Dicari, Doctor Akhlaq

Oleh: Eny Rachmawaty, S Pd – Guru dan pemerhati pendidikan
Pertarungan kebudayaan di negeri kita ini telah melahirkan tiga kekuatan budaya yang saling tarik menarik, dan saling mempengaruhi, saling bersinergi dan

Harus dibaca juga..

saling – tidak jarang – menimbulkan konflik. Pandangan ini tentu berbeda dengan Sammuel  P Huntington, yang mencoba

membangun titik kebudayaan dunia yang berakhir dengan konflik yang dramatis, berbau politik dan supremasi kekuatan-kekuatan yang menguasai globalisasi dunia.

Namun di negeri kita, masuknya budaya Barat, tumbuhnya tradisi budaya nusantara, dan bangkitnya tradisi agama (Islam) memberikan warna khusus dalam membangun watak kebangsaan, antara tradisionalisme dan modernisme. Bahwa saat ini, muncul dan berkembang ekses-ekses negative yang mengarah pada demoralisasi dari segala unsur, mulai dari keluarga, remaja, anak-anak di sekolah, aparat Negara, dan para pengambil keputusan, adalah bagian dari ekses pertarungan budaya tersebut.

Ilustrasi yang kita lihat sehari-hari dalam kehidupan nyata, mimpi para remaja tentang masa depan, kriminalitas yang terstruktur, kemiskinan, konflik social, konflik keluarga, dan konflik individu, adalah fenomena yang yang tidak asing lagi. Dan ujung dari segala masalah ini adalah kompleksitas problema yang bertumpu pada moral, akhlaq dan bangunan karakter yang dinilai gagal oleh bangsa kita.Keluarga modern dengan segala impian dan kemajuan, fasilitas yang dimiliki, ternyata tidak jarang yang berakhir dengan kegersangan dan ketimpangan social. Anak-anak keluarga kelas menengah misalnya, tumbuh dengan kesunyian luar biasa dalam kepribadiannya. Keterasingan di rumah, di sekolah maupun dalam interaksi sosialnya, telah membuat dirinya menjadi generasi “pemberontak”. Apalagi jika ditambah dengan imajinasi kebudayaan televisi, budaya entertainment, dan segala apa pun yang berbau “anak muda” yang bebas, akan membuat bulu kudu kita merinding.

Sementara di wilayah pendidikan kita, belum pernah ada Revolusi Pendidikan yang benar-benar memiliki kekuatan merubah kemunduran dunia didik kita. Segalanya hanya tambal sulam, hanya saling menambal yang kurang, tetapi berakhir dengan kekalahan spirit-dinamis dalam pencerdasan manusia, di tengah-tengah persaingan global dunia.

Kita semua sadari, bahwa kita sedang tumbuh. Ibarat pohon yang sedang ditanam, tanah kita begitu subur, tetapi banyak sekali tangan-tangan yang ikut campur dalam menanam pohon ini, dengan pupuk yang campur aduk pula, akhirnya pepohonan ang kita tanam tumbuh secara sporadic. Bahkan jumlah yang tumbuh sesuai dengan cita-cita penanam, jauh dari bayangan. Kalau tidak banyak yang mati karena penyakit, maka, banyak pula yang tumbuh  seperti “bonsai”.[pagebreak]

Maka suguhan berita di media massa, bahkan dengan mata kepala kita melihat di depan kita, masyarakat kita terutama di perkotaan, bergerak secara sporadic pula. Bagaimana tidak? Berita-berita tentang kebijakan pemerintah, berita artis konyol, berita kriminalitas, penggusuran, kelaparan, kebodohan, buta huruf, kesehatan yang jauh dari harapan, memenuhi menu media sehari-hari secara berimbang. Inilah fakta kehidupan kita.

Sementara ketertiban, disiplin, ketaatan pada hukum, penghormatan satu sama lain dalam sopan santun sehari-hari, penghormatan ada orang tua, rasa kasih saying pada yang lebih muda,  penghormatan pada guru, tiba-tiba serasa sirna.

>Akhlaq bangsa
Setelah era reformasi ada banyak harapan dan impian bangsa kita dari semua level. Namun reformasi tidak menyentuh akar masalah yang sesungguhnya, sekadar menjadi momentum pergantian rezim belaka. Apakah yang terjadi saat ini memang sebuah proses menuju yang baik, atau sebaliknya justru mengalami degradasi.

Next Post

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Top Stories

ADVERTISEMENT

Login to your account below

Fill the forms bellow to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.