Sunyi Dalam Ramai
Diantara sederet Menteri dewasa ini, ada sosok muda yang begitu elegan style, dan sungguh ia harus dekat dengan dunia ujung nusantara, bersama orang-orang yang tertinggal oleh fasilitas kemoderan, bahkan alam pendidikan pun tidak bisa dinikmati mereka yang ada di daerah-daerah terpencil ini.
Helmy Faisal Zein, dengan keringat dan airmatanya, tidak bisa nyenyakkan tidurnya ketika wajah-wajah papa di daerah terpencil itu belum terangkat nasibnya. Hanya spirit dunia Sufi yang membuatnya tetap bersemangat dan bergerak tak henti-hentinya, agar orang-orang yang tertinggal itu ikut di barisan depan bangsa ini. Setiap bulan di rumah dinasnya juga diselenggarakan kajian Sufi. ”Biar cahaya Ilahi mengalir dari tempat ini, menyertai doa orang-orang miskin di negeri ini,” katanya.
Berikut wawancara dengan majalah penyejuk hati, Cahaya Sufi, dengan menteri Pengembangan Daerah Tertinggal , menteri paling muda ini.
Sejak kapan anda tertarik dengan dunia Sufi?
Sejak kecil, saya dibesarkan dalam tradisi sufistik. Keluarga saya paling dekat dengan dunia Kyai. Dunia sufi telah menjadi ruh yang mengaliri setiap nadi keluarga saya. Ketika saya mahasiswa, baru saya mengenal dengan gamblang bahwa thariqat Sufi adalah Jalan Lurus Menuju Allah yang tak bisa kami hindari.
Apakah tradisi ini tidak membuat anda kaget dengan hiruk pikuk birokrasi dan aktivitas padat anda?
Sama sekali tidak. Justru saya menerapkan ajaran Thariqat Sufi, khalwat dalam keramaian, atau sunyi dalam ramai.
Maksud anda?
Ketika saya harus aktif dengan tugas pemerintahan dan negara, tugas sosial kemasyarakatan yang sangat padat, maka pada saat itulah saya juga harus aktif bekerja keras untuk hati saya. Hati saya harus sunyi dalam ”maljis khusus”, forum khusus, dengan Allah Rabbul ’Izzah. Saya tidak ingin kehilangan Dia. Karena Dia sangat sayang pada saya. Hati saya tidak ingin menoleh ke lain hati, rasa saya seperti pengkhianat, jika hati saya harus saya tukar dengan dunia, dengan jabatan, atau dengan fasilitas apa pun…. (mata sang menteri tampak berkaca-kaca…red)
Tapi anda tampak secara lahiriyah tidak seperti para Sufi?
Ha..ha..ha..Alhamdulillah, seharusnya memang begitu. Kalau seorang sufi menampakkan diri sebagai Sufi, itu tanda bahaya. Khususnya bagi saya yang masih menempuh Jalan Sufi ini, bisa-bisa saya tidak sampai ke tujuan, malah belok pada rasa bangga, rasa ingin dipandang, rasa riya’ bahkan.
Kenapa demikian?
Guru Sufi saya dulu pernah bilang, ”Rahasiakan Allahmu dalam hatimu, seperti engkau merahasiakan cacat-cacatmu…”
Wah, ini dekonstruktif sekali dengan kenyataan dewasa ini, malah Allah dijadikan bendera-bendera, komoditas politik, bahkan jadi industri. Apa memang demikian?
Setuju! Siapa pun yang mencoba menjualbelikan Allah, mengkomoditaskan Tuhan, akan berakhir dengan kenestapaan yang sia-sia, dan berakhir…na’udzubillah di neraka!
Anda juga politisi, apakah tidak berbenturan dengan dunia Sufi?
Saya terus berusaha agar politik hanya sebagai wadah perjuangan bangsa dan umat ini. Ruh yang melandasi perjuangan saya adalah spirit Sufi tadi. Apa pun gerakannya tanpa landasan moral yang luhur, dan bagi saya adalah spirit sufistik, seseorang akan mengalami kehancuran batin yang dahsyat. Berakhir dengan keputusasaan dan frustrasi.
Allah memberi saya fasilitas jabatan, tentu saya akan memanfaatkan dalam aksentuasi sufistik yang lebih luhur, yaitu khairunnaas anfa’uhum linnaas. Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain. Jika saya dengan jabatan kementerian hanya berguna bagi diri saya sendiri, berarti saya adalah orang yang paling tidak berguna di muka bumi ini.
Apakah nilai-nilai Sufisme anda tularkan kepada bawahan anda?
Semaksimal mungkin, tetapi karena keterbatasan saya, saya pun melakukan aktivitas pengajian Al-Hikam, sebuah kitab tasawuf yang cukup terkenal dengan sejumlah staf kementerian PDT, dan masyarakat lain, agar ada proses spiritualisasi yang benar bisa dirasakan pula oleh mereka.
Apakah anda juga punya gairah untuk mensufikan kawan-kawan anda di PKB?
Alangkah indahnya hidup ini, jika para politisi muslim di negeri ini, khususnya Nahdhiyyin, khususnya pula warga PKB menjadi Sufi semua. Alangkah indahnya….