Nurhayati Ali Assegaf
Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si., MP (lahir 17 Juli 1963; umur 50 tahun) adalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat (2013-2015) sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ia merupakan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Demokrat. Sebelumnya, ia menjabat sebagai wakil ketua BKSAP dan juga delegasi Indonesia di Inter-Parliamentary Union, Women ASEAN Inter-Parliamentary Assembly/WAIPA dan Parliamentary Union of OIC Member States Council
DR. Nurhayati menjadi anggota DPR RI sejak tahun 2004 dan terpilih kembali pada tahun 2009. Selama periode pertama (2004-2009), ia diangkat menjadi Staf Khusus Ibu Negara Republik Indonesia Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono. Disamping tugas tersebut, ia juga konsen terhadap masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan gender. Selain itu, dia menjadi pembawa acara dan sutradara “Perspektif Perempuan” di salah satu program Televisi Republik Indonesia (TVRI). Sebelumnya, Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si., MP menjadi Managing Director Bisnis dan Konsultan Keuangan (Assegaf & Partners Ltd, 1998-2004) dan Winarto Soemarto & Associates (1993-1998). Nurhayati, yang juga presiden IPU untuk Komite Parlemen PerempuanKegiatannya sebagai aktivis organisasi sosial maupun politik dimulai saat masih sebagai mahasiswa. Keterlibatannya yang kuat dengan isu-isu politik dan sosial serta hubungan internasional mendorong DR. Nurhayati Ali Assegaf untuk menjadi pelindung dan pendiri sejumlah lembaga dan kelompok pemikir menangani isu-isu yang berkaitan dengan pemuda, perempuan dan anak, demokrasi serta pendidikan. Pada tahun 2003, ia bergabung dengan Partai Demokrat, aktif dalam struktur organisasi partai, termasuk sebagai Wakil Sekretaris Jenderal dan Ketua Departemen Luar Negeri.
Dia menyadari betapa buruknya persepsi publik dan media terhadap kinerja anggota DPR ditambah lagi dengan adanya keterlibatan beberapa anggota dalam skandal korupsi. Sejak diberi amanah sebagai ketua Fraksi Partai Demokrat pada bulan Mei tahun lalu, menggantikan Jafar Hafsah, Nurhayati selalu optimis dan yakin berkat Inayah Allah akan bisa.
Pada 1990-an dia mendirikan organisasi relawan untuk anak-anak jalanan dan imigran, dimana hal ini bisa membuatnya bersentuhan langsung dengan kebijakan pemerintah saat itu. Misalnya, imigran yang overstay, harus segera dikembalikan ke negara asalnya. Saat itu, ia juga sering mengunjungi rumah tahanan mereka di Cengkareng, Banten, dan menjadi mediator antara imigran dan kedutaan besar mereka.
Saat ini, ia adalah Ketua Inter-Parliamentary Union (IPU-Indonesia) dan Panitia Kerja MDGs (Tujuan Pembangunan Millenium), yang sebelumnya juga sebagai Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen. Dia juga bertindak sebagai Focal Point dari Kefasihannya dalam berbahasa Inggris dan Jepang, serta pengetahuannya tentang bahasa Arab dan Perancis, menjadikannya memilih duduk di kursi Komisi I DPR yang membawahi urusan luar negeri, pertahanan dan komunikasi. Dengan kemampuannya berkomunikasi dalam berbagai macam bahasa inilah, Nurhayati sering diundang sebagai pembicara, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ia juga menjalin hubungan baik dengan para duta besar dalam berdiplomasi maupun sharing gagasan dalam membangun hubungan bilateral dan multilateral.
Berikut petikan wawancara Harusodo dari Majalah Cahaya Sufi dan Sufinews.com, dengan politisi perempuan yang sufistik ini.
Anda pasti dididik oleh orang tua yang hebat. Benarkah?
Ayahku mendidikku, agar punya kepedulian kepada masyarakat, kebetulan kita tinggal dilingkungan yang masyarakatnya majemuk seperti di Indonesia, disana ada banyak orang-orang Cina. Tapi bapak saya mendidik menjadi nasionalis, juga membantu mereka, bahkan orang-orang Cina ini dibantu juga untuk usaha, disekolahkan. Karena beliau pengusaha sukses, juga membangun membangun rumah sakit dan sekolahan.
