Zaleha Fitrat (56 th) – Pemilik Galeri Baju Muslimah Rumah Ayu
Zaleha Fitrat satu dari sekian banyak orang yang mengerti bahwa kekayaan adalah ujian Allah kepada keimanannya. Bersama suaminya ia menempuh jalan ruhani, berbaiat pada tarekat naqsabandi haqqani rabbani. Hanya satu hal yang
memotivasinya, ia tak ingin tergoda oleh harta hingga membuatnya lupa pada Tuhan. “Apa sich yang diharapkan dari hidup ini kalau bukan untuk mengabdi dan mengabdi kepada Allah, Mas ?,” kata Zaleha yang kerap di sapa Ibu Narto ini, mengawali pembicaraan. “Rasanya Allah sudah mencukupi kebutuhan hidup saya di dunia ini, Mas. ” sambungnya.
Setelah bertarekat, menempuh jalan ruhani, perempuan kelahiran Singapore ini semakin menyadari bahwa kehidupan di dunia ini di mulai dari Allah, saat ini bersama Allah dan menuju Allah setelah kehidupan dunia ini berlalu. Kesadaran inilah yang kemudian menghantarkannya pada satu konstruksi pengalaman, “Orang yang mengaku beriman tetapi tidak beramal menurut apa yang diimaninya adalah pembohong, sementara orang yang melakukan amal saleh sedang hatinya tidak beriman adalah munafiq.”
Bagi seorang penempuh jalan ruhani yang sejati, untuk mendapatkan pengalaman yang demikian bukan tanpa waktu dan proses yang menyayat-nyayat hati. Ada fakta yang jika nafsu tak dikendalikan, akan membuatnya geram, kecewa dan apatis. Zaleha pun harus melalui ujian dimana ia ditipu milyaran rupiah bukan oleh orang lain tapi oleh orang yang pernah ditolongnya. Tidak sekali, tapi beberapakali Mrs. Narto ini mengalami pengalaman “ditulung, mentung” (dibantu malah balik memukul; red).
Zaleha sepertinya faham seluruh syarat yang dibutuhkan untuk sampai kepada Allah itu. Ia tenang meski beberapa kali di tipu dan “di pentung”. “Saya terima taqdir getir itu dengan damai. Saya kembalikan kepada Allah karena memang diri saya dan apa yang ada pada saya semua milik Allah, Mas,” tutur Zaleha.
Ia tetap istiqamah menjalankan pelajaran dan nasehat mursyid. Ia tidak malah semakin apatis atau tambah semangat menjalani kehidupan. Sikapnya seperti seorang ‘arif yang telah sampai pada maqam Al-baqaa’ ba’dal fanaa’; menetap dalam Allah, tapi pergi kembali kepada makhluk dengan cinta, kemurahan, kehormatan, dan kemuliaan.
Kini, disamping Zaleha tetap mengawal nafsu dan dzikrullah, ia sibuk mengelola kecuran limpahan materi yang lebih dari sebelumnya. Ia membangun pesantren (Daarusy Syifa’ Al-Fitrat) yang didalamnya terdapat lembaga pendidikan formal dan informal di Kadudampit Cisaat Sukabumi Jawa Barat. Di dalam pesantren itu ia bangun juga satu sudut ruangan sejenis zawiyyah tempat ia (bersama keluarga dan kerabat) mewiridkan beberapa awrad yang didapat dari mursyid nya. Ditengah kesibukannya mengelola bisnis, ibu lima anak ini juga terlibat membantu pengembangan beberapa lembaga pendidikan anak-anak kurang beruntung yang berada dikolong-kolong jembatan dan rel kereta api di beberapa wilayah Jakarta.
Yang patut disimak dari uraian pengalaman ruhani Zaleha Fitrat selama bertarekat adalah ucapannya yang menyebutkan bahwa hakikat rizqi itu bukan pada materi yang Allah titipkan ditangan kita lalu kemana kita menyalurkannya. “Rizqi yang sejati sebenarnya adalah rasa lapang dalam taat kepada Allah dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya cita-cita,” tuturnya.
Penuturan ini mengingatkan kita pada petuah berkah Imam Ibnu ‘Atah’illah, “Apabila Allah telah memberi rizqi kepadamu berupa perasaan puas melakukan taat (ibadat) pada lahirmu, dan merasa cukup kaya dengan Allah dalam hatimu, sehingga benar-benar tidak ada sandaran bagimu kecuali Allah. Maka ketahuilah bahwa Allah telah melimpahkan kepadamu nikmat lahir dan batin.” **Izhaque.