mebenarkan Bang Jack yang menyelinap dalam bvenak mereka masing-masing.
“Jadi gimana Bang?”
“Nggak usah gimana-gimana. Jalani saja. Allah memberi kelebihan luar biasa pada hambaNya, yang tidak diberikan pada yang lain. Cuma kalian nggak yakin saja…”
“Betul…Betulll..” serentak mereka.
Obrolan ringan itu melewati dua jam lebih. Lalu mereka bersama-sama seperti biasanya sebelum pulang, Sholat hajat tahajud dan witir. Lalu dzikir bersama.
Hati mereka terasa sejuk, lebih daris sejuknya malam itu.
M Luqman Hakim