Hal itu sudah tertanam dalam diri saya sejak kecil, sehingga kami tumbuh dan berkembang dengan lingkuangan yang peduli. Ketika saya sekolah selalu jadi relawan dan pramuka.
Ayah lebih dmoninan dalam mendidik?
Ayah saya meninggal usia muda, saya masih kecil jadi kalau menurut saya, Ibu saya yaaa…
Ibu lebih dominan karena kemudian sebagai single parent, ibu mengajarkan nilai syukur, kepedulian sosial, berterima kasih pada Allah, kejujuran. Ibu selalu mengatakan, “Kamu bisa bohong sama ibu, tapi kamu tidak bisa bohong sama Allah, karena dilubang semut pun Allah melihat!”
Jadi sampai sekarang pun Alhamdulillah, saya tidak peduli orang lihat atau tidak lihat. Tapi karena itu tadi … mau ditempat manapun Allah melihat. Jadi nilai-nilai itu saya yakini sampai sekarang, dan bersyukurlah, karena dengan bersyukur itu, Allah akan mengasih lebih. Jadi nilai-nilai itu ditanamkan dan diberi contoh. Itu saya kira yang paling penting.
Apakah Ibu mengikuti ajaran sufi atau mengagumi tokoh dunia sufi ?
Tentu yaa.. Artinya begini saya lebih cenderung…Ikhlas. Saya suka bilang pada teman-teman, Ikhlas itu mendekatkan diri kita pada kebenaran, dan kebenaran itu adalah Allah. Jadi kalau kita Ikhlas, seperti dikatakan ibu saya, “Kamu dimana-mana dilihat Allah, kerjakan semua itu dengan ihklas, dan bersyukur.” Dan Ikhlas ini kan ajaran sufi. Ikhlas itu mendekatkan pada kebenaaran, kebenaran itu Allah kan begitu..
Subhanallah, kebesaran Allah itu tadi karena keyakinan dan saya selalu yakin. Makanya saya kalau membuka rapat, selalu saya ucapkan pembukanya “Hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wani’man nashir l walaa haula wala quwata illa billahil ‘aliyyi adzim”.
Wah ikhlas itu luar biasa ya?
Memang luar biasa keikhlasan itu. Misalnya orang membohongi kita, subhanllah nanti kita tahu.. dengan sendirinya dibukakan..”Ini orang nggak baik looh sama kamu…”. Dan itu terjadi.
Seperti tadi ajaran Sufi. Memang kita yakin, bahwa kalau kita yakin pada Allah dengan hati pasti kita akan bertemu dengan orang-orang tadi kan…, yang punya visi dan misi sama. Dan itukan Al-Qur’an bahwa siapa golongan kamu akan dipertemukan dengan orang-orang itu.
Tokoh sufi yang mengesankan bagi ibu ?
Saya terkesan dengan sosok Syekh Raed Shalah, Imam Masjidil Aqsa. Kkenapa? Dia tidak pernah merendahkan perempuan, beliau ini sama saya begitu hormat, ya artinya tidak kemudian mengenyampingkan itu, yang penting kan semua jalannya itu benar.
Ketika saya ke Tunisia saya terkaget-kaget, karena orang-orang Tunisia itu muslim tapi pakai pakaiannya yang modern gitu kan… Syekh Rahed Shalah menjelaskan pada saya, kamu harus mengerti, kasihan orang-orang ini dulu mereka dijajah oleh Barat, sehingga mereka tidak tahu.. Tapi mudah-mudahan makin lama mereka makin baik, kita doakan.
Bagaimana menurut pandangan Anda bila moralitas sufi diterapkan pada politisi kita apakah akan mempengaruhi perubahan negara ini ?
Sangat berpengaruh! Kalau saya lebih cenderung pada keteladan. Seperti Rasulullah Saw itu kan memberikan keteladanan. Saya dibesarkan dengan melihat contoh, dan saya yakinkan contoh ini akan lebih baik dalam mendidik. Sekarang seperti saya..menjadi anggota dewan, saya kalau kemana-mana mengajak anak-anak saya dari mulai kampanye sampai menyerap aspirasi masyarakat sehingga mereka melihat sebuah kebenaran. Begitupun saat anak saya mau “nyaleg”, saya punya idealisme, tidak ada yang saya bantu. Segala suatunya mengurus dan berjuang sendiri dengan segala konsekwensinya. Seperti dapil yang berjauhan dengan saya, dan tidak nomor urut satu. Kemana dia pergi saya tidak mendampinginya. Saya hanya menitipkan pada Allah.
Kemudian ada yang bercerita kepada saya, kalau anak saya menyampaikan orasi, bahwa menjadi anggota DPR itu sebuah ibadah, sarana untuk ibadah. Karena kita memperjuang aspirasi masyarakat kecil, Ummat.
Nah, ini yang saya bilang, contoh yang harus kita lakukan bukan berarti saya contoh yang baik, sebagaimana saya mengidolakan orang tua saya, karena orang tua saya membimbing begini.
Tapi alhamdulillah anak-anak saya Khatam Al-Qur’annya, saya ajak mereka umroh di 10 hari terakhir bulan ramadhan, dan sekarang alhamdulillah sudah beberapa kali anak-anak saya kalau tarawih disana mereka sudah tadarusan bersama imam. Alhamdulillah saya bersyukur pada Allah , karena ternyata kok mereka mau.., kan.. yang menggerakkan hati manusia itu Allah.
Dan itu yang saya katakan pada mereka: “Saya nyekolahin kamu supaya kamu punya ilmu, karena itu juga harus harus cerdas, tapi ingat bukan kemudian ilmu itu mengkebiri ibadah kamu, justru ilmu untuk ibadah. Saya tidak butuh kamu mau S2 atau S3 tapi yang saya inginkan sholeh dan sholehah”.
Bagaiamana Ibu memotivasi anak-anak dalam ibadah?
Tidak meninggalkan kewajibannya sebagai muslim, dan itu tidak hanya seremonial, saya tidak mau anak saya sholat sebagai seremonial. Saya lebih cenderung memberi contoh. Mereka juga saya tanya pengalaman kamu saat saya kasih bacaan, “oh ya maaah.. alhamdulillah saya begini..begini…“
Saya tidak mau anak saya mengeluh pada saya, misalnya, “Maam begini…,” Lalu saya bilang sama dia “Ucapkan apa?” Dia bilang, “Alhamdulillah….”
Nah kalau dia sudah bilang Alhamdulillah, 50% amarahnya kan sudah berkurang. Jadi itu yang saya ajarkan.
Apakah Anda memang bercita-cita terjun ke politik? Atau mengalir saja?
Ini benar-benar mengalir dengan sendirinya, dan saya tidak pernah bercita-cita menjadi anggota DPR. Saya nggak tau yaa… Karena saya melihat begini bahwa ada ketidakadilan yang terjadi di dunia, bahwa umat Islam ini selalu dihina, dinafikan, dan dianggap tidak. Karena saya kan sekolah di Amerika, begitupun anak-anak saya lahir di sana. Waktu saya tinggal di Amerika dulu, saya melihat sendiri black moslem (muslim negro) dibunuh.
Karena saya merasa Islam adalah ajaran yang paling benar dan itu agama yang saya yakini, yang juga diajarkan oleh Rasulullah Saw dengan baik dan benar, sehingga saya merasa ada yang tidak adil di sini. Jadi saya mempelajari tentang humanright di UN (PBB), saya lihat belum ada orang Islam yang menjadi sekjen PBB, apalagi perempuan muslimah.
Saya bercita-cita —mungkin orang akan tertawa—, tapi ini cita-cita sejak dulu waktu muda, saya ingin menjadi Sekjen PBB Perempuan dan islam Pertama. Tapi saya juga bukan pemimpi, jadi saya kerja keras, jadi pengusaha, dan jaringan internasional saya banyak.
Seperti sebelumnya, saya bilang tadi, kalau saya konsultan yang memiliki klien-klien di luar negeri. Nah, itu jaringan saya. Begitupun teman-teman saya sejak sekolah dulu yang saya bina, karena dalam Islam Silaturahim membuka ampunan, rizki dan memanjangkan umur.
Rupanya banyak aktivitas di luar DPR, apa saja yang ibu lakukan?
Dari dulu saya menjadi relawan, di Amerika pun saya jadi relawan. Di indonesia saya bangun relawan, saya punya LSM yang namanya “Jakarta International Association for Volunteer Expert”. Tahun 2001 saya jadi ketua dan kebetulan saat itu ada kegiatan relawan dunia, saya menjadi duta besarnya.
Pembiayaan LSM tersebut saya biayai dengan biaya pribadi, toh itu hak zakat mereka. Kemudian membina anak-anak jalanan dan Alhamdulillah ada yang sukses menjadi pengusaha kecil-kecilan, jadi politisi, ada juga jadi polisi. Yah, masih kecil laah tidak ada artinya.. tapi itu kegiatan saya, dan juga melibatkan anak-anak saya.
Saat bencana Tsunami di Aceh, saya kirim mereka kesana, begitu pun gempa di Yogja. Itu yang saya lakukan. Artinya ini belum seberapa besar yang saya lakukan. Jadi saya merasa bahwa apa yang saya lakukan buat bangsa dan negara ini belum ada artinya apa-apa. Tetapi saya yakin oneday, suatu saat nanti….
Kalau jadi anggota Dewan ini?
Ini bagian pengabdian saya kepada bangsa dan negara dengan menjalankan amanah. Menjalankan amanah apa? Ya.. mengunjungi konstituen, menjaga apa yang kita kerjakan dan jalani. Karena ibu saya selalu bilang, “Uang itu tidak perlu banyak, yang penting barokah.” Dan kalau halal kan berkah”.
Makanya saya juga kasih tahu teman-teman anggota, jangan dikira kalau kita menjadi anggota dewan itu , uang yang kita terima itu halal. Kalau kita tidak menjalankan fungsi anggota dewan, fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran. Itu tidak jadi halal, tapi haram.!
Bagaimana pengalaman spiritual ibu, apakah ada pengaruh dzikir dalam pengambilan keputusan politik?
Luar biasa… luar biasa… luar biasa… saya ajarkan pada anak-anak saya berdzikir dan bershalawat. Boleh kamu cek. Saya pun juga pesan pada sopiri saya, ketika kamu nyetir agar berdzikir. Berdzikir itu kan bisa Allah.. Allah… Allah.. dan itu kan intinya dzikir, nikmat kita. Atau mau baca Allahu Akbar, Subhanallah.. subhanallah.. apa yang terlintas dalam hati kamu… dan itu unbelieveable.
Saya… (dengan mata berkaca-kaca) benar-benar…, sampai kadang-kadang saya nangis, betapa Maha Sempurnanya Allah… betapa Maha Sempurnanya Allah..
Seperti kemarin saat saya sulit bertemu orang, subhanallah tiba-tiba mau ke Surabaya orang tersebut duduk disebelah saya dalam pesawat yang sama, ke Surabaya. Ini bukan kebetulan… ini Allah.. . kan sudah dituliskan apa yang akan kita lakukan, seperti juga kita wawancara hari ini kan..? Jadi manusia terlalu sombong kalau semua karena kehebatannya.
Apakah ibu sering mendoakan bangsa ini?
Tiap hari, saya selalu berdoa. Kemarin saat saya melepas jamaah haji, saya minta mereka juga untuk mendoakan bangsa dan negara ini, doakan kepemimpinan Bapak SBY, doakan Provinsi Jawa Timur dan pemimpinya.
Kalau boleh tahu apa lantunan doa ibu untuk bangsa ini?
Ya Allah lindungi bangsa Indonesia, jauhkan bangsa ini dari bencana, jauhkan dari kejahatan jin dan syetan.
Ya Allah berikan keberkahan, persatukan kami dalam Iman Islam, satukan kami dengan hati kepedulian, kepandaian, kesejahteraan untuk bangsa ini. aakh kamu bikin saya nangis saja